Aku berlari. Sekuat tenaga menjauhi Kamal yang sedang bermesraan dengan seorang wanita di pinggir jembatan. Wanita itu berkulit putih dan berambut hitam lurus panjang dengan tubuh semampai. Tentu berbeda jauh dengan tubuhku yang hanya tinggal tulang dibalut kulit. Itukah alasan Kamal berpaling dariku?
Aku masih berlari. Kurasakan butiran air mulai melelehi pipiku. Sakit di kakiku sudah tak lagi sebanding dengan luka di hatiku, meski baru beberapa saat lalu aku mengeluhkan kakiku yang keseleo karena memaksakan diri mengenakan higheels agar terlihat lebih cantik di mata Kamal. Aku mengutuk dalam hati. Tunangan macam apa yang tega berpaling ke pelukan wanita lain saat hari pernikahannya sudah semakin dekat?
Aku terus berlari. Ingin kulepaskan penat dan gejolak di hati ini dengan berteriak, namun tak sedikitpun pita suaraku mampu bergetar. Napasku mulai terengah, bayangan Kamal dengan wanita itu tak juga hilang dari pelupuk mataku. Aku merasa seolah dapat melihatnya lagi dan lagi.
Bukan. Ini bukan bayangan. Aku benar-benar melihat mereka. Bagaimana mungkin? Aku telah berlari begitu jauh dan kembali ke tempat ini lagi? Apakah aku berlari memutar? Sepasang mata Kamal kini melihatku, dan ia tersenyum. Senyum yang sama seperti saat pertama ia menyatakan cintanya kepadaku dulu. Belum habis semua keherananku, wanita yang semula memeluk Kamal itu justru mendorong tubuh Kamal hingga terjatuh dari jembatan. Aku tercekat, sontak aku berlari mendekat namun yang kudengar hanya suara Kamal, menggema di gendang telingaku "Mala, sehebat apapun kita bertengkar nantinya, yakinlah bahwa aku akan selalu mencintaimu"
Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Tunanganku tidak boleh mati dengan cara seperti ini, terlebih setelah dipeluk wanita lain. "Kamaaaaalll" aku berteriak namun lagi-lagi suaraku tertahan. Lalu, wanita itu menghilang. Kemana perginya wanita itu? Tiba-tiba aku merasakan bahuku diguncang oleh sesuatu. Mataku yang sembab pun terbuka dan aku mendapati sosok kakakku, Mas Kunto di bibir kasur.
"Wooy, bangun! Ngelindur mulu lu. Makanya kalo mau tidur tuh baca doa dulu", ujarnya datar.
Aku tidak menjawab, hanya mengangguk lemah. Mimpi. Ternyata itu mimpi. Dengan cepat memoriku kembali ke masa kini dan mendapati kenyataan yang tak kalah buruknya dengan mimpiku barusan, meski dalam konteks yang berbeda. Kedua ujung mataku pun kembali mengeluarkan butiran air dengan deras. Mas Kunto yang melihatku hanya menggeleng sambil berbisik "Udahlah, cuma orang lemah yang gak bisa bangkit karena patah cinta. Gue tau lu kuat" ucapnya sambil mengacak-acak rambutku yang memang sudah berantakan.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/126886670-288-kcb3925.jpg)
YOU ARE READING
SiMalaKama(L)
Teen FictionButiran air bening keluar lagi dari sudut-sudut mataku. Aku merasa sangat lelah. Padahal seperti yang tadi Ratna bilang, aku hampir belum melakukan pekerjaan apapun di kantor lembaga kursus Bahasa Inggris dan komputer yang baru mempekerjakanku sebul...