Enam belas: Pulang!

72 6 1
                                    

"Dari mana kamu?!" tanya sang mama kepada icha.

Icha hanya mendengus pelan kemudian kembali berjalan tanpa berniat menjawab atau menoleh kepada mamanya.

"ALICIA! berhenti disitu, mama lagi bicara!" bentak sang mama.

Seketika icha berhenti berjalan dan berdiam diri tanpa menoleh kepada mamanya. Saat icha ingin jalan kembali sang mama langsung menarik lengan icha dan membawanya, ke ruang tamu.

"Icha, mama tanya sekali lagi. Kamu abis dari mana?"
sang mama menghembuskan napas kasar

"mungkin kamu mikir mama ga sayang sama kamu, karna semenjak kamu gak pulang mama ga nyariin kamu. Iya kan?" icha sama sekali tidak berniat untuk menjawab malah sekarang dirinya pura-pura sibuk memainkan ponselnya.

"Cha, soal seminggu yang lalu mama minta maaf karna--"

"Buat apa situ minta maaf? Sekarang semua udah jelas kan, kalau situ tuh gak sayang sama saya!" jawab icha mantap.

Sang mama menghela napas dalam-dalam. Kenapa susah sekali menjelaskan kepada anak semata wayangnya ini? Andai saja jika suami beliau ada disini mungkin, tidak akan serumit ini.

"Kalau mama gak sayang, kenapa mama mau ngelahirin kamu? Kalau mama gak sayang kenapa mama mau ngurusin kamu sampe sebesar ini. Cha denger mama, gak ada orang tua yang gak sayang sama anaknya! "

"Udahlah ma, icha cape. Icha pengen tidur semuanya udah jelas kok"

Kemudian icha berjalan dan meninggalkan mamanya yang sedang duduk di bangku ruang tamu, baru saja sampai tangga ke dua.

"Cha, dengerin mama dulu sayang"

Icha berhenti lalu berbalik dengan langkah berat dirinya berjalan ke arah mamanya.

"Kenapa manggil aku sayang? Tumben ada dirumah, biasanya juga pulang tengah malam kaya jalang! Udah sadar apa emang gak nyadar!"

"Duduk dulu sayang, mama bakal jelasin semuanya asal kamu duduk dulu. Dengerin semua penjelasan mama"

Sang mama menarik napas dalam-dalam, kemudian di buang kasar. "Jadi ada yang mama sembunyiin dari kamu" icha langsung mendongak menatap mamanya. Setelah mendengar ada yang di sembunyikan oleh sang mama.

Dengan sorot mata kesedihan dan pancaran mata lelah, mama mulai menjelaskan "jadi mama nyimpen rahasia yang mama simpen sendiri, mama gak mau cerita karna mama belum siap. Mama gak mau, lihat Putri kesayangan mama sedih cuma karna penjelasan yang mama akan ceritakan. Mama gak bisa cerita sekarang cha. Mama--"

Icha langsung memeluk erat mamanya yang hendak menangis "stop ma, icha gak akan maksa mama buat cerita. Kalau mama belum siap jangan di paksa ma, icha gak mau lihat mama sedih. Icha gak mau lihat mama nangis kaya gini, walawpun mama jarang di rumah icha tetep sayang sama mama. Walawpun mama jahat walawpun mama apapun itu, mama ya tetap akan jadi mama aku, selamanya bakal tetap begitu"

"Maafin aku ya ma, aku terlalu egois. Seminggu yang lalu gak usah di bahas, lupain aja. Disitu aku bener-bener kesepian. Makanya aku ngomong begitu. Tapi sekarang aku sadar, mama gak akan kaya gitu kalau tanpa adanya sebab. Icha udah dewasa ma sebentar lagi icha 18 tahun. Jadi kalau ada apa-apa, mama jangan pendem sendiri mama jangan pikul sendiri. Berbagi sama icha, icha siap buat dengerin keluh kesah mama. Mama gak sendiri ko ada icha yang bakal selalu jagain mama, ada icha yg selalu ada buat mama"

Icha melepaskan pelukannya dan mengusap buliran bening yang mengalir di pipi tirus mama-nya.

"Sekarang icha udah ngerti maksud mama, sekarang kalau ada apa-apa. Mama berbagi sama icha. Icha udah bukan anak kecil lagi ma, mama anggap icha jangan cuma sebagai anak. Tapi mama anggap icha anak sekaligus teman buat curhat mama ya, icha sayang sama mama. Kapanpun itu dan selamanya bakal tetap begitu"

"Dear icha📝" (SLOW UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang