Beginning

78 3 7
                                    

"Ya, aku suka Marshanda!" Kata kata bodoh itu terlempar begitu saja dari mulutku dan membuat seisi kelas diam seribu bahasa.
Cieeeeeeeee!!!!!!
Sudah kuduga, lalu kuberanikan diriku melirik Marshanda, pipinya memerah semerah tomat yang tumbuh di musim panas. Entah kenapa, pipiku ikut memerah! "Diteriaki lagi, kataku dalam hati" benar saja cieeee! Lagi oleh satu kelas 7F SMP 1 Denpasar yang membuatku malu.

"Katanya ngga bakal ketawa!!" Kataku pada Satria, teman sebangkuku. "Berani May, kamu hebat."
"Really? Kok ketawa?!!"
"Karena ini tidak biasa, wkwkwk"
Ah, sudahlah. Aku tidak mau lagi mengingat peristiwa ini lagi, mendingan pulang. Bel pulang berbunyi, murid murid kelas 7 sampai 9 keluar dari kelas dengan hebohnya, seperti sarang semut kena setetes air.

Mungkin iya namanya nasib sial, aku telat dijemput! Ibuku bilang masih ada acara di rumah sakit, jadi bakal pulang telat. Bapak bilang ada acara juga di rumah sakit. By the way, this way, right way, mereka dokter dirumah sakit berbeda. Sambil bermain Gameboy di Hpku, nyari wi-fi di depan perpustakaan bersama Satria seperti hari hari lainnya.

Kulihat Marshanda lewat, aku teriak, "Aca! Jangan lupa nanti kita kerpok (kerja kelompok) dirumahmu ya!"
"Siap May!" Sahutnya. Sepertinya semua tidak pernag terjadi baginya.
Deg! Dadaku terasa sedikit tertekan, sakit gimana gitu.

"Maya kacamata!" Kudengar suara gadis yang tidak asing, Anin. Dialah yang selalu mendukungku untuk tetap menyukai Marshanda. Dan lagi, dia "teman dekat" Natha, temen TKku.
"Jadi, gimana kabarnya May?"
"Seperti biasa Nin."
"Sabar May, GANBATTE!!"
"Ok Nin, nanti aku WA deh sampe rumah."
"Ok bye, aku udah dijemput!"
Kembali ke kesendirian. Aku ini memang, agak "iseng" orangnya, tapi fleksibel dan mudah berteman. Jadi, kulihat ke kiri, seseorang yang mirip teman kakakku, mungkin adiknya. Kuberanikan diri bertanya, dari yang aku dapat, namanya Gek Alin dan benar dia adiknya teman kakakku. Lalu kutanya
"Lin, kakakmu mana?"
"Lagi ada latihan teater, May"
"Kamu nunggu dia?, nggak dijemput duluan?"
"Nggak, namanya juga kakak pasti lah ngikutin maunya sendiri. Biarin aja lah,"
"Baik banget, Lin? Aku duluan ya, udah ditunggu, bye,"
"Bye Maya!"
Kubalas perkataannya dengan senyum manis semanis anggur.
"Siapa tuh, May?" Ibuku bertanya begitu aku menyandarkan diri di jok mobil.
"Temen bu,"
"Temen, apa 'temen'?"
"Nggak lah bu, kan Maya udah suka yang lain!"
"Oooh gitu, yuk jemput kakakmu,"
"Bu, nanti Maya ada kerja kelompok di rumahnya Marsha, di Jalan xx no. xx."
"Nanti minta tolong bapak ya,"

Yah waktu memang terasa cepat berjalan ketika tidur dan bermain. Begitu bangun dari tidur siangku, sudah jam 3 siang! Aku telat! Dengan segera aku mandi, pakai baju (kesukaanku lengan panjang) dan celana (jeans panjang) serta jaket (hoodie abu abu dengan garis kuning) lalu mendesak bapak untuk mengantarku.

Ditengah perjalanan, teman sekelompokku, Nia-chan nelpon,
"May! Dimana kamu!! Kita mau mulai bentar lagi!"
"Lah, kamu sendiri dimana?"
"Aku masih di jalan btw"
"Wahahahahaaaa......, ngapain coba nelpon kalau aku ada disampingmu?" Aku tergelak sambil melirik Nia-chan yang ternyata di dalam mobil disebelahku.
"Ampun May, kamu kan baik."
"Sakkarepmu lah" aku tergelak lagi.

"Sudah sampai! Jadi ini rumahnya Marsha ya? Keren banget, besar!"
"Segitu senangnya ya May?" Suara Nia-chan yang agak serak terdengar dari belakang. "Ini kan rumah pacarmu, May, jadi wajar kan kamu senang," suara yang lembut, tidak asing lagi, Satria sudah datang.

"Wah, kalian teman temannya Marsha ya? Mari masuk!" Seorang wanita yang kira kira berumur 30 tahun menyapa kami dengan sangat ramah. "Adik kecil kacamata ini pasti baik ya?, mau nggak jadi menantunya tante," tanya wanita itu tersenyum. Aku terkejut setengah mati, baru sekali datang ke rumah orang langsung ditanya begini.

"Saya masih muda tante," kataku canggung. "Saya masih perlu belajar lagi tan," kataku menolak. "Nah, Marshanda udah nunggu dikamarnya tuh, tante mau keluar dulu ya, beli sketchbook untuk Marsha,"
"Bye tante," senyumku.

"Nah, sekarang apa yang bakal kita buat?" Marshanda menyambut kami dengan sebuah pertanyaan. "Temanya bahan pengganti kan? Jadi bahan pengganti apa dan dari apa?" Sahutku. "Nia-chan, kamu bawa apa?"
"Aku bawa, mmm.., air mineral, kapas, dan cuka sisa kelas masak kemarin."
Maya :"Mmm..., Marsha, ada tepung nggak?"
Marsha :"Ada tuh didapur, emang mau buat apa?"
Maya :"Kita akan buat pengganti beton dan paving!!"
Satria :"Dari apa?"
Nia :"air dry clay kan, May?"
Maya : "Iyap!, campurkan tepung maizenanya dengan lem kayu milikku, lalu diuleni, dicampur cuka sedikit, ditambah minyak, diuleni lagi, diberi pewarna sesuai selera!"
Marsha : "Sip, objek sudah, sekarang tinggal kartulmya!, Maya, buat BAB 1 dan 2, Satria BAB 3, Aku bab 4, Nia bab 5!, oke go go go!!"

Dan pada akhirnya kami mengerjakan kartul semalaman. "Untung aku udah bilang ke ibu kalo bakal nginep sehari di sini, kalo nggak pasti ibuku bingung kenapa aku ngga pulang!" Kataku mencairkan suasana yang sedang tegang tegangnya karena tugas yang harus benar bahkan titik komanya, setor tugas ke guru lewat e-mail, revisi, bisa dibilang ini adalah pengerjaan kartul paling cepat sepanjang masa.

Fajar sudah menyingsing, aku terbangun dan merasa lapar, perut tidak mau bertoleransi. Yang lain masih tidur, jadi kuputuskan bahwa akan kumasak sarapan hari ini. Kutanya Marsha yang tertidur, "Boleh aku pake dapurnya?"
Marsha menjawab setengah bangun, "Boleh,"

Sampai didapur, kulihat ada apa saja di kulkasnya, hanya sedikit daging sapi, telur, sayuran, dan keju mozarella. Aku dapat ide, kuambil roti tawar yang ibu selipkan di tasku, aku ratakan bagian tengahnya dengan sendok, kuisi roti dengan telur yang sudah diaduk dan ditambahkan beberapa bumbu, kutaburi daging sapi, akhirnya kugoreng dengan sedikit mentega. Selesai menggoreng, kulapisi bagian atas dengan keju lalu kumasukkan ke microwave sementara sampai kejunya meleleh. Selagi menunggu, aku ke teras depan memandangi bintang, jam 4 pagi.

Bruk!, duar! Sesuatu meledak tepat didepan rumah Marsha, aku berlari menghampiri karena penasaran. Setelah kulihat, sebuah bola besi yang ringan, kulihat ada tanda tanda aneh di permukaan bola tersebut. Kutekan salah satu tombol yang membuatku penasaran, bentuknya berubah dari bola menjadi kristal dan mengecil. Aku panik, "aku tidak boleh bilang ke siapapun!" Pikirku.

Aku kembali masuk ke rumah dan menuju dapur, masakannya matang. Aku kembali ke kamar dan membangunkan teman teman serta tante 'ibunya Marsha' untuk sarapan.
"Waah, kamu rajin banget bangun pagi, bikinin sarapan lagi!" Kata tante 'ibunya Marsha' dengan takjub. "Mantap May, rasanya enak," kata Satria selesai makan.
"Pasti bahannya mahal ya?" Tanya Nia-chan sambil mengunyah
"Nggak kok, cuma roti sama beberapa bahan lain," sahutku
"Makasih ya, May," kata Marsha.
"Ca, aku mau ngomong sama kamu sebentar aja, boleh tante?" Tanyaku kepada tante. "Boleh," aku mengajak Marsha ke kamar berdua dan memulai pembicaraan.

"Ca, aku tadi nemuin barang ini di depan rumahmu, kamu tahu ini apa?"

"Kayaknya ini kalung deh, ambil aja kan gak ada yang spesial dengan kristal itu, kan?"
"Iya juga sih, kujadiin kalung aja," kumasukkan kristalnya ke liontin kristalku yang kebetulan ngga ada isinya.

Sudah jam 6, kamipun berangkat sekolah dengan berjalan kaki, lumayan deket toh. SMP 1 Denpasar, itulah sekolah kami. Seperti hari hari biasa lagi, kecuali untuk jam pelajaran terakhir.

Maya : Lost DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang