Bab 7 : Curhat Bersama Aa Langit
"Dor!" seru Langit tiba-tiba yang membuat Bintang yang sedang duduk manis sambil menatap layar televisi terperanjat kaget dan kacang polong yang ada digenggamannya berhamburan ke lantai.
Langit tertawa terbahak. Ia membantu Bintang memunguti kacang polong itu sambil berkata, "Kaget nggak?"
Kaget lah gue, setan. Rasanya Bintang ingin menyembur Langit dengan kalimat itu. Tapi rasanya tidak mungkin, bisa ngamuk nanti si mas.
Diluar dugaan. Bintang justru malah tersenyum, terpaksa, seperti memendam jengkel di hati kepada ... ah, rasanya Bintang sudah malas menyebut manusia yang lahir lebih dulu darinya.
Bintang menggeleng. "Enggak, kok. Udah biasa." Lalu ia melanjutkan kegiatan pungut-memungutnya.
Langit tertawa lagi. "Ah, adek suka gitu. Baper. Abang 'kan becanda doang."
Gigi lo meledak. Becanda mana yang ada acara mungutnya, umpat Bintang dalam hati.
"Udah, biar abang yang pungutin kacangnya. Kamu diem aja," cegah Langit perhatian.
Bintang tidak menyia-nyiakan waktu lagi untuk menjadikan manusia satu ini jadi babu. Ia kemudian kembali duduk di sofa yang menghadap ke arah televisi. Biarlah Langit yang megurus semuanya, tugas Bintang hanya duduk manis sambil menikmati masa-masa emasnya saat melihat Langit menjadi babu.
Setelah kurang lebih empat menit, Langit menaruh toples berisi kacang polong yang sudah di ganti dengan yang kacang polong baru di meja kecil yang terletak di samping sofa. "Beres," gumamnya puas.
"Udah?" tanya Bintang basa-basi. Lama kelamaan kesian juga melihat abangnya menjadi babu sementara.
"Sudah, Nyonya." Langit meletakkan tangan kanannya di depan perut lalu membungkuk bertingkah seperti pelayan di sebuah istana kepada Bintang.
Tiba-tiba perasaan tidak enak menyeruak di dalam hati Bintang. Tapi 'kan bukan gue yang nyuruh abang pungutin kacangnya. Hanya kalimat itu yang bisa meyakinkan Bintang dan berhenti berlaku seolah-olah dia yang menjadikan Langit pembantu.
"Kalo udah, duduk sini, Bang." Bintang menepuk sisi sebelahnya kepada Langit. Memberi kode agar sang kakak mau mendaratkan bokongnya di sofa.
Tanpa membuang waktu lagi, Langit mengistirahatkan bokongnya diatas sofa empuk. "Makasih," ucapnya pada Bintang.
Langit kemudian merogoh saku celana bokser birunya dan ponselpun muncul. Ia lalu seperti mengetikkan sesuatu disana. Dan tiba-tiba ada satu ide muncul di kepala Bintang.
"Bang," panggil Bintang.
"Hm?"
"Bintang mau curhat nih," ucap Bintang serius.
Pergerakan Langit terhenti. Ia kemudian menatap adik semata wayangnya dengan tatapan tidak percaya. "Serius?"
"Iya." Bintang mengangguk mantap.
"Ini Bintang Airlangga 'kan? Ini Bintang adek abang 'kan?" Langit memegang kedua sisi pipi Bintang dengan tatapan ah, alay banget deh.
"Iya, Abang Langit Putra Airlangga."
"Oke, oke. Tarik napas dalam-dalam." Langit menarik napas dalam, Bintang pun melakukan hal yang sama. "Buang."
Kemudian mereka membuang napas mereka secara bersamaan mengikuti instruksi dari Langit. Seakan teringat akan satu hal, Bintang menabok paha Langit kesal. "Ish, yang bener kek! Udah kayak acara yoga aja."
"Adaw!" pekik Langit. "Iya iya, Oke, serius. Kamu mau curhat tentang apa? Cowok? Kakak kelas songong? Cogan? Cecan? Guru kill—"
"Bukan tentang itu, Abang," potong Bintang.
"Terus tentang apa?"
"Jadi gini ...."
**
Hai, selamat malam Sabtu ((oke ini nggak penting)). Jangan lupa vote & coment ya :) Vote sama Komentar kalian berharga banget buat gowin, itu tuh kayak semacam serum buat bikin gowin nambah semangat lagi untuk nulis (((tuh kan malah gue yg curhat)))
Love,
Gowin.
![](https://img.wattpad.com/cover/126973464-288-k5793.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Chatting With a Wrong Number
Krótkie Opowiadania•(Completed)• Ketika Tuhan mempertemukan dua makhluk yang tidak saling mengenal. . . . ©copyright 2017 by Gowin.