Suara lagu yang dimainkan mengalun membelah keramaian aula. Malveza berjalan kearah Raveza yang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Ada apa ?" Tanyanya melihat keringat dingin meluncur jatuh dari kening saudara kembarnya itu.Bibir raveza terbuka namun tertutup lagi. Kepalanya menggeleng mencoba mengenyahkan pikiran dikepalanya. Ia tersenyum saat kembali menatap Malveza "tidak apa-apa, aku hanya sedikit terpikir soal masalah kerajaan" "ah..., begitu ya" malveza tersenyum sambil mengalihkan tatapannya mengambil kue coklat dimeja yang dipenuhi oleh berbagai macam makanan dan minuman.
Ia menelan kembali kata-kata yang tadi ingin ia ucapkan. Menatap saudarinya dengan tatapan pilu 'aku akan melindungimu, tak akan kubiarkan kau menanggungnya' batinnya sambil menunduk "apa yang kau lakukan ?" "Hah ?" Malveza menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Malveza tersenyum "aku tak tahu apa masalahmu tapi, semuanya akan baik-baik saja dan lagi" jeda sesaat sambil malveza menyentuh kedua pipi raveza lebih erat "seorang Raja tak seharusnya menundukkan kepalanya"
Sesaat Raveza terpanah lalu kemudian ia tersenyum sambil menggenggam tangan malveza "kau benar, semuanya akan baik-baik saja" senyum pemuda itu mengembang.
"KYAAAA!!!!"
suara teriakan yang diikuti kaca yang pecah mengintrupsi semua kegiatan. Semua orang menatap keluar aula, mendapati sosok putri Remia dibawa oleh sekelompok orang berbaju hitam. "REMIA!!!" "Putriku!!!!" Raja dan ratu kerajaan Melinos berteriak. Diikuti oleh para prajurit yang mengejar namun terhenti saat sosok-sosok itu menghilang tanpa jejak. "segera siapkan pasukan kita akan mencari putriku" teriakan Raja Hamer menggelegar diruangan itu.
Seketika aula istana menjadi riuh. Ratu yang sudah jatuh pingsan, sang raja yang terlihat sangat murka. "Raja Hamer" panggil Malveza membuat mereka mengalihkan tatapannya. "Biarkan aku ikut membantu mencari Putri Remia, bagaimanapun juga putri merupakan sahabatku di Academy" Raveza menatap melveza dan menghela nafasnya. Disaat yang seperti ini ia tahu saudarinya itu tak akan bisa dihentikan.
"Itu benar Raja hamer kami juga akan ikut membantu" suara seorang wanita yang terdengar berwibawa. Ia sang Ratu kerajaan Watice diikuti oleh sang pangeran. Semua orang terdiam melihat dua kerajaan itu saling berhadapan seperti ini
"Ini juga akan menjadi langkah untuk mencapai perjanjian peradamian antara Kerajaan kami dan kerajaan Amefire, bukan begitu Raja Reveza ?" Metalenia menatap langsung kemanik merah pemuda itu "Ratu Metalenia benar"
"Terima kasih" Raja hamer menunduk dan menggendong Ratunya. "Jadi apa yang akan kalian lakukan untuk mencari sang putri ?" Seorang wanita dengan rambut berwarna putih serta jubah berwarna putih yang juga punya corak burung putih. Ia adalah sang Hakim. Semua orang menunduk memberi salam padanya. "kami akan memikirkannya nanti, yang terpenting kami harus menemukan petunjuk meski hanya sedikit" balas Malveza menatap wanita itu yang tersenyum pelan "kalau begitu aku serahkan masalah ini pada kalian, ada masalah lain yang harus ku urus" wanita itu berbalik dan menghilang seketika meninggalkan bulu burung berwarna putih. "jadi apa yang harus kita lakukan ?" tanya Metalenia
"Aku bisa melacaknya, jika Yang Mulia menginginkannya" seorang wanita dengan baju zirah berjalan mendekat kearah Rajanya, Raja Raveza. "Via" gadis itu menunduk memberi hormat. "Tolong ya, Via" "baik" gadis itu perlahan menutup matanya, membiarkan aura merah menyelimutinya. Selang beberapa waktu matanya kembali terbuka.
"Sepertinya itu bukan hal yang bagus iyakan ?" Tanya malveza melihat mata coklat Via "benar, ia ditahan oleh salah satu Organisasi gelap. Sebelum sempat mengetahui markasnya seseorang menutup jalur penglihatanku" semua orang terdiam sesaat "maaf aku tak terlalu membantu" lirih gadis itu. Raveza berjalan kearahnya dan menepuk kepalanya pelan "tidak, kau sangat membantu, terima kasih"
Raveza melirik malveza yang menghela nafasnya. "Sepertinya kita harus mempersiapkannya terlebih dahulu, dan mencari tahu lebih jelasnya dimana tempat mereka" Metalenia menatap Raja hamer "sepertinya kau benar" "baiklah, untuk pasukan yang ikut dalam rencana ini sebaiknya semuanya berkumpul" sambung Raveza "ya, ayo ke ruang pertemuan" semua orang berjalan dibelakang Raja hamer.
Raveza menatap langsung kemata Malveza lalu tersenyum. Ia berjalan kearah malveza dan melewatinya "berhati-hatilah, aku ada untukmu" bisiknya sebelum ikut ke ruang pertemuan "tentu saja" balas gadis itu yang masih dapat didengar oleh Raveza.
Disaat semua orang sedang berkumpul membahas rencana dan strategi mereka. Didalam bayangan. Sosok itu berlari tanpa suara dan beberapa kali ia naik keatas dahan pohon melompatinya dari satu dahan pohon ke pohon lain dengan lincah. Langkahnya terus berlanjut menjauh hingga keperbatasan Kerajaan Melinos. Ia berhenti tepat didepan jurang lebar. Matanya menyala dibalik kegelapan menatap kedasar jurang yang gelap itu.
"hilangkanlah penghalang yang menghalangiku dan Jatuhlah dalam kegelapan, wahai dewi Kegelapan dan Pembangkang Seiza" matanya terlihat meredup saat bibirnya membisikkan kalimat itu. Perlahan ia melangkah maju menembus sebuah penghalang tanpa kesulitan.
Sosok lainnya yang sedari tadi mengikuti dan memperhatikannya keluar dari persembunyiannya. Matanya menelusuri sekitar mencari sosok itu. Tubuh sosok itu menegang saat sebuah pedang bermata tajam menyentuh lehernya. Sosok pertama tadi kini sudah berada dibelakangnya
"Dimana markas kalian ?" Tanya sosok itu "bicaralah aku tahu kau anggota Tenebris, tuan prajurit" pria itu terdiam. Sosok itu menarik rahang pria itu dengan keras membuat mata mereka saling bertubrukan. "Tundukkanlah ia dibawah kuasaku, wahai dewa kepatuhan. Azeil" seketika mata sosok itu menyala terang menjadi seperti mata seekor predator membuat pria itu terdiam seolah kehilangan kendali atas dirinya. Ia terkena sihir sosok itu.
"Apa itu ? Apa yang kau lakukan ?" Sosok lain keluar dari kegelapan hutan. Perlahan wajahnya terpapar sinar rembulan. Sosok berjubah itu menatapnya dengan ekor matanya. Tak terkejut oleh kemunculan sosok lain yang tak diundang dan sesuai perkiraannya.
Sang Pangeran Watice, Luke. Ia menatap tajam sosok bertudung yang menutupi seluruh tubuh dan setengah wajahnya. "Tunggu...," Namun tanpa sengaja Luke menginjak sebuah benang tipis yang hampir tak terlihat membiat sosok iti yang tadinya ingin menghentikannya menelan kembali semua perkataannya.
Seketika puluhan sosok berjubah hitam muncul dan mengepung mereka. "Sudah kuduga kau akan memberikanku masalah" sosok itu menatap Luke dengan tajam. "Uruslah masalah yang kau buat" sosok itu kembali pada pria tadi. "Hei, apa yang kau katakan ?" Seketika mereka menyerang sang pangeran. Luka mengeluarkan pedangnya namun ia sudah tersudut karena menerima semua serangan sekaligus.
'Basuhlah dosa mereka, Wahai dewa Air, Poseidon' lirihan itu terdengar dan sedetik kemudian semua penyerang tadi terhempas akibat tekanan air yang besar dari dalam tanah. Dari balik guyuran air, Luke berdiri dengan mengacungkan pedang yang telah berubah bentuk.
Beberapa menit berlalu, perkelahian tersebut masih berlanjut. Kini luke sedang menahan tubuhnya dengan pedang yang ia tancapkan ketanah. "Kau seharusnya bisa mengatasi ini dengan mudah sebagai seorang Pangeran" sosok itu kini berjalan kesamping luke "kau pikir ini mudah ? mereka memberikan mantra pelumpuh padaku, Sial" senyuman terukir diwajah sosok itu "aku sudah mendapatkan informasi yang aku inginkan jadi aku akan membantumu disini" "hah !?"
"Bakarlah mereka menjadi abu dengan apimu, Wahai dewi keabadian, Phoenix" sebuah lingkaran api terbentuk seketika. "Sihir ini" luke menatap sosok itu. "Terbakarlah wahai dosa tak terampunkan" tangannya terangkat kearah depan menciptakan api bertekanan tinggi menyembur dan menghantam semua sosok itu. Membakar mereka menjadi abu.
Tekanan itu membuat tudungnya tersibak kebelakang memperlihatkan wajahnya. Luke membulatkan matanya mendapati siapa sosok itu. Ia menatap luke dan tersenyum. "Putri M...Malveza"
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel Cry : Lose And Be Reborn
FantasyMereka dua jiwa penuh kasih sayang. Dua jiwa yang dipermainkan takdir tanpa belas kasihan. Dua jiwa yang kehilangan cahaya penuntunnya, dan malah diberi kehancuran oleh sang dewi takdir. Dua jiwa yang menjadi pembawa takdir, tertunduk didalam diri n...