Tiga bocah jahil tergabung dalam sebuah geng yang terbentuk sudah sejak mereka Sekolah Menengah Pertama. Gabojil, mereka menamai gengnnya tersebut. Beranggotakan Gilang, Arya, dan Candra. Ketika mereka bertiga dipanggil oleh siapa pun saat sedang bersama, sebetulnya mereka tidak terpisahkan sama sekali ke mana-mana bagai trio wek-wek berpratoli maka semua orang cukup dengan menyebutkan 'GAC' serempak mereka akan menoleh.Seperti saat ini, teman satu kelasnya memerlukan bantuan tiga cowok itu.
"Apaan?!" Gilang sang ketua kelompok berucap sembari mengerutkan kedua alisnya.
Sedangkan Arya dan Candra terpesona oleh kecantikan teman sekelasnya yang kini sedang tersenyum lebar ke arah Gilang.
"Tolong bawain buku tugas ini ke meja Bu Fuji ya, gue mau ke kantin," ujarnya dengan senyuman andalan yang mematikan semua remaja pria. Namun, itu hanya berlaku pada Arya dan Candra. Gilang justru berdecak kesal.
"Kan lo wakil km, masa lepas tanggung jawab!"
Nathania menarik napas panjang dan tiba-tiba menunduk. Arya menyenggol lengan Gilang. Lalu, dia melangkah mengambil buku yang bertumpuk rapi di tangan Nathania.
"Sini, Nat, biar gue yang anterin," ujar Arya dibarengi senyum Candra yang malah terlihat seperti kuda menyengir di belakangnya.
"Eh, gak usah deh. Biar gue aja, ngerepotin."
"Gak usah dengerin Gilang, dia mah emang gak suka nolong orangnya, Nat. Jauh dari pintu surga terlalu deket ke persimpangan neraka awokwok!!!"
Nathania berterima kasih pada Arya dan Candra kemudian berlalu dari hadapan tiga cowok yang mengaku orang paling jahil seantero jagat raya.
Arya dan Candra bergegas ke ruang guru sedangkan Gilang memilih berdiam diri di depan kelasnya malas bertemu guru yang akan melototinya sampai menekukan lehernya agar menunduk patuh.
Selepas berkumpul kembali mereka melangkah pasti ke arah kantin hendak mengisi perut keroncongan yang sudah sejak pagi berdemonstrasi juga melumasi tenggorokannya yang kering sebab teriak-teriak merdeka setelah pelajaran matematika usai.
"Mumet deh gue kalo ketemu Bu Fuji, gak ada manis-manisnya gitu jadi guru," curhat Gilang kemudian.
"Gue enggak tuh, malah gemes pengen unyeng-unyeng. Hehe." Arya menanggapi.
Gilang dan Candra mendengus ke arah teman koplaknya.
"Kenapa semua guru matematika yang ngajar kita dari zaman SMP sampe SMA sekarang killer semua sih."
Terlihat Arya dan Candra tertawa terbahak-bahak. Bukan karena ungkapan hati seorang Gilang, tapi karena Gilang memang sering dihukum akibat ulahnya yang super menyebalkan di mata guru-guru matematikanya. Seperti bernyayi saat sang guru sedang menerangkan rumus yang tertera di papan tulis atau menggambar anime absurd di balik buku catatannya atau melempar bolpoin sejauh yang dia bisa agar mengalihkan ketegangan yang mencekam kelasnya.
Gilang merasa hukuman kali ini terlalu berlebihan. Ia kesal dan badmood melakukan apapun termasuk menolak menolong Nathania. Ia kesal di level 15 wajahnya sudah seperti ditaburi bon cabe saking jeleknya diberi hukuman tiga kali piket minggu depan berturut-turut. Dan hebatnya ia juga akan diawasi oleh Bu Fuji selaku guru matematikanya langsung.
"Buahaha. Mampus lo Lang!"
"Anjir, bukannya di do'ain supaya lupa Bu Fujinya!!!"
"Percuma, Lang. Tugas kapan tahun juga dia inget siapa aja yang gak ngumpulin," balas Candra.
Mereka terbahak tanpa henti sampai bell tanda istirahat ke dua usai.
°°°
Di pintu gerbang utama Gilang, Arya dan Candra tengah memperhatikan satu demi satu siswa-siswi keluar dari lingkungan sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Pratista
Fiksi Remaja"Berenti di sana!" "Kenapa?!" "Karena lo ganggu! Kayak kecoa!" "Menjijikan dong, haha. Ganteng gini padahal, dan sori gue gak bisa terbang jadi gue bukan siluman kecoa." "Apasih mau lo?!" Gilang berkerut dalam dan menahan dagunya di tangan. Menghela...