Kelas Baru

168 31 12
                                    

"Ini kelas barumu." Ucap bu Kirana memecah keheningan.

"Kelas Baru?" Tanyaku keheranan.

"Ya, kelas baru." Jawabnya datar.

"Kami terpaksa memindahkanmu ke kelas baru karena suatu peristiwa- ulahmu sendiri." Guru itu menjelaskan.

Aku menyimak.

"Mengenai misteri hilangnya tong sampah sekolah beberapa hari yang lalu, kamu bukan pelakunya?" Bu Kirana menghardik.

Aku terbelalak.

"Dasar bodoh! Ulahmu itu hampir saja membuat ricuh sekolah."

"Bagaimana Ibu bisa tau?" Tanyaku keheranan.

"Tentu saja aku tau! Hal itu sangat mudah bagiku, nak. Bahkan kegiatan apa saja yang kau lakukan saat mandi atau bahkan isi mimpimu pun aku bisa mengetahuinya."

"Astaga, guru itu bisa mengetahui kegiatanku di kamar mandi. Atau jangan- jangan dia bisa melihatku mandi!" Lontarku dalam hatiku.

"Hei! Aku tidak se-keji itu untuk mengintipmu mandi." Protesnya tidak terima.

"Ya Tuhan! Bahkan dia bisa mengetahui bisik- bisik hatiku." Aku terbelalak sekali lagi.

"Sudah kubilang, itu sangat mudah kulakukan." Guru itu terus berceloteh menjawab ucapan hati kecilku ini.

"Astaga, bahkan tanpa mengeluarkan sedikit suarapun aku bisa bercakap- cakap dengannya." Aku kembali berbisik dalam hati.

"Sudah, cukup. Bisakah kau berbicara? Bicara menggunakan suara maksudku. Asal kau tau, untuk mengetahui satu kata hatimu saja memerlukan tenaga- ya walaupun tidak banyak, itu melelahkan.

"Baiklah." Aku mengeluarkan suaraku.

"Nah, sekarang kamu adalah muridku. Dan aku adalah gurumu. Paham?"

Aku mengangguk.

"Perlu kujelaskan, murid yang berada di Kelas Harapan adalah murid Istimewa, Terpilih, dan Terlatih. Kau bisa menyebutnya ITT. Karena kau bersama murid- murid ITT lainnya berbeda dan kami menyukai perbedaan itu. Maka dari itu, kami memasukkan kamu ke dalam kelas ini. Tidak banyak murid yang berada di kelas ini, hanya 50 orang, ditambah kau itu berarti 51.
Sebenarnya, hanya 50 murid paling ITT yang diperbolehkan masuk Kelas Harapan. Dan karena aku tau kau bukan murid biasa, aku mengusulkanmu kepada Ya Adam Kelas Harapan untuk memasukkanmu ke kelas ini. Tidak banyak guru yang menyetujuinya. Oleh karena itu kami mengadakan rapat yang cukup panjang. Dan setelah melewati banyak perdebatan dari beberapa pihak, akhirnya permintaanku disetujui Ya Adam Kelas Harapan, dengan syarat kau berada dinaunganku dan kau adalah murid terakhir yang kami terima.
Esok, kau harus mengikuti tes elemen untuk mengetahui elemenmu. Apakah air, api, udara, tanah, atau cahaya. Tes tersebut akan disaksikan Ya Adam Kelas Harapan dan Ya Madam Kelas Harapan serta guru dan murid- murid lainnya di hari pelantikanmu. Dan setelah itu kau akan membacakan sumpah. Jangan sekali- kali kau melanggar sumpah tersebut. Karena sedetik sesudah kau mengucapkan sumpah, rekaman suaramu akan terkonfirmasi ke goa karantina. Sekali kau melanggarnya, segel karantinamu akan terbuka dan kau akan terhisap ke dalamnya. Itu adalah hal paling mengerikan dan ditakuti seluruh murid.
Pernah ada satu murid yang melanggar sumpahnya. Perlahan tubuhnya berwarna ungu dan seketika menghilang ditelan asap hitam dan tak pernah kembali hingga saat ini. Banyak yang mengatakan bahwa ia telah tewas dimangsa monster bertanduk merah. Penunggu goa karantina. Oh tidak. Jika benar, itu sangatlah mengerikan, nak. Kuharap kau tidak akan pernah mengalaminya." Ia mengusaikan penjelasannya

Aku meringis ngeri mendengarnya. Kelas Harapan bukanlah kelas biasa. Nyawaku akan menjadi taruhannya. Aku sama sekali tidak mempunyai niat sedikit pun untuk melanggarnya.

"Astaga, sepertinya penjelasanku telah membuatmu takut. Maafkan aku nak, aku tidak bermaksud untuk menakutimu. Tenanglah, akan banyak pengalaman seru di kelas ini. Persiapkan dirimu untuk esok."

"Tidak apa Bu, aku mengerti." Suaraku parau.

"Ohh tidak, hentikan memanggilku dengan kata "Bu" itu akan membuat telingaku sakit selama dua hari. Kau bisa memanggilku Miss Kirana."

"Oh, baiklah. Maafkan aku-Miss."

"Tidak apa- apa, nak. Kau bisa pulang sekarang. Semoga Tuhan memberkatimu esok. Dan maafkan aku belum mengajakmu berkeliling hari ini. Mungkin lain kali.

Aku mengangguk. Lalu meninggalkan kelas tersebut, menutup pintu kayu yang terukir sangat rapi di setiap sisinya.
Real or not. This is my story.

***

Bersambung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

An Unreal REALITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang