Bab 9: Tahap Sederhana

22 3 0
                                    


Memasuki kelas dan seperti biasa Gilang langsung menghampiri Pratista.

"Mata lo kenapa?" tanya Arya yang lebih dulu, walau Gilang sudah membuka mulut.

"Nggak kenapa-kenapa," jawab Pratista singkat, tetapi ini jauh lebih baik dari sekedar diam saja.

Gilang merangsek lebih dekat dengan kursi duduk Pratista. Candra memperhatikan cara Gilang menatap Andien Pratista begitu pun dengan Arya. Mereka berdua segera meninggalkan mereka berdua.

"Gak papa, lain kali gue tanya lagi kalo lo mau sendiri dulu. Jangan lupa tersenyum, ya, karena cikal bakal kebahagian itu nunjukin gigi kayak gini," ucapnya sambil menarik ke dua pipinya memperlihatkan sederet gigi rapihnya, "Iiii!!!".

Pratista sedikit bisa menarik ujung bibirnya lalu Gilang mengacak rambutnya sebelum ke tempat duduknya.

Jam pelajaran dimulai ketika sang guru matematika masuk. Semua siswa di kelas yang belum duduk di kursi masing-masing berhamburan kalang kabut. Bu Fuji seperti biasanya, tidak dapat diduga murid satu sekolahan bisa datang sebelum bel masuk terdengar. Itu melanggar undang-undang tidak tertulis tentang hak siswa yang bisa saja tidak terima bila mata pelajaran berlangsung sebelum waktunya. Namun, lagi-lagi mereka pasrah karena yang mereka hadapi adalah monster berdarah dingin.

"Kelurkan buku tugasnya sekarang juga," katanya sambil memainkan penggaris dari kayu dengan telapak tangannya. Seketika situasi menjadi sangat tegang.

"Bu, perasaan gak ada tugas. Adapun tugas terakhir bulan lalu kan udah kadalwarsa, masa iya tugas bulan lalu, minta diperiksa bulan sekarang," protes Gilang disertai tatapan mendelik dari sang guru.

"SEKARANG! Cepat kumpulkan di meja Ibu," kata Bu Fuji tanpa bisa negosiasi.

"T-tapi, Bu." Hampir semua murid mengeluh hal yang sama, kecuali Pratista tentunya yang agak lain dari yang lain seperti biasa.

Nathania dengan malas memeriksa buku tugasnya, karena ia sendiri pun lupa, sudah mengerjakannya apa belum. Sebab Bu Fuji seolah lupa dengan tugas yang diberikan. Padahal ini adalah salah satu strategi agar muridnya tidak menyepelekan tugas walau belum tentu diperiksa oleh dirinya.

Gilang, Arya, Candra, dan yang lain kecuali Nathania, tidak dapat mengumpulkan buku tugasnya.

"Hanya satu orang?!"

Hening.

"Hanya Nathania?!"

"Baiklah, kalian saya hukum," ujar Bu Fuji tanpa ampun dan sangat santai sekali nadanya, membuat beberapa siswa ngeri bila semua guru hobi menghukum layaknya psikopat di film-film.

Sontak riuh rendah suara siswa-siswi mengisi kelas mata pelajaran matematika setiap kali, tanpa pernah benar-benar damai.

"Jumsih depan satu kelas membersihkan mushola dan lab Fisika," tutup Bu Fuji sambil membawa buku tebal miliknya dan satu buku tugas.

Seluruh kelas berteriak huu amat panjang setelah kepergian sang guru yang sebelumnya memberi tugas untuk memahami buku paket matematika bab 5 dan mengerjakan latihan-latihan soal kemudian menyuruh mereka membentuk kelompok untuk berdiskusi. Entah apa lagi yang akan terjadi dengan nilai matematika mereka jika tugas presentasi justru ditagih mendekati ujian semester sedangkan mereka mungkin saja akan terlena oleh waktu lagi dan kemungkinan fatalnya adalah mereka lupa dengan apa yang mereka siapkan.

=====

Gilang mengetuk-ngetuk pulpennya pada meja, kini ia sedang memikirkan sesuatu untuk ia kerjakan usai jam pembelajaran. Namun, bagaimana caranya untuk mengajak Pratista keluar kelas agar rencananya dapat terlaksana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love PratistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang