Surai vermillion dan iris biru. Senyuman khas dengan kedua mata yang tertutup itu menghiasi wajahnya. Suaranya yang jernih dan polos memancarkan aura dan makna yang mendalam. Semuanya terasa sangat dekat. Saat Kamui berbicara kepada anggota bagian divisinya, jantungmu berdetak lebih kencang dari biasanya.
"Setelah ini para kelinci akan dipaksa melompat ke dalam sarang singa. Lihatlah wajah berseri-seri danjo! Kalau sudah seperti ini, aku tak mampu menolak perintahnya," Abuto berkata pasrah.
Suara Abuto membangunkamu menuju kenyataan dan kau mengangguk bersamaan dengan anggota lain, pertanda paham. Sudah sangat terlambat untuk mengakui bahwa kau sebenarnya sedang melamunkan seseorang di hadapanmu hingga tak mampu mendengar pembicaraan tentang rencana penyerangan kali ini. Yang bisa kau simpulkan hanyalah kau harus menyingkirkan amanto divisi lain yang menghalangi jalan Divisi VII menuju kerjasama dengan organisasi Kihetai milik Takasugi.
Surai vermillion dan iris biru. Alisnya menegang perlahan. Kedua mata menatap medan pertempuran dengan senyuman lebar. Suara yang jernih dan polos itu terdengar semakin berat. Pria yang dikenal membunuh seseorang dengan senyuman sebagai hadiah terakhir itu terlihat tak terganggu dengan bercak darah yang menghiasi pipi porcelainnya. Tak dapat dipungkiri, Kamui adalah pria yang berbahaya. Kau paham akan hal itu, namun kau tak berniat untuk berhenti mengagumi pesonanya.
"Terimalah darah yang mengalir di tubuhmu, (f/n). Yato ditakdirkan sebagai yang terakhir berdiri dalam pertempuran. Kau takkan bisa menang jika tak menatap lawanmu dengan benar," Kamui berbisik saat mengarahkan ujung payungnya tepat ke atas kepalamu. Bunyi tembakan terdengar. Amanto berwujud babi di belakangmu berteriak, tubuh makhluk itu melayang menjauh hingga menabrak dinding kapal.
Ucapan terima kasih dan anggukan menjadi jawabanmu setelah kembali tersadarkan. Kamui tersenyum polos sebelum bergerak maju, meninju dan menendang para amanto di sekitarnya. "Kau tahu? Aku tidak tertarik dengan yang lemah."
'Lemah?'
Tak ingin mengecewakan Kamui, kau berfokus kembali pada pertarungan. Beberapa amanto berlari ke arahmu. Tiga di depan dan dua samping, masing-masing mengarahkan senjata mereka ke arahmu. Kau lekas menendang kedua kepala amanto di sampingmu, sedangkan peluru dari payungmu sukses menembus dada tiga amanto di hadapanmu. Kau tak bisa menahan seringaian saat lebih banyak amanto menargetkan dirimu.
"Kamui mungkin akan meminta pesta makan besar malam ini."
*******
Pertarungan berakhir lebih cepat dari yang diperkirakan. Divisi VII Harusame kembali ke kapal angkasa mereka. Abuto mengeluh tentang sifat kekanakan Kamui, yang hanya dibalas Kamui dengan ucapan selamat malam sebelum menyuruh Abuto memeriksa beberapa berkas di kamarnya. Wakil kapten itu akhirnya pergi dengan rentetan gerutuan keluar dari mulutnya.
"Jalanmu masih panjang. Kau bisa lebih kuat dari itu," Kamui memecahkan keheningan.
Kau mengutuk dirimu sendiri atas sikapmu yang melamun dalam pertarungan. Hal itu cukup membahayakan. Bagaimana jika Kamui tak berada di dekatmu saat itu?
"Dengan begini masih ada satu target yang harus kita singkirkan. Tapi sebelum itu aku ingin mengisi tenagaku seperti biasa," ungkap Kamui dengan senyuman khas sembari menepuk perutnya. Jadi benar, pikirmu. Sebelum menyingkirkan para atasan, Kamui menginginkan pesta makan besar di kapalnya.
"Aku tahu itu," kau bergumam menjawabnya.
Pipimu memanas saat telapak tangan Kamui mendarat di bahumu dan menepuknya perlahan. "Kerja bagus (f/n). Untuk selanjutnya, aku berharap lebih padamu."
Sepanjang perjalanan, kau bisa merasakan lengan Kamui berpindah memeluk pinggangmu. Saat itu juga, kau terus berharap waktu akan berhenti berputar jika itu berarti kau bisa sedekat ini dengan Kamui.
Suara seseorang memanggil namamu menyadarkanmu kembali. Detik itu kau menoleh hanya untuk disambut oleh wajah polos Kamui yang sedang menatapmu.
"A-ada apa?" ucapmu terbata-bata. Dengan jarak sedekat ini, mustahil Kamui tidak menyadari wajahmu yang saat ini mungkin sudah semerah tomat.
Tanpa banyak bicara, Kamui mengeluarkan secarik kertas dari balik seragamnya. Ia menyerahkan kertas itu padamu. "Kali ini aku menginginkan makanan seperti yang ada di Bumi. Daftar makanannya ada di sana," jelasnya.
Kau tersenyum cerah dan meraih kertas itu dari tangan Kamui. "Ah, makanan Bumi memang luar biasa. Semuanya terlihat sangat menikmati sebelumnya. Baiklah, aku akan pergi untuk----"
Sebelum kau berhasil menyelesaikan perkataanmu, Kamui melangkah mendekat dan membisikkan sesuatu di telingamu. "Ganbatte ne~"
Dengan kata terakhirnya, anak tertua dari Umibozu itu berbalik dan melangkah pergi. Seiring suara langkah kakinya terdengar, jantungmu berdetak semakin kencang.
*******
Sesampainya di Bumi, kau menuju ke kedai makanan milik seorang oba-san langgananmu. Setelah salam sapa dan kurang lebih sepuluh menit pelukan dan tangis dari oba-san karena rasa rindunya padamu, kau membuka kertas dari Kamui dan mulai membaca daftar yang tertulis di sana.
"Aku pesan yakiniku, miso, sukiyaki, ebi furai, edamame, ochazuke, sushi, sashimi, ramen, okonomiyaki, takoyaki, anmitsu, dango, sake, dan-----"
"Dan?" tanya oba-san. Ia terkejut saat melihatmu berdiri menunduk dengan kertas di tanganmu. Bahumu menegang sejenak kemudian tubuhmu bergetar tanpa henti. Namun sebelum ia mampu menanyakan apa yang terjadi, kau mengangkat wajahmu dan membungkuk berulang kali di hadapannya.
"Maaf, oba-san. Aku akan kembali nanti." Dengan begitu, kau berlari meninggalkan sang pemilik kedai yang menatapmu khawatir.
Kau berlari melompati atap penduduk Kabuki-chou dengan kecepatan penuh sebelum berhenti di atas salah satu rumah dengan memilihnya acak. Kau duduk bersila sebelum meletakkan payung biru milikmu di pangkuan. Dengan napas yang tak beraturan, kau menatap kertas di tanganmu dan meremasnya tanpa sadar. Kau menarik napas dan menghembuskannya perlahan untuk menenangkan hatimu.
Kau dapat mengenalinya dengan benar tulisan tangan itu dan kau tahu kau takkan salah. Jantungmu berdetak lebih kencang saat melihat rentetan kata berbalut tinta hitam. Dengan napas tertahan, kau membaca bagian akhir tulisan.
Dan untuk yang terakhir, aku ingin sesuatu yang lain. Pertempuran yang baru sudah berada di depan mataku, itulah yang kucari. Aku berniat menjadi lebih kuat dari siapapun. Aku akan terus melangkah hingga menjadi yang terkuat. Agar aku bisa melindungi sesuatu yang berharga bagiku, sesuatu seperti dirimu.
-Kamui-
Sosok bersurai vermillion dan beriris biru muncul dalam benakmu dan sekali lagi ..... hatimu telah menjadi miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gintama X Reader Oneshot
Fanfiction[Gintama x Reader Oneshot!] Karakter Gintama hanya milik Sorachi Hideaki-sensei.