Part 1 : Negri Maehaz

8 0 0
                                    


        'Traaaanggg...'

Suara pedang yang terlempar terdengar hingga keseluruh arena berlatih. Seorang pria terduduk dengan sisi tajam pedang berada tepat dilehernya. "Cukup" sela wasit tanding itu. Perlahan pedang diturunkan "pemenangnya adalah Putri Malveza" Wasit itu mengarahkan tangannya menunjuk sosok didepan 5 pria bertubuh kekar yang sudah duduk tertunduk akibat kalah.

Gadis itu mengangkat tinggi pedangnya sambil tersenyum. "Veza" Rambut berwarna hitam kelamnya yang sepanjang pinggang bergoyang saat ia berbalik menatap sosok yang memanggilnya. Manik matanya yang berwarna kemerahan itu menatap sosok yang persis seperti darinya. Seperti versi laki-lakinya. Senyum Malveza mengembang menatap kembarannya itu.

"Ada apa, Raveza ?" Pemuda itu tersenyum "kau harus bersiap, kita akan menghadiri pesta dari kerajaan Melinos" gadis itu menghela nafas berat, senyuman tadi yang terukir diwajah manisnya menghilang digantikan ekspresi malasnya. "Oh astaga tak bisakah kau pergi sendirian ? Aku lelah Eza" keluh gadis itu.

"Tak boleh, cepatlah aku akan menunggumu" pemuda itu melangkah mendekati gadis itu. Ia meraih bagian belakang kepala Malveza dan mencium keningnya "bergegaslah mandi, kau bau" perkataan Raveza tentu saja memancing amarah saudarinya itu "Apa!!??" Melihatnya Raveza segera berlari meninggalkannya dengan wajah tawa riang.

&&&

Suara pintu besar yang terbuka mengalihkan semua orang didalam ruang pertemuan. Gadis dengan dress panjang berwarna merah dengan corak emas memasuki ruangan itu. Rambut kelamnya ia biarkan tergerai dengan mahkota di kepalanya. Wajah dengan riasan simpel terlihat bercahaya saat terpapar cahaya lampu.

Semua orang selain sang Raja, Raveza menunduk hormat saat Malveza mulai melangkah masuk hingga berdiri disamping Raveza. Ia berbalik menatap para mentri  "Kau terlihat cantik" bisik Raveza tanpa melihat kearahnya "aku tahu" balasnya sambil tersenyum.

"Sesuai dengan undangan dari kerajaan melinos kami, aku dan Putri  Malveza akan menghadiri undangannya" jeda raveza beberapa saat "apa semuanya sudah disiapkan ?" Tanyanya pada seorang mentri "ya, Yang Mulia"

Raveza menatap kearah Malveza membuat gadis itu juga menatap kearahnya "ayo" raveza mengulurkan tangannya dan disambut oleh anggukan dan tangan malveza yang menerima uluran tangan dari Raveza.

Perlahan mereka melangkah diikuti oleh beberapa prajurit menuju kereta yang akan membawa mereka ke kerajaan melinos. Begitu juga para prajurit yang bertugas melindungi mereka berdua. Malveza melangkah naik kedalam kereta lalu diikuti oleh Raveza. Kereta itu perlahan melaju meninggalkan wilayah istana.

&&&
Negeri Maehaz merupakan negeri yang penuh dengan sihir ajaib. Disana berdiri empat Kerajaan besar dan lebih dari sepuluh kerajaan lain. Empat kerajaan itu merupakan kerajaan yang dianugerahi kekuataan oleh dewa. Pertama, adalah Kerajaan Melinos, dengan anugrah kekuatan alam. Kedua kerajaan Avreza, anugerah Kekuatan tanah. Ketiga kerajaan Amefire, anugerah api. Keempat Kerajaa Watice, anugerah air. Dari ke empat kerajaan itu ada dua kerajaan yang selalu berperang. Dua kerajaan yang dipilih sebagai tempat dua burung dewa atau Sang malaikat berada. Sang burung api dan sang burung air.

Pertempuran mereka telah tertuliskan dalam buku takdir dan akan selalu terjadi entah sampai kapan. Kerajaan yang mendapat anugerah sekaligus kutukan itu adalah Kerajaan Amefire sang burung api dan kerajaan Watice sang burung air

Merah dan biru bertarung menumpahkan darah. Namun karena telah lama berperang terdengar kabar bahwa mereka akan berdamai.

&&&

Kereta yang ditarik delapan kuda bertubuh besar serta dikawal lima puluh prajurit itu berhenti didepan sebuah bangunan yang telah ramai. Istana kerajaan Melinos dikelilingi oleh tumbuhan indah berbagai macam. Perlahan Raveza turun dan mengulurkan tangannha membantu saudari kembarnya itu untuk turun.

Mereka berjalan berdampingan memasuki istana tanpa diikuti oleh satupun dari prajurit. Para prajurit hanya dibiarkan berjaga di sekitar aula istana. Saat masuk beberapa bisik - bisik dari tamu undangan lainnya beberapa kali sempat terdengar

"Terima kasih sudah datang Yang Mulia Raja Raveza dan tuan putri Malveza dari Kerajaan Amefire" seorang pria paruh baya menunduk memberikan salam pada mereka "suatu kehormatan diundang ke pesta  ini Raja Hamer" mereka membalas dengan ikut memberikan salam

"Tapi saya rasa kalian cukup berani berjalan tanpa pengawal saat kami juga mengundang kerajaan Watice" sambung Raja hamer membuat mereka berdua teraenyum "tidak masalah, kami hanya tidak ingin memicu keributan dengan membawa masuk prajurit kami" balas Malveza sambil tersenyum sopan.

"Baiklah jika begitu, saya mohon pamit. Silahkan nikmati pestanya" Raja hamer sekali lagi menunduk kemudian berlalu pergi "Eza bisa aku pergi sebentar?" Raveza menatap saudarinya "kemana ?" "Hanya keluar sebentar mencari udara segar" malveza menjeda ucapannya "tempat ini membuatku sesak" lanjutnya sambil menunduk dan menyentuh jantungnya yang terasa panas.

Ia terus mengernyit menahan panas yang menembus jantungnya hingga tubuhnya langsung rileks saat tangan itu menyentuh dan membelai kepalanya "pergilah, tapi hanya sebentar ya ?" Raveza tersenyum menenangkan padanya "baik" "jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja" senyuman lebar raveza seolah menular pada Malveza membuatnya ikut tersenyum "mmm..., aku akan baik-baik saja karena kau ada disini" malveza tersenyum dan berbalik kearah taman namun sebelumnya digenggamnya tangan Raveza erat.

Dinginnya malam tak berpengaruh pada gadis itu. Tubuhnya yang bisa memanipulasi api juga bisa menghangatkannya. Dibangku taman ia terduduk sambil menatap rembulan yang bersinar dengan terang. Sebuah suara tertangkap oleh telinganya. Ia tetap diam hingga seorang pemuda perlahan keluar dari balik kegelapan.

Matanya yang terlihat begitu dingin dan Suhu yang tiba-tiba turun. Semua itu cukup menjelaskan padanya siapa sosok itu. "Sepertinya kau tersesat nona-- ah tidak..., Tuan Putri Amefire, Malveza Firetya Mc'Amefire" suara datar dan dinginnya mengalun menembus heningnya taman. Malveza tersenyum menatap pemuda itu "sepertinya anda juga Pangeran Kerajaan Watice, Luke Melinsoid Lc'Watice" pemuda itu menatapnya dengan tajam

"Kau cukup berani untuk ukuran Tuan putri" malveza menatapnya sengit "benarkah ?" Kemudian gadis itu hanya menghela nafasnya menciptakan udara dari bibir merahnya menjadi uap. Sedetik kemudian melveza menatap lagi ke arah Luke dan tersenyum "maaf atas ketidak sopananku tadi, aku harus pergi sepertinya saudaraku sedang mencariku sekarang" malveza menunduk kemudian berbalik kembali kearah aula. Namun sebelumnya ia berbalik kembali menatap pangeran itu.

"Aku harap Kerajaan kita bisa berdamai" malveza tersenyum dibawah sinar rembulan yang menyinari wajah cantiknya. Mata merahnya yang terlihat ceria ikut memantulkan sinar sang rembulan. Rambut panjangnya yang tertiup oleh angin dingin yang sepoi-sepoi.

Detik itu jantung kedua pewaris burung dewa bergetar. Gambaran menakutkan menghantui pikiran mereka. Saat mata mereka saling bertubrukan diaula istana semuanya semakin jelas. Ketakutan menjalari jiwa mereka. 'Jangan...,'

Detik itu juga hati beku sang pangeran mulai meleleh oleh senyum itu 'kumohon...,'

Dan detik itu takdir mereka berdua ditentukan. 'Dewa..., jangan...'

Detik itu permohonan mereka tak bisa tersampaikan 'jangan Malveza' 'jangan Luke' batin kedua orang itu.

Sang burung api, Raveza Fireta Mc'Amefire dan sang burung biru (air), Metalenia Margareth Lc'Watice berdoa dalam kegelisahan mereka. Berharap jika semuanya hanya gambaran khayalan semata. Memastikan jika semuanya akan baik-baik saja meskipun mereka tahu kenyataannya. Semuanya nyata dan tak akan menjadi baik-baik saja mulai sekarang.

Angel Cry : Lose And Be RebornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang