Arya Vishaka -- 5

762 68 2
                                    

"Cemburu ceritanya? Kepanasan?" sindir Ovi setelah menyodorkan secangkir kopi kepada suaminya.

Baiklah! Di sinilah aku berada, rumah pasangan Tedjaputra Dewanggara dan Lovina Maharani. Aku sudah terlanjur penasaran dengan laki-laki bernama Adnan itu. Sengaja pula kupasang wajah memelas di hadapan sepasang pengantin yang baru pulang bulan madu itu demi mendapatkan informasi. Sekaligus meyakinkan apa hubungan gadisku dengan lelaki itu.

Apa mereka sudah tak marah lagi padaku? Entahlah. Aku sudah berusaha menjelaskan posisiku sebenarnya, tentu saja tanpa menyinggung tentang kehamilan Tita ataupun membawa-bawa aib orang tuaku meski kami adalah keluarga. Memang sikap Tedy sudah tak sedingin kemarin-kemarin. Mungkin ada andil istrinya juga. Ovi pun masih suka berkata sinis padaku walau aku tahu dia juga mendukungku memenangkan kembali hati sahabatnya.

"Ke mana saja dua tahun ini? Pernah mikirin posisi Tita nggak? Sekarang giliran ada nama cowok lain kamu kayak orang kebakaran jenggot," imbuh Tedy yang tampak kompak dengan istrinya untuk menyudutkanku.

"Waktu itu kamu bilang Tita masih single..." gerutuku.

"Ya emang single kan? Tita belum nikah," jawab Tedy santai sambil merangkul bahu istrinya.

"Lalu siapa Adnan?" tanyaku tak sabar lagi.

"Dia kakaknya Nadira, penulis novel itu. Adnan Rajasa. Pernah dengar?" celetuk Ovi.

Aku mengernyitkan dahi. Pantas saja Tita datang ke acara Nadira kalau memang mereka ada apa-apanya. Tapi agaknya nama itu tak asing di telingaku. Seperti familiar di kepalaku. Aku membelalakkan mata. Shit! Kalau benar itu dia aku bisa kalah saing. Tidak... tidak... aku yakin Tita masih menyimpan hatinya untukku. Hanya untukku.

"Dari tampangnya aku yakin dia sudah tahu, Sayang." Ovi tersenyum simpul pada suaminya.

Siapa yang tidak tahu? Adnan Rajasa, pengusaha muda yang baru-baru ini namanya melejit karena bisa membuat perusahaannya berkembang pesat dalam waktu yang relatif singkat. Bahkan dia memenangkan penghargaan karena prestasinya itu. Hah! Lelaki itu jelas jauh lebih mapan dariku.

"Terserahlah kalau kalian mau meledekku. Yang jelas aku nggak akan membiarkan Tita jatuh ke tangan lelaki itu," kataku dengan senyum kecut.

Tedy dan Ovi justru tertawa terbahak-bahak. Memangnya ini lelucon?

"Kamu yakin cinta sama Tita? Bahkan keluarganya saja kamu nggak kenal," sambung Ovi dengan nada mengejek.

Aku hanya melengos. Apa maksudnya bilang begitu?

"Sayang, saudara kamu ini katanya dosen, tapi kudet ternyata... mungkin nggak pernah main sosmed..." Ovi menepuk dada suaminya dan kembali tertawa. "Pak Dosen, mereka itu sepupu!" geramnya.

Aku melotot. "Sepupu? Maksudnya Tita sepupu Adnan dan Nadira?"

Ovi mengangguk. Tersenyum penuh arti.

Aku mendesah. "Orang tuaku juga sepupu. Tapi mereka menikah."

Ovi memutar matanya. "Kita ke kamar aja yuk, Yang. Aku males sama saudara kamu nih. Biarin aja dia galau sendirian!" Ovi langsung menarik lengan Tedy.

Hei, kenapa jadi dia yang sewot?

Tedy pun bangkit dan menepuk bahuku. "Punya HP canggih kan? Browsing deh profil Adnan Rajasa. Melek info jangan setengah-setengah, Bro..!" katanya lalu mengikuti istrinya yang sudah berjalan duluan.

Apa maksudnya dua sejoli itu? Dan apa-apaan mereka? Ada tamu justru ditinggal ngamar!

Aku menarik napas panjang namun tak urung mengeluarkan ponselku dan mengetikkan beberapa huruf. Kutelusuri satu per satu yang sekiranya menarik. Aku berhenti pada sebuah berita. Kubuka tergesa dengan harap-harap cemas. Sial! Sial! Sial! Mereka berdua mengerjaiku! Namun sekarang aku bisa bernapas lega. Aku masih punya harapan. Setidaknya si Adnan ini tidak akan melirik sepupunya sendiri karena sebentar lagi statusnya akan berubah menjadi seorang ayah.

ARYA VISHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang