Dia melewati harinya sendiri. Benar-benar tanpa teman yang mengikuti. Baginya sendiri jauh lebih baik untuk saat ini. Saat semua murid bergerombol ke kantin, ia hanya memalingkan wajah ke arah lain agar tidak terlihat oleh teman-temannya. Terkadang ia risih dianggap menyedihkan oleh sebagian temannya di kelas padahal menurut Pratista dia baik-baik saja sampai-sampai tak banyak murid yang mengenalinya sebagai siswi SMA 3 Jakarta.Andien Pratista tag name-nya, siswi yang sekarang sedang membuka kotak bekal dari ibunya itu kemudian memasangkan earphone menyetel lagu-lagu yang sedang ia sukai.
Pratista tahu ia sedang diperhatikan intens oleh seorang siswa super menyebalkan di kelasnya. Namun, ia tidak peduli dengan tingkah Gilang yang tiba-tiba bisa diam dan memandang lurus ke arahnya. Pratista bisa melihat dari ekor matanya sesekali--bahwa Gilang cukup lama tidak berkedip memperhatikan Pratista makan--mungkin Gilang lapar pikirnya begitu saja.
"Lo gak keluar?"
Uhuk!
"Eh, sori. Lo keselek, gak papa kan?!" Gilang membantu menepuk-nepuk pundak Pratista.
Hanya gelengan sebagai jawaban dari lawan bicaranya serta tangan yang terangkat menandakan ia baik-baik saja.
"Sekaget itu, ya?!" Gilang mengernyit.
Pratista menggeleng untuk kedua kalinya. Menutup kotak bekal dan merapihkannya kembali ke dalam tas. Lalu, duduk menyamping tak mau melihat Gilang mengusir secara tidak langsung.
Gilang terheran dengan sikap Pratista. Dia merasa diabaikan bagaikan cucian kotor tiga minggu anak kosan. Gilang mengelus dada tanpa sadar. Aneh adalah kata yang tersemat di benak Gilang saat ini disaat banyak sekali teman perempuannya yang terang-terangan mengagumi Gilang, tapi dia tidak tertarik sama sekali atau mungkin belum saja.
"Padahal siomay Bang Adung enak lho, Pra." Gilang mencoba mengajak Pratista bicara.
"Atau mau gue beliin?! Menurut dari yang gue dengar lo tuh jarang ke kantin, ya karena uang jajan gue lagi dapet tambahan gara-gara semalem disuruh nginjek-nginjek badan bokap gue jadi gue bakal traktir lo, ok?!"
Gilang menggaruk kepalanya merasa bingung harus bagaimana karena satu-satunya manusia yang dia ajak bicara tidak menggubris sama sekali. Pada akhirnya dia memilih pergi keluar kelas meninggalkan Pratista sendirian.
Saat dirasa sosok cowok yang Pratista kenal jahil itu telah menghilang ia merasa damai kembali setelah rasa risih yang dia rasakan cukup lama sangat menganggu. Lalu kemudian selera makannya menghilang begitu saja walau perutnya sangat lapar. Menghembuskan napas kesal sembari memainkan kembali ponselnya mencari lagu baru untuk diputar.
"Gimana? Ngobrol apa aja?" Di kantin Arya dan Candra menunggu lama karibnya.
"Dikacangin!" jawab Gilang ketus.
"Hahaha." Arya tertawa sembari melempar pilus pada Gilang.
Candra menepuk bahu temannya yang sedang berusaha mendekati cewek satu kelasnya sambil tertawa terbahak. Gilang langsung menatap galak begitu Candra akan mengulang lagi pukulannya. Candra lantas diam lalu duduk dengan pura-pura takut di samping Arya.
"Pantesan gue gak pernah sadar kalo dia udah satu kelas bareng kita dari kelas sepuluh, ternyata dia orangnya tertutup bahkan ogah ngobrol atau kenalan sama orang baru," ujar Gilang menyimpulkan.
"Dan jarang ada interaksi dia sama temen-temen di kelas bahkan keknya guru-guru gak pernah nyuruh itu cewek maju ke depan deh, licik amat ya. Apa jangan-jangan dia anak pemilik sekolah?!" tambah Candra yang kini sedang memainkan sedotan plastik milik Arya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Pratista
Teen Fiction"Berenti di sana!" "Kenapa?!" "Karena lo ganggu! Kayak kecoa!" "Menjijikan dong, haha. Ganteng gini padahal, dan sori gue gak bisa terbang jadi gue bukan siluman kecoa." "Apasih mau lo?!" Gilang berkerut dalam dan menahan dagunya di tangan. Menghela...