Minggu lalu, mama dan papa telah mendaftarkanku ke SMA swasta yang tidak disebutkan namanya oleh mereka.
Setelah diantarkan oleh Pak Abdi, aku turun dari mobil sambil memakai tas ransel yang kugendong menggunakan pundak kananku.
Aku berdiri di hadapan gedung yang ramai dengan murid berpakaian hitam putih dan dilengkapi dasi berwarna hitam sama sepertiku.
Tapi anehnya, ada satu dua murid yang memakai dasi berlambang bintang di dalam lingkaran. Hal itu mengusik rasa penasaranku untuk mengetahui arti dari lambang tersebut.
Aku berlari memasuki gerbang sekolah untuk mengejarnya namun, langkahku tertahan dan perhatianku terpusat pada sebuah papan gantung yang bertuliskan "SMA Harapan Siswa".
Harapan siswa? Memang terlihat aneh, tetapi aku terus melanjutkan langkahku karena ada yang harus kukejar. Sesampainya di dalam sekolah yang semakin lama semakin terlihat aneh, murid yang memakai dasi berlambang bintang di dalam lingkaran tersebut telah hilang ntah kemana.
Lalu aku memutuskan untuk mencari ruang kelasku. Aku berjalan di koridor sekolah, sambil meniti satu per satu nama di kertas yang tertempel pada jendela kelas.
Tak lama kemudian, aku menemukan sebuah nama "Arkas Redapsa" di jendela kelas 10Ⅴ.
"Sepuluh V?" Ujarku pelan. Setelah berpikir sejenak aku baru menyadari bahwa huruf V tersebut adalah angka romawi yang berarti 5.
"Tapi mengapa menggunakan angka romawi? Tidak seperti sekolah lain yang menggunakan huruf 1,2,3 atau a,b,c yang mudah dipahami?" Protesku dalam hati.
Kemudian, aku masuk kedalam kelas dan memilih bangku paling belakang. Aku melirik jam tanganku yang menunjukan pukul 06.40. Bel masuk masih 20 menit lagi dan baru beberapa murid yang datang.
Aku memutuskan untuk keluar dan berkeliling sekolah.
Aku melihat satu per satu kelas yang memang nomor urutnya bertuliskan angka romawi serta ruang guru I dan ruang guru II.
Aku sedikit heran mengapa dibuat 2 ruangan guru di sekolah ini, tetapi aku mengacuhkan hal tersebut karena ada hal lain yang manarik perhatianku.
Sebuah ruangan yang terletak di sebelah ruang guru II, ruangan tersebut berpintu kayu dengan ukiran halus di bagian atasnya dan sedikit berdebu di sela- selanya. Aku membaca papan berukuran 10 x 30 cm yang bertuliskan "Kelas Harapan".
"Ha?" Ujarku pelan, sambil membersihkan papan tersebut untuk memperjelas tulisan. Dan memang benar, disini tertulis Kelas Harapan. Tapi apa itu? Aku memutuskan untuk membuka pintu ruangan tersebut, tapi...
"Eghem!" Aku tersentak, lalu menoleh kebelakang dan menyadari kedatangan seorang guru berwajah tirus dengan tahi lalat di pelipis kanannya.
"Kamu ngapain di sini?!" Ucap guru tersebut.
"Emm.. Saya hanya melihat keadaan sekitar saja Bu." Jawabku gugup tetapi sopan.
"Sebentar lagi bel masuk berbunyi, sebaiknya kamu kembali ke kelas sekarang." Sarannya.
"Iya Bu." Aku mengangguk, lalu berjalan meninggalkannya.
Dari kejauhan, aku masih melihat guru berpakaian serba hitam tersebut memasuki ruang guru II.
Sesampainya di kelas, aku menyadari ada sebuah tas yang tergeletak di samping bangkuku.
Kemudian aku duduk dan tak lama setelah aku duduk, ada seorang anak laki- laki menyusul duduk di sampingku.
"Hallo!" Sapanya.
"Juga." Jawabku singkat.
"Namaku Rey dan kamu?"
"Aku Ar." Jawabku.
"Ar?"
"Ya, Arkas Redapsa" Jelasku.
"Ooo, oke salam kenal."
"Kembali."
Kringgggggg!!!!!!!!!!!!!!!!! Kringggggggg!!!!!!!!!!Kringggggg.......!!!!!!!!!!!Bel masuk pun berbunyi.
Hari pertama sekolah sangat membosankan, semuanya diisi perkenalan oleh para guru lalu dilanjut penjelasan mengenai peraturan sekolah oleh kakak kelas tingkat atas.
Dan yang kudengar hanya setiap pelajar wajib blablablablaaa... ntah apalah itu. Tetapi, ada satu peraturan terakhir yang menjadi pusat pikiranku.
"Setiap pelajar dilarang untuk memasuki kelas harapan, terkecuali untuk pelajar yang berkepentingan".
Kelas harapan? Bukannya itu kelas yang hampir kumasuki tadi pagi? Aku ingin bertanya alasan sekolah melarang pelajar lainnya untuk memasuki kelas tersebut.
Tetapi, baru aku menelan ludah, bel sudah berbunyi 4 kali pertanda pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
An Unreal REALITY
FantasyKisah ini bermula ketika peristiwa yang tak terduga datang menghampiriku. Saat umurku beranjak 5 tahun, beberapa benda yang kutunjuk seketika terangkat, lalu melayang seolah- olah ada yang menggerakannya. Apakah itu aku? Atau mungkin makhluk lain...