Part 17

9 1 0
                                    

Sinar matahari yang mengintip melalui celah jendela gudang terasa menyilaukan. Kedua mataku perlahan mulai terbuka'begitupun Bryan. Kita berdua saling menatap terkejut saat mendapati diriku terlelap di pangkuannya. Selimut yang semalaman telah menghangatkan kita berdua dari dinginnya malam kini sudah terlipat rapid an aku kembalikan ke tempat semula. Dengan perpaduan suaraku dan suara Bryan membuat seisi rumah terasa gempar. Teriakanku sangat memekikkan telinga dan Bryan mengakui itu. Aku dan Bryan tidak putus asa untuk terus berteriak sambil menggedor-gedor pintu'berharap agar Zein mendengar kita.

"Apa kalian berdua ada di dalam" tanya Zein akhirnya setelah ia mendengar suara dari arah gudang.

"Kita terkunci di gudang semalaman. Tolong bukain Zein!" pintaku sambil terus berteriak dan masih menggedor-gedor pintu tak bersalah itu.

Setelah mencoba beberapa kali untuk membuka pintu tersebut akhirnya Zein berhasil mendobraknya. Aku dan Bryan keluar dengan wajah yang begitu suram setelah semalaman terkurung di dalam gudang.

Kita bertiga langsung sarapan termasuk aku dan Bryan walaupun kita berdua belum mandi setidaknya sudah cuci muka. Kebetulan Zein juga sudah memesan banyak makanan dan perutku juga sudah amat lapar. Tanpa basa-basi aku dan Bryan langsung melahap nasi beserta ayam goreng. Zein hanya menggelengkan kepala melihat tingkah kita berdua yang terlihat amat menyedihkan setelah terkunci di gudang semalaman.

"Gimana sih kalian kok sampai bisa terkunci di gudang? Kakak pikir kalian ngerjain kakak dan udah tidur duluan" tanya Zein penasaran sambil cengengesan.

"Ini semua gara-gara adik lo tuh" tukasku sambil meneguk air putih.

"Kok jadi gue?" balasnya tidak terim.

"Udah jangan berantem. Cepet habisin dan buruan mandi' kalian harus pergi ke kampus kan sebentar lagi?" tanya Zein dan kita berdua mengangguk.

Setelah sarapan selesai aku dan Bryan mengantar Zein sampai depan gerbang karena ia harus kembali ke Surabaya. Aku berharap agar semua tugas-tugas Zein segera selesai dan bisa kembali ke rumah ini' dengan begitu aku bisa lepas dari tugas-tugas yang diberikan cowok tengik itu. Aku dan Bryan melambaikan tangan kearah Zein sebelum akhirnya mobil Zein sudah tidak tampak. Aku dan Bryan langsung lari menuju kamar mandi setelah tahu kalau jam sudah menunjukkan pukul 06.00 sedangkan pelajaran akan dimulai jam 07.00.

Setelah semuanya siap akhirnya Bryan langsung mengemudikan sedannya dan kita pun berangkat. Jalanan ibu kota sangat macet sedangkan lima belas menit lagi pelajaran akan dimulai. Aku menyurh Bryan untuk menegndarai lebih cepat' tetapi apa boleh buat, macet tetaplah macet. Setelah Bryan mengemudikan mobilnya dengan sangat lincah untuk menghindari kemacetan akhirnya kita berdua sampai di kampus walaupun sudah telat lima menit tapi itu tidak masalah.

"Pagi pak, maaf terlambat soalnya macet" pintaku sedikit memohon.

"Lain kali jangan diulangi lagi"

"Siap pak!" jawabku semangat sambil hormat dan seisi kelas pun menertawakanku.

Setelah menahan panasnya ibu kota ditambah matahari tepat di atas kepala akhirnya aku bisa lepas dari kelas. Aku lihat Bryan belum keluar dari kelas akhirnya aku memutuskan ke kantin untuk membeli jus jeruk sambil menunggunya keluar karena aku yakin sebentar lagi dia keluar. Ya, sebentar lagi. Semoga.

"Panas banget ya Neng?" tanya ibu kantin melihatku mengibas-ngibaskan salah satu bukuku karena hari ini sangat panas.

"Iya, makasih ya bu" kataku sambil menerima dua jus jeruk lalu membayarnya sebelum kemudian aku pergi.

Aku terus meneguk jus jeruk sambil menahan hawa yang begitu panas ini. Aku hanya duduk sendiri di depan kelas Bryan sambil menunggunya dan berharap sebentar lagi ia bisa keluar. Saat aku melihat mading yang letaknya tidak jauh dengan kelas Bryan aku langsung mendekati mading itu. Satu per satu artikel aku baca dan artikel itu masih sama deperti saat pertama kali aku membacanya dulu. Aku duduk di bangku dekat mading tersebut sambil memegang jus jerukku dan melamun. Memngingat saat pertama kali aku bertemu dengan Fikri di tempat ini. Sosok laki-laki yang ditakuti oleh banyak mahasiswa dan mengulurkan tangannya pada Meyra Hanindya waktu itu. Tersenyum lalu pergi.

"Woy!"teriak Bryan sambil menepuk bahuku dan membuatku terkejut.

"Udah keluar ya lo? Nih minum!" pintaku sambil menyodorkan jus jeruk untuknya.

Aku dan Bryan berjalan perlahan meninggalkan tempat itu. Aku terus saja masih memikirkan saat-saatku bersama Fikri sambil memegang jus jeruk di tangan kananku. Tanpa aku sadari ternyata kita berdua sudah sampai di parkiran dan kudapati Bryan yang sudah tidak meneguk jus jeruk. Rupanya sudah habis. Sedan silver itu melaju perlahan meninggalkan kampus dan kembali membelah jalanan ibukota. Kali ini Bryan menghentikan laju mobilnya di salah satu tempat dan aku pikir ia mengajakku makan siang, tetapi ia berhenti di depan toko buku. Kebetulan aku ingin membeli beberapa novel karena sudah lama aku tidak membaca novel.

"Bry! Coba lihat ini! Baguskan?" tanyaku smbil menunjukkan salah satu novel yang aku pilih.

Tapi semuanya berantakan. Saat aku berlari dan memutar badanku tanpa aku sadari aku menjatuhkan beberapa alat tulis dan ada yang rusak. Aku langsung membayar dan tanggung jawab atas perbuatanku walaupun aku tetap masih mendengar omelan cowok tengik itu.

"Lo bisa apa enggak sih sehari aja enggak bikin masalah?"tanyanya marah.

"Gue minta maaf. Yang penting kan gue tanggung jawab kan" sahutku mantap lalu masuk mobil.

"Serah" Bryan yang aku kira juga akan masuk ke mobil rupanya berjalan ke sebuah restoran yang letaknya tidak jauh dari toko buku tersebut. Aku pun keluar dan mengikutinya.

Kali ini perutku juga sudah mulai lapar. Cacing-cacing ini juga sudah mulai memberontak. Aku dan Bryan memesan beberapa makanan dan kita berdua pun menikmati makanan tersebut sambil sesekali menyeruput minuman dingin yang kita pesan. Benar-benar nikmat.

Sesampainya di rumah aku langsung merebahkan tubuhku di atas sofa empuk di depan televisi. Mataku perlahan-lahan menutup dan hampir saja aku terlelap Bryan malah melemparkan salah satu boneka kearahku. Aku berusaha tidak mempedulikan itu walaupun sudah banyak boneka yang ia lemparkan kearahku tetapi ia rupanya tidak menyerah.

"Siapa yang nyuruh lo tidur? Pekerjaan rumah belum selesai. Lo setrika baju-baju gue, okay?" pintanya yang terlihat puas.

"Dan jangan lupa taruh boneka-boneka ini seperti semula. Semua harus sudah selesai saat gue kembali. Gue pergi" dia pergi tanpa merasa bersalah sedikitpun. Walaupun aku mengomel-ngomel dia tetap tidak peduli. Mobilnya melaju. "Dasar cowok sialan!" gerutuku.

Everything Is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang