Bab 8

216 41 24
                                    

Berubah

Manusia sama bunglon itu nggak ada bedanya.
Kalo bunglon pindah tempat berubah warna, tapi kalo manusia pindah hati,lain sikapnya.

●●●

Setelah menitipkan motor capungnya ke bengkel sebelah SMA, kini Bima terpaksa menunggu sampai Mamat selesai di-service. Kata pak Ambon pemilik bengkel motor itu,motor capung bernama lengkap Mamat catalunya sudah tidak layak pakai lagi, selain umurnya yang sudah memasuki tanggal kadaluarsa, Mamat juga sudah menderita berbagai penyakit antara lain yaitu, rem blong, bensin bocor dan ban pecah.

Bima menggeram, ia kini kembali ke dalam sekolah. Berlari menuju lapangan futsal dan menendang bola yang masih berserakan dipinggir lapangan. Beruntung, petugas kebersihan sekolah belum merapikan lapangan futsal, jadi Bima bisa puas berlari mengelilingi lapangan dan mencetak gol sebanyak-banyaknya tanpa gangguan dari siswa lain. Sudah pukul 16.45 WIB, namun Bima masih saja bergulat dengan benda berbentuk bulat itu.
Bima menyeka keringat yang sudah menetes membasahi wajahnya, ia membaringkan tubuhnya diatas rumput hijau itu. Matanya tertutup rapat, hanya cahaya merah yang terlihat akibat dari cahaya matahari yang mulai tenggelam, menyusup masuk kedalam sela awan mendung.

Namun tak lama, ketenangan itu terpecah saat seseorang melemparkan sebotol air mineral kearah Bima. Mengenai tubuhnya, tepat dilengan kiri Bima. Cowok itu terperangah, ia sontak membuka mata lalu melirik kearah kanan.

"Pak Seto? "

Ya, itu pelatih futsal SMA Batik Lestari. Pria yang baru nginjak kepala tiga itu sudah berdiri disebelah Bima, menatap Bima cukup lama sebelum akhirnya ia berdecak.
"Seragam kamu sudah kotor, besok masih mau dipakai Bima. "
Ujar pak Seto sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

Bima menyengir, berdiri lalu mencium punggung tangan pak Seto. "Bapak sudah lama? "

Pak Seto mengangguk,lalu bertanya.
"Kamu kenapa belum pulang? "

"Motor saya mogok pak, masih dibengkel depan. "

Pak Seto berdehem, sedetik kemudian ia menyingkir menuju tepi lapangan lalu duduk dikursi yang berada ditepi lapangan. Sedangkan Bima, cowok itu cuma mengikuti dari belakang.

"Jadi, kamu sangat mencintai futsal? " tanya pak Seto. Nada bicaranya santai, terkesan ramah namun membuat Bima bingung menjawab apa.

Akhirnya, Bima mengangguk mengiyakan.

"Kamu mau jadi anggota tim Perusak? " tanya pak Seto, lagi.
Seperti di film-film, pak Seto bahkan terlihat sedang melakukan interview pekerjaan dengan Bima.

Bima tertegun mendengar kata 'Perusak', Bima tidak tau apa kepanjangan dari tim Perusak. Ia mengernyit bingung, terkekeh geli lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kenapa? " tanya pak Seto yang merasa aneh dengan sikap Bima.

"Perusak itu singkatan dari apa pak? "

"Persatuan Futsal Kekinian. "

Bima tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban dari pak Seto. Ternyata benar kata pepatah, don't judge it's book by the cover. Walau terlihat dingin, ternyata pak Seto punya jiwa humoris dan kekinian, ia bahkan rela membuat nama tim futsal yang seharusnya terdengar berkelas menjadi nama PERUSAK yang sudah jelas konyol.

Pak Seto menepuk pundak Bima lalu berdiri. " Jangan lupa, jam istirahat besok kamu pergi ke lapangan ini lagi, istirahat jam ke dua. "

"Kenapa pak? "

VAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang