Arya Vishaka -- 1

1.1K 81 0
                                    

Siang ini Tedy memintaku untuk menemaninya fiting busana. Sepupuku yang satu itu telah berhasil meminang pujaan hatinya dan mereka akan menggelar pernikahan dalam waktu dekat. Jujur aku sedikit iri, Tedy mendapatkan semua yang diinginkan dengan mudah. Cinta. Restu orang tua. Om Langit dan Tante Sinta memang terbiasa bersikap terbuka dan friendly dengan anak-anaknya. Terhadap Nayla yang anak gadis saja mereka memberi kebebasan, bahkan mereka hanya tertawa terpingkal-pingkal saat mengetahui si bungsu itu kena batunya karena naksir tetangga mereka yang sudah beristri. Aku tak seberuntung Tedy dan Nayla. Bukan karena orang tuaku yang terlalu mengekang, hanya saja kenangan pahit masa lalu mereka rupanya tidak bisa lenyap begitu saja. Aku belum lama tau kenyataan yang sebenarnya. Aib yang membuat orang tuaku menikah. Kesalahan fatal ayah pada ibu yang notabene adalah sepupunya sendiri. Dan hal itu yang selama ini menghantuiku. Membelit otakku. Merajam perasaanku. Apakah memang buah jatuh tak pernah jauh dari pohonnya?

"Nyangka nggak sih, Bro... Tedjaputra Dewanggara akan nikah secepat ini?!" Seruan Tedy membuyarkan lamunanku.

"Cepat gimana? Bukannya kalian udah pacaran dua tahun?" protesku.

"Iya juga sih. Tadinya nggak mau buru-buru, cuma... kayaknya aku lemah iman kalau dekat-dekat Ovi. Jadi pengen cepet-cepet halalin biar bisa didekap seharian."

Aku cuma nyengir. "Otakmu udah pindah ke bawah?"

"Daripada dosa, Bro..."

Suara Tedy yang lempeng justru membuat sudut hatiku tercubit. Satu lagi pertanyaan untukku. Aku ini sekedar pengecut ataukah memang pendosa?

Ada ragu yang mendesak ketika aku akan menginjakkan kaki di butik tempat tujuan Tedy. Entah kenapa perasaanku tak tenang. Sementara Tedy telah duluan masuk. Sayup-sayup kudengar suaranya tengah berbincang. Kutepis segala prasangkaku dan bergegas menyusul ke dalam.

"Oya Ta, kenalin sepupuku... Arya."

Mendadak sosok di hadapanku membuatku bagai kejatuhan bom atom. Aku tahu dia pun tengah sama-sama terkejut sepertiku.

"Tita..?" Lirihku seakan tak yakin dengan apa yang kulihat.

"Kalian saling kenal?" tanya Tedy.

Tita diam saja, tak berusaha menanggapiku maupun menjawab pertanyaan Tedy.

"Waktu di Singapore kami pernah...."

"Ya ampun! Aku baru ingat! Kamu pernah dikirim studi banding ke Singapore beberapa bulan. Jadi rupanya kalian pernah ketemu di sana?"

Belum selesai bicara, Tedy sudah memotong kata-kataku. Aku sendiri masih bingung bagaimana menjelaskan perkenalanku dengan Tita.

Gadis itu. Jelita Agatha. Dia masih sama seperti saat terakhir aku melihatnya. Dia masih cantik seperti namanya. Sungguh tak terbayang sebelumnya kalau aku akan bertemu dengannya lagi, walaupun hatiku menginginkan sebaliknya.

"Ted.. Ovi udah nungguin di dalam," ucap Tita kemudian. Tak ingin menatapku sama sekali. Dia seakan menganggapku angin lalu.

"Oh iya, lupa.."

Tedy segera masuk ke ruang fiting. Meninggalkanku dengan sosok yang bahkan tak menganggapku ada. Dia lebih memilih sibuk berkutat dengan ponselnya. Aku tahu dia masih shock melihatku. Dan jujur saja aku penasaran dengan apa yang ada di benaknya. Mungkin aku terbilang nekat, namun aku harus tahu apa yang terjadi padanya sejak kepulanganku ke tanah air. Perlahan kakiku melangkah. Kuberanikan diri duduk di sampingnya. Tita sama sekali tak merespon.

"Nggak nyangka ketemu kamu di sini, Ta."

Ok! Ini adalah kalimat yang konyol kurasa. Tapi aku benar-benar tak tahu harus mulai dari mana.

ARYA VISHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang