Bab 3 : Kesatria

7 0 0
                                    

Seorang anak remaja duduk santai di bawah pohon depan rumah. Tingginya 5 kaki dengan tubuh langsing namun berisi. Rambut panjang di ikat kebelakang dengan rambut depan yang dibiarkan terurai. Varf sekarang sudah berusia 13 tahun.

"Varf," Seorang pria bertubuh kekar dengan tinggi 6 kaki menghampirinya.

(note : 1 kaki = 30,48 cm, 5 kaki = 152 cm dan 6 kaki = 183 cm)

"Iya, Ayah?"

"Apa kau ada kegiatan? Temani Ayah keladang!" Ayah Varf, Yugh. Mengajak Varf keladang dengan senyum lebar.

"Tentu,"

Varf melompat dari posisi duduknya menjadi posisi berdiri. Dengan kedua tangannya, dia menepuk-nepuk pantatnya agar kotoran yang menempel berguguran. Ia pun berjalan menghampiri Ayahnya dengan santai dan menuju ladang bersama-sama.

Warna kontras hijaunya dedaunan yang tumbuh subur dengan warna kecoklatan tanah menyegarkan pemandangan. Kubis, wortel, dan selada tumbuh subur di sini. Haya tumbuhan kentang yang daun dan batangnya sudah layu. Itu bukan berati kentang tidak tumbuh subur, melainkan waktu panen kentang telah tiba. Varf dan Yugh meletakan perbekalannya dibawah pohon pinus berukuran sedang, bersiap untuk panen.

"Ayo kita mulai panen kita!" sambil mengepalkan tangannya Yugh memamerkan otot lengannya mengajak Varf dengan senyum lebar.

"Nn!"

Varf dan Yugh mencabut umbi kentang dengan hati-hati. Pengambilan umbi kentang harus hati-hati untuk mencegah umbi kentang tidak terlukai. Setelah semuanya terambil, umbi-umbi itu dibiarkan saja merata di lahan itu. Ini maksudnya agar umbi terangin-anginkan dan terkena matahari langsung sehingga kulit umbi menjadi kering. Sambil menunggu kentang kering, mereka melanjutkan untuk memanen sayuran yang lain.

Selesai memanen, Varf dan Yugh duduk bersandar dibawah pohon pinus. Mereka memakan perbekalan yang mereka bawa dari rumah.

"Ayah," suara Varf datang memulai pembicaraan.

"Ya?"

"Jika Ayah dulunya adalah seorang kapten kesatria kerajaan, kenapa Ayah menjadi seorang petani disini?"

"Bukan apa-apa, sih," Yugh menatap langit-langit sambil memikirkan kembali tindakannya, "kau tau, saat ini dunia telah damai. Ratu menyatukan seluruh negri, membuat perjanjian perdamaian. Bukannya Ayah tidak senang, Ayah justru senang jika dunia bisa damai. Tapi, Ayah jadi tidak memiliki apapun untuk dikerjakan di Ibu kota. Hanya duduk santai menerima uang dari pajak benar-benar bukan gaya Ayah."

"Bukankah saat ini masih ada Magic Beast?"

Magic Beast adalah mahluk menyerupai hewan dengan kekuatan sihir dan memiliki kecerdasan lebih tinggi dari hewan biasa. Meski demon saat ini sudah tidak mengancam umat manusia, tapi Beast masih bisa menyerang kota dan pemukiman sewaktu-waktu.

"Di Ibu kota dan kota-kota besar lainnya, banyak kesatria elit disana. Lagipula Ratu tidak akan membiarkan Beast senaknya masuk ke Ibu Kota. Justru karena perdesaan seperti ini hanya ada sedikit penjaga, itulah mengapa Ayah memilih untuk menetap ditempat ini."

"Benar juga, ya?" Varf menghelakan nafasnya memasang wajah seakan masah sudah selesai.

"Ya, jika nanti Ibu kota diserang sesuatu yang besar seperti naga, Ayah akan buru-buru ke Ibu kota untuk membantu. Hahaha...." seusai tertawa lepas, Yugh menengok Varf yang tengah duduk bersantai "Memangnya ada apa? Tiba-tiba kau bertanya seperti ini."

"Tidak, aku hanya sedikit khawatir. Tadinya ku pikir Ayah menjadi seorang kriminal dan bersembunyi di suatu desa terpencil. Hahahaha.... leganya buka itu yang ter-"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 10, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kali KeduaWhere stories live. Discover now