Aku menghela napas panjang. Ternyata ini tak semudah yang kupikirkan. Ada rasa mendesak di hatiku kala kakiku kembali melangkah ke villa. Aku tahu Tedy sudah mengusirku dan tak menginginkan kehadiranku, namun aku tetap melangkah kemari. Setelah tadi pagi aku tak bisa menyaksikan secara langsung akad nikah mereka, tentunya aku akan sangat menyesal jika tak melihat sama sekali moment membahagiakan mereka. Ok, tadi pagi aku memang datang walau tak memperlihatkan diri dan hanya memandang dari kejauhan, tapi tetap saja aku tak bisa menatap langsung prosesi akad nikah yang kata orang satu moment paling mendebarkan itu. Aku hanya bisa mendengar riuhnya suara "sah" dari orang-orang yang menyaksikannya. Aku bahkan mengabaikan panggilan dari ibuku yang berkali-kali menghubungiku. Entah apa alasan yang dikatakan Tedy pada orang tuaku jika mereka menanyakanku, namun aku sempat mengirim pesan ke ibuku kalau aku ada urusan mendadak dan akan segera kembali begitu selesai. Semoga saja jawabanku cukup meyakinkan mereka, karena kurasa sekalipun Tedy marah besar padaku, ia takkan tega menyakiti hati orang tuaku dengan mengatakan yang sebenarnya.
Seperti tadi pagi, kali ini pun walau aku bisa masuk ke halaman villa, namun aku memilih menghindari orang-orang. Aku memilih menyendiri di balik pepohonan. Pengecut memang. Kata itu memang sudah patut kusandang bahkan sejak dua tahun silam. Sudahlah, aku sadar kalau semua yang terjadi memang sepenuhnya kesalahanku.
"Mas Arya..."
Aku berjengit kaget mendengar suara itu. Bagaimana gadis ini bisa menemukanku padahal aku sudah berusaha menjauh dari spot utama resepsi?
"Aku dari kemarin nyariin Mas Arya. Kata Mas Tedy, Mas ada urusan dadakan. Tapi aku nggak percaya gitu aja. Aku yakin ada yang disembunyikan Mas Tedy. Kemarin wajahnya tegang banget pas Tante Dini nanyain Mas ke mana. Apalagi pas ijab tadi pagi Mas Arya juga nggak muncul... Sekarang malah aku mergokin Mas lagi ngumpet di pohon kayak gini. Ada apa sebenarnya Mas? Kalian nggak lagi berantem kan..? Itu....." Nayla menunjuk sudut bibirku yang masih kelihatan lebam. Tentu bekasnya tak mungkin hilang dalam sehari kan?
Aku hanya tersenyum canggung. Gadis ini pasti juga tak bisa kubohongi.
"Biasalah, Nay... cowok kan emang sukanya berantem."
"Tapi aku nggak pernah lihat kalian sampai tonjok-tonjokan," tegas Nayla.
"Jangan tanyakan apa alasannya. Terlalu rumit dan aku belum siap menjelaskan apapun. Tapi yang pasti saat ini Tedy nggak ingin melihatku di sini. Kuharap kamu bisa bekerja sama, Nay. Jangan katakan pada siapapun kalau kita ketemu. Aku ingin tetap bisa menyaksikan kebahagiaan kakakmu. Aku nggak ingin merusak suasana jika sampai dia melihatku datang." Kutatap serius mata Nayla untuk meyakinkannya.
Nayla perlahan mengangguk. "Aku berharap kalian akan baik-baik saja."
Aku memegang kedua bahu gadis itu dan tersenyum. "Kita keluarga, Nay. Dan aku pastikan semua akan baik-baik saja. Sebaiknya kamu balik, nanti mereka nyariin kamu, terutama itu tuh..." daguku bergerak mengisyaratkan pandanganku pada seorang lelaki yang celingukan ke sana kemari. Yang aku tahu namanya Leon, pacar Nayla, sepupu dari cowok yang pernah ditaksir gadis itu.
Nayla hanya meringis lalu mencubit lenganku. "Daripada Mas... nggak punya pacar," gerutunya sebelum meninggalkanku.
Aku masih menatap gadis itu hingga dia bergelayut manja di lengan kekasihnya. Seperti yang pernah kubilang, kisah percintaan Tedy dan Nayla berjalan mulus seakan tanpa sandungan yang berarti. Tidak sepertiku yang mengalami hal serumit ini. Mungkin aku sendiri yang membuatnya rumit. Benar yang Tedy katakan, aku memang pecundang.
"Jadi kamu datang untuk memberi selamat pada mereka?"
Aku terkejut setengah mati mendengar suara itu. Aku takkan pernah lupa siapa pemiliknya. Benar saja! Ketika menoleh aku mendapati Tita, dengan dress panjang broken white senada dengan yang dikenakan Nayla tadi, sudah berdiri di sampingku. Hanya berjarak sekitar dua meter saja. Wajahnya begitu ayu dengan polesan make up naturalnya. Tita memang selalu cantik, bahkan saat bangun tidur sekalipun.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARYA VISHAKA
Short StoryNamaku Arya Vishaka. Dan ini adalah kisahku. Kisah yang dimulai di sebuah kota di negara tetangga kurang lebih dua tahun silam. Kisah yang terus menghantuiku hingga sekarang. Tuhan.. apakah aku memang pendosa? "Bencilah aku... hukumlah aku... Tapi j...