Dua tahun berlalu, kini Varf dan Lola berusia 6 tahun. Mereka masih melanjutkan kegiatan mereka berlatih sihir bersama Peroma. Tentu saja orang tua Varf sudah mengetahui kehebatan anaknya melalui Peroma, tapi mereka belum pernah melihat Varf menggunakan sihirnya secara langsung. Lola yang berbakat sejak lahir juga dapat mempelajari sihir dengan cepat.
Siang ini pun Varf kembali berkunjung ke rumah Lola untuk bermain dan berlatih sihir bersama. Seperti biasa, Peroma mengeluarkan buku-buku koleksinya untuk di pelajari bersama. Dia pun menulis semua teknik dan mantra sihir yang ia pelajari dari Varf. Bagi Peroma, Varf adalah anak jenius yang abnormal. Jika bukan dia yang menyaksikannya sendiri, dia tidak akan percaya bahwa mantra-mantra tersebut berasal dari pemikiran anak berumur enam tahun.
Melihat Varf yang sedang sIbuk, Peroma datang menghampirinya untuk melihat apa yang sedang Varf kerjakan. Saat itu Varf sedang sIbuk bermain-main dengan sihir api. Dia membuat 15 bola api dan membaginya dalam beberapa ukuran. Itu bukanlah hal yang biasa. Mengontrol sihir memang dasar dari seorang penyihir. Namun pada dasarnya, penyihir biasanya hanya dapat mengontrol 5-10 bola api. Sedangkan Varf dapat membaginya hingga 15 dalam ukuran, suhu, dan kepadatan yang berbeda-beda. Tentu saja kemampuan mengontrol sihir ini sudah lebih dari cukup untuk menjadi instruktur sihir.
Melihat itu semua, Peroma berniat menawarkan agar buku-buku yang ia tulis bisa dijual ke Akademi. Dengan itu kemungkinan besar Varf bisa menjadi seorang instruktur dan menjadi seorang terkemuka di Ibu kota. (ah, instruktur muda, ya?) Peroma tenggelam dalam khayalannya membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Varf, apakah Bibi boleh menjual sihir-sihir yang kau kembangkan?"
"Tunggu sebentar Bibi. Jika Bibi berniat untuk menjualnya, sebaiknya Bibi menunggu yang satu ini." Varf terlihat sedang meningkatkan konsentrasinya untuk membuat sebuah bola sihir yang lainnya.
Peroma tertegun. Tetesan keringat mulai muncul di dahinya. Dia menyipitkan matanya agar pandangannya fokus pada apa yang Varf lakukan. Dan....
*Busshh*
Api biru muncul. Peroma jatuh kebelakang karena terkejut. Untuk beberapa saat dia hanya bisa diam terpaku. Api biru, merupakan api yang kelasnya berada diatas api merah. Dalam sejarah 1000 tahun ini hanya Elgartz sang pahlawan yang bisa menggunakannya. Meskipun tidak ada yang tau bagaimana cara membuatnya, namun dari kisah dan pengetahuan yang ada saat ini untuk menciptakan api biru diperlukan kontrol sihir yang baik dan jumlah sihir yang cukup besar.
"Fiyuhh.... aku hanya bisa membuat api biru sekecil ini." Varf terlihat kecewa, matanya terlihat sayup akan ketidak puasan.
"Ti-ti-tidak! Ini luar biasa, bagaimanapun juga dapat membuat api biru adalah hal yang luar biasa. Kau tahu, kau baru berumur enam tahun Varf! Kau sudah bisa menciptakan api biru. Itu bukanlah sesuatu yang bisa di buat bahkan oleh penyihir terkuat saat ini."
Varf mulai berfikir akan usianya. Bahkan dikehidupan sebelumnya dia hanya bisa menciptakan api biru saat berusia 28 tahun. Jika dibandingkan dirinya yang sekarang, ini merupakan sebuah peningkatan yang sudah melebihi kewajaran. Mungkin, ingatannya di akhirat membuatnya berekspektasi terlalu tinggi. Untuk membuat api putih mungkin masih terlalu awal baginya.
"Benar juga, aku masih berusia enam tahun," Varf tersenyum seraya mengepal kedua tangannya, "saat aku dewasa nanti, aku pasti sudah bisa mengendalikannya dengan bebas!"
"Y-ya, hehehe...." sesaat wajah Peroma seolah mengatakan (ah, dia benar-benar anak kecil) "omong-omong Varf, jelaskan kepadaku tentang menciptakan api biru ini. Aku akan menulisnya di buku dan menjualnya ke Akademi. Dengan begitu kau bisa menjadi instruktur di akademi tersebut."
YOU ARE READING
Kali Kedua
FantasyElgartz, sang pahlawan yang mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan kota dari serangan Demon Lord. Meninggalkan kekasihnya yang merupakan seorang Elf, Elgartz berjanji akan menemui kembali kekasihnya tersebut. Di Akhirat Elgartz diberi dua pilihan...