Satu kalimat terakahir sebelum kepergiannya yang sampai sekarang terekam jelas dibenak gue adalah:
" Dua tahun bukan waktu yang singkat, kita sudah bersama-sama selama itu.
Aku dan kamu sama-sama istimewa, mungkin itu adalah alasan mengapa Tuhan mempertemukan kita berdua dan mempersatukan kita dalam cinta, kita sama-sama memiliki sebuah organisasi sehingga kita bisa saling mengerti keadaan kita masing-masing. Kita sempat terpisah dan takdir cinta yang menuntun kamu balik lagi ke aku.
Dan apa yang ada pada kita saat ini adalah berkat masalalu. Kamu tahu perasaanku, kamu tahu hatiku, dan kamu juga tahu perbedaan apa yang menghalangi kita. Jika kita bisa bersama dan melewati 2 tahun ini, bukan tidak mungkin kita bisa bersama selamanya. Sekarang maukah kami selamanya disamping aku?
Maukah kamu, sampai kita siap untuk menikah mendampingiku?
Maukah kamu menjadi muslim untuk aku???"Dan saat itu gue cuma bisa nangis. Gue sadar kalau gue sudah besar dan sebentar lagi akan bekerja ataupun menjadi mahasiswa, gue tahu hubungan ini ga nain-main lagi. Gue sangat-sangat ingin bersama dia, tapi gimana dengan agama gue?? Gimana dengan bokap dan nyokap gue?? Kenapa gak dia saja yang menjadi kristen dan kita kita hidup bahagia?? kenapa harus gue yang mengalah?? kenapa??
Gue nyerah...
Gue kalah dengan agama, gue kalah dengan keadaan..
Dan kita putus, bener bener putus dan ga mungkin lagi kembali seperti dulu saat masih bersekolah. Karena saat masih bersekolah pun kita pernah putus nyambung sebanyak 4 kali namun selalu kembali lagi dan makin menguatkan pondasi cinta kami. Dan kali ini benar-benar selelesai.
Gua nangis dan akan terus nangisin dia sampai hati gue benar-benar bisa melepas dan mengikhlaskan perpisahan kita.