5. Ulangan Susulan

1K 50 2
                                    

Bel jam pergantian pelajaran dari jam pelajaran ke 3 menjadi jam pelajaran ke 4 sudah berdering. Bagi kelas Andrea, ini adalah jam pelajaran yang akan membuat seisi kelas menjadi mengantuk, karena hanya mendengarkan Bu Irene berbicara dan menjelaskan materi pelajaran. Namun tidak bagi Andrea, karena wanita itu tidak hadir saat jam pelajaran beliau minggu lalu, padahal hari itu adalah jadwal ulangan harian. Dan sekarang, ia harus membaca catatannya tentang materi yang akan ia hadapi di ujian susulannya dengan beberapa teman kelasnya yang tak hadir juga saat itu.

"Lo ngapain, sih, Dre?" Tanya Caca yang mendapati Andrea sedang membalik-balik buku catatan dan buku diktatnya.

"Buat ulangan susulan."

"Oh, iya. Lo gak masuk ya waktu itu," kata Caca. "Eh, tapi soalnya gak susah kok, Dre. Catetan bab tiga itu keluar semua kalo lo pelajarin."

"Oke, deh."

Andrea menambah keseriusannya saat mempelajari materi ulangan harian biologinya. Sudah sepuluh menit sejak bel pergantian pelajaran, Bu Irene tidak kunjung masuk ke kelas. Sementara suasana kelas semakin ribut. Andrea sama sekali tidak berharap ketidakhadiran Bu Irene hari ini, karena bila beliau tidak hadir, itu berarti ulangan susulannya akan dilaksanakan minggu selanjutnya lagi.

Syukurlah.

Sosok Bu Irene sudah duduk di kursi depan, dan memulai mengabsen nama-nama siswa kelas 12 IPA 3.

"Andrea Indirana."

Andrea mengangkat tangannya, "hadir, Bu."

"Oh, ya, kamu belum ulangan harian bab tiga minggu lalu, ya. Habis ini kamu langsung susulan ya."

Andrea hanya mengiyakan kalimat yang diucapkan Bu Irene. Sedangkan wanita itu kembali melanjutkan mengabsen nama-nama siswa. Setelah selesai, Andrea kembali dipanggil untuk maju ke meja guru di depan kelas, dengan seorang siswa lainnya yang tidak ikut ulangan minggu lalu juga.

Minggu lalu, Andrea sakit, hingga tak memungkinkan dirinya untuk datang ke sekolah dan mengikuti pelajaran pada hari itu. Padahal ia sudah siap, lengkap dengan seragam sekolahnya. Tiba-tiba saja Andrea tak sadarkan diri saat hendak mengenakan sepatunya. Lalu, Bundanya menelepon ke wali kelas agar memberikannya izin untuk tidak menghadiri kelas.

"Zahira Amanda," kata Bu Irene melanjutkan menyebut nama-nama siswa. Si pemilik nama pun mengangkat tanganya memberi tanda bahwa dirinya datang. "Yang minggu kemarin belum sempat ulangan harian bab 3, maju kedepan," ucap Bu Irene. Merasa dirinya adalah orang yang dimaksud oleh wanita paruh baya itu, Andrea maju ke depan kelas seperti apa yang sudah diperintahkan sebelumnya.

Andrea bernapas lega saat Bu Irene membagikan selembar kertas berisi 15 soal essay biologi, karena ia mengira bahwa hanya dirinya yang akan mengikuti ulangan susulan kali ini, dan bisa berkonsentrasi menyelesaikan soal ulangan. Ternyata kelegaan yang wanita itu alami tidak berlaku sepanjang waktu sekolahnya, selang beberapa menit kemudian pria yang duduk di sisi pojok kelas berdiri dan sedikit berlari menuju meja Bu Irene untuk... meminta soal juga. Baiklah, setidaknya hanya berdua, tidak ramai-ramai.

"Kalian kerjakan ini di perpustakaan ya, jangan mengobrol. Ibu beri waktu hanya 45 menit, tidak lebih. Jam pelajaran kelima, kalian harus sudah sampai di kelas lagi, mengerti?" Andrea dan pria itu mengangguk tanda bahwa mereka mengerti dengan apa yang baru saja Bu Irene sampaikan. Lalu, wanita itu mempersilakan keduanya untuk langsung menuju perpustakaan dan mengerjakan soal mereka.

Andrea jalan lebih dulu mendahului pria yang diketahui namanya adalah Nendra, lengkapnya Nendra Putra Atmadja. Pria yang terkenal seantero sekolah, bahkan ibu-ibu kantin pun kenal dengan pria itu-sesekali Andrea mendengarnya. Untuk dikalangan siswa perempuan di sekolah, namanya juga sudah tak asing lagi. Namanya sering disebut oleh beberapa kelompok siswa yang pada jam istirahat ada di koridor, hingga terkadang menutup akses jalan koridor karena terlalu banyak anggotanya. Nendra sendiri juga punya gengnya sendiri, lebih tepatnya orang-orang terdekatnya di sekolah; Farhan, Bobi, dan Juan. Mereka berempat menduduki kelas yang sama, baris bangku yang sama, hanya saja Nendra duduk dengan dan Farhan, dan Bobi dengan Juan.

Letak perpustakaan cukup jauh dari kelas mereka yang ada di lantai 3. Mereka harus menuruni tangga dua kali, dan sampai di lantai dasar,lalu harus berjalan lagi ke sisi kanan bangunan sekolah, dan menemukan ruang perpustakaan. Mereka baru saja sampai di lantai dasar, dan sedari tadi Andrea sengaja membuat jarak antara dirinya dan pria itu.

"Andrea," yang dipanggil hanya berdeham. "Cepet amat jalannya, buru-buru banget, ada apaan sih di perpus?" pertanyaan itu tidak memberikan jawaban, bagi Andrea. Anak TK juga tahu kalau di perpus ada apa. "Tau, gak?" Andrea menggeleng. "Dari awal gue sekelas sama lo, lo belum pernah ngobrol sama gue, just want you know."

"Oke, sekarang udah."

"Lo gak buru-buru kayak gini juga udah dapet nilai sembilan kok. Nah, kalo gue, buru-buru aja baru dapet enam koma delapan. Kalo gak buru-buru...ya... empatlah," Andrea benar-benar tidak tertarik mendengar cerita pria itu. Bahkan sekalipun ia tahu tujuan pria itu mengatakan hal tersebut, adalah agar dirinya tertawa, atau membahas ceritanya. "Lo gak pernah remedial, ya, Dre?"Andrea menggeleng. "Sekalipun belom? SD? SMP?" yang diajak berbicara menggeleng lagi.

"SMP pernah."

"Pelajaran apa?"

"Matematika."

"Lah, kan elo jago banget, dah? Lagi mikirin pacar ye, jadi gak fokus? Salah rumus?" Saat Nendra selesai mengucapkan pertanyaannya, mereka sampai di perpustakaan. Andrea belum menjawab pertanyaan Nendra barusan, yang jelas, sekarang mereka harus mengisi buku kehadiran perpustakaan terlebih dahulu. Lalu, mereka berjalan hendak mencari kursi. "Jawab dulu pertanyaan gue."

"Dulu gue gak suka, dan gak bisa. Waktu SD juga nilai gue gak jauh dari KKM, baru suka pas ikut bimbel."

"Ooh. Kalo gue?"

"Kalo elo gimana maksudnya?" tanya Andrea sembari menarik kursi.

🌹💐🌹💐🌹

oke bentar lagi ini tamat HAHAHAHA karena niatnya cuma 5-6 part ternyata tida bisaaa wkwkwk

Distance [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang