PART 3

93 10 3
                                    

Ku akhiri mimpi indahku dengan melenturkan otot dan sendi-sendiku. Kudapati kamar yang jauh berbeda dari kamar yang biasa aku jadikan markas hunianku. Aku beranjak dari tempat tidur itu dan keluar untuk mencari tahu dimana keberadaanku saat ini. Aku sangat yakin kalau ini bukan rumahku karena sudah terlihat dari barang-barang, bentuk bangunan, dan penataan di setiap ruangan di rumah ini sangat berbeda dengan rumahku. Tapi dimana aku sekarang? Aku terus berjalan dan berharap bertemu dengan pembantu atau siapapun penghuni rumah ini. Dari kejauhan tampak seorang laki-laki yang tengah asyik membaca buku dan duduk di sofa sambil menghadap kolam renang yang tidak kalah besar kolam renang milikku. Perlahan-lahan kakiku melangkah mendekati cowok itu. Hampir saja aku mau menyentuh bahu dan bertanya tapi cowok itu membalikkan tubuhnya sehingga kita berdua sama-sama terkejut.

"Meyra? Lo hampir saja membuat jantung gue copot saja, " aku terkejut saat tahu kalau cowok itu adalah Zein dan kupikir ini adalah rumahnya.

"Bagaimana gue bisa di rumah lo Zein?," tanyaku sambil duduk di sebelahnya dan melihat buku apa yang sebenarnya yang ia baca.

"Gue tidak tega membiarkan lo sendirian di rumah sebesar itu. Sudah cepat mandi sana hari ini elo harus sekolah," pintanya sambil meletakkan buku yang tadi ia baca lalu menuju dapur. Aku masih saja berdiam diri di sofa itu sampai Zein kembali dengan membawa dua cangkir kopi dan memberikan satu untukku.

"Gue mau mandi di rumah, tapi lo kok udah rapi sepagi ini sih?," tanyaku sambil memandang pakaian yang ia gunakan dari bawah sampai rambutnya yang sudah basah dan aku bisa mencium bau parfum yang khas dari bajunya.

"Gue udah mandi karena jadwal kuliah gue pagi. Nggak seperti lo yang masih bau sapi, " ledek Zein sambil menggodaku dengan menjauhkan dirinya dariku dan menyeruput secangkir kopi panasnya.

"Biarin. Sekarang gue mau pulang," Zein segera menghabiskan sisa kopi itu dan langsung menyalakan mesin mobilnya.

Jalan raya masih belum dipenuhi endaraan karena matahari belum menampakkan cahayanya. Lampu-lampu dari gedung-gedung pencakar langit juga belum ada satupun yang redup. Bahkan wajahku masih belum terkondisikan dengan rambut yang acak-acakan. Zein menyalakan televisi dan mencari chanel kesukaannya sambil menunggu aku selesai mandi. Aku tidak lupa memberinya secangkir the manis hangat karena tidak baik kalau aku memberinya kopi lagi.

Kini aku kembali mengenakan seragamku setelah aku biarkan tergantung tanpa kusentuh sedikitpun selama dua hari terakhir. Kuturuni satu per satu anak tangga ternyata Zein masih saja menatap fokus televisi dengan chanel favouritenya itu bahkan dia tidak sadar kalau aku ada di belakangnya. Aku hanya menghela napas lalu menuju ke dapur dan membawa roti tawar yang sudah aku olesi dengan mentega dan selai serta taburan meises dan keju di atasnya. Aku menyodorkan sepiring roti tawar yang aku buat tadi dan menyuruh Zein untuk memakannya.

"Kurasa roti tawar ini tidak membuat perut gue kenyang. Bawa roti tawar itu ke sekolah dan makanlah ini, gue yakin kalau lo akan kenyang," Zein memberiku bingkisan makanan dan ternyata dia sudah memesan ayam goreng beserta minumannya.

Setelah semua bungkus ayam bakar itu masuk dan sudah kupastikan bahwa tidak ada satupun sampah yang berserakan kunyalakan mobil baruku itu dan ku kemudikan ke sekolah untuk yang pertama kalinya. Awalnya aku satu arah dengan Zein tapi setelah itu aku dan dia dipisahkan oleh sebuah perempatan.

Mobil baruku berhasil menjadi sorotan semua siswa yang juga baru saja berangkat. Yang tidak kalah membuata aku malas yaitu ketika teman sekelasku memberiku beribu-ribu macam alasan. Guru mapel yang masuk juga langsung menginterogasiku dan aku benci itu, aku benci menjelaskan cerita berulang kali. Setiap guru terus saja memberi banyak motivasi untuk menghadapi ujian nasional yang akan dimulai dua minggu lagi. Dan sebagai siswa yang mendapat peringkat terbaik di angkatannya aku dituntut untuk tetap menjaga posisiku itu. Tapi kali ini aku akan lebih serius menekuni buku-buku yang aku miliki agar aku bisa melanjutkan pendidikanku di kampus yang Zein tempati dengan nilai yang sangat memuaskan.

Everything Is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang