F L A M E (Last)

163 14 2
                                    

WARNING!!

Di chap ini mengandung kekerasan, dan juga pembunuhan, bagi yang merasa ga tega, gausah baca gapapa. Bagi yang suka kekerasan, silahkan di baca. Aku sudah ngingetin loh ya. Kalo sampe ada yang muntah, jijik, jangan salahin aku. Memang ceritanya begitu.

Terima kasih!

Satu Tahun Kemudian...

Ketukan pantofel milik seorang pria tua namun tampak berwibawa memenuhi ruangan rapat saat ia memasuki ruangan itu membuat semua para tamu undangan rapat berdiri untuk menyambut kehadirannya.

"Silahkan dimulai rapatnya, tuan" ucap sang asisten mempersilahkan atasannya untuk memulai rapat.

Selama dua jam setengah rapat itu terlaksana, akhirnya selesai bertepatan dengan jam pulang kantor, mereka pun memutuskan untuk langsung beranjak ke rumah masing-masing.

"Ah, besok Weekend kan?" ucap seseorang kepada bawahannya saat mereka keluar ruangan rapat bersama, yang diajak bicara mengangguk.

"Memang ada apa? Presedir?" tanya pemuda itu.

"Aku ingin menginap di rumah mu, apa boleh? Yaahh anggap saja ini sebagai pendekatan diri dengan asisten baru ku, ne?" rangkulan erat, bagai dua yang orang sudah lama kenal, sang presedir berikan pada asisten barunya.

Sang asisten pun mengangguk sambil tersenyum.

Sang presedir memang sering menginap di rumah para karyawan atau asisten barunya, karena baginya dengan cara itulah ia bisa mengakrabkan diri dengan pegawainya.

"Tentu saja pak" kemudian mereka pun kembali melangkah keruangan masing-masing untuk bergegas pulang.

"Wahh rumah mu besar juga" ujar sang presedir saat ia datang di kediaman sang asisten, pemuda itu membawa koper sang presedir untuk meringankan bawaannya.

"Silahkan bersantai dulu, pak" sang asisten menuntun atasannya untuk duduk di sofa, mengambil remote televisi lalu menyalakan alat eletronik itu.

"Aku akan membawa kopernya ke dalam kamar bapak, dan membuat minum ya"

"Hahahah kau sungguh asisten yang baik, terima kasih ya" komentarnya, menatap asistennya itu sambil tersenyum bangga.

Lalu, tak lama kemudian secangkir kopi sudah pemuda itu hidangkan di hadapan sang atasan, ia duduk di samping pria tua itu.

Mengobrol dengannya tentang pekerjaan, tekadang tentang tayangan bola yang tengah mereka tonton.

Sampai pada akhirnya, sang presedir meminum kopi yang asistennya buat.

"Ugh" mata pria itu terpejam "Yuri... Kenapa kepala ku sakit sekali?" pemuda yang dipanggil itu panik.

"Eh? Kenapa?" ia berdiri dari duduknya dan mencoba mengurut kepala sang atasan, namun bukannya membaik sang presedir malah semakin parah keadannya, tubuhnya kejang-kejang, dan mulutnya mengeluarkan busa.

Tak lama, tubuh itu berhenti bergerak dan kepalanya menunduk. Yuri memeriksa nadi dan juga detak jantung sang presedir.

Saat tahu kalau detak jantungnya berhenti, Yuri menyeret tubuh besar itu menuju sebuah ruangan, membuka pintu lalu melempar jasad itu seperti boneka.

"HAHAHAHAHAHA" ia tertawa puas sambil menuruni anak tangga, berjongkok menatap atasannya yang baru saja menjadi mayat.

Memasang wajah penuh kesedihan "cepat sekali matinya, tidak seru" lalu, tatapannya mengarah pada jasad lbu dan Ayahnya yang sudah tergeletak di lantai, tersisa tulang berulang "tidak apa, kali ini aku mengizinkan mu cepat mati, untuk menemani kedua orang tua ku hahahaha" tak puas sampai disitu saja, Yuri mengambil pisau lipat yang ada di saku celananya lalu menusukan pisau itu di wajah sang atasan.

MalignityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang