Saat malam mulai menyapa dan embun dingin menyentuh kulit ini. Inilah waktunya ku mendekatkan diri pada-Nya, sudah lama aku berjalan menjauhi-Nya dan melupakan betapa besar karunia dan berkah yang di berikan untukku. Aku membasuh tangan dan wajah, walaupun rasa malas bergelayut tak kuhiraukan, dinginnya air menusuk ke tulang dan badan. Setelah tahajud dan melantunkan beberapa ayat Allah ku lanjutkan aktivitas pagiku dengan membantu pemilik rumah ini. Kadang aku malu selalu menjadi benalu tanpa membantu apapun.
Aku memulai menyapu kamar, namun di tengah keasyikanku menyapu ketukan pintu menyela.
" Akifa, kamu sedang sibukkah? Ibu ingin berbicara sesuatu." Ternyata ibu ila yang mengetuk pintu itu.
"Tidak, Bu. Silahkan bu. Kebetulan kifa sedang tidak terlalu sibuk." Aku mengikuti ibu ila ke ruang tamu.
Aku duduk di samping ibu.
"Kifa. Nak arfa sudah memberi keputusan." Hatiku mulai gundah, bagaimana keputusan dia dengan kenyataan mungkin mengecewakaannya.
"Bagaimana Bu? Apakah ka arfa menyanggupinya?" Ibu membuatku semakin penasaran karena ibu diam tak menjawab.
"Nak arfa menyanggupinya, dan besok nak arfa akan datang untuk melaksanakan ijab qabul. Apakah kamu siap?" Mataku terbelalak mendengarkan penuturan ibu. Siapa gerangan ikhwan yang mampu menerima seseorang seperti aku? Ya Allah benarkah ini memang jodohku? Inikah orang yang akan menolongku dalam kegelapan atau aku yang akan menjerumuskan ikhwan itu dalam jurang kehancuran?
"Bagaimana kifa? Kamu setuju bukan?" Ibu membuyarkan lamunan panjangku.
"Bu, sebenarkan aku bingung. Apakah ini benar atau tidak, aku belum memberitahu orang tuaku. Bukankah ayah yang harus menjadi wali anaknya?" Aku menunduk menyembunyikan air mataku yang akan menetes.
"Jadi itu yang kamu khawatirkan? Tenanglah anakku. Ibu akan ke rumah orang tuamu untuk meminta izin pula." Sebenarnya bukan hanya itu yang aku khawatirkan tapi aku tak berani mengungkapkannya.
"Baiklah nanti siang kita kerumahmu dan meminta izin orang tuamu.dan ibu akan bilang ke pada nak arfa agar mengundur pernikahan kalian menjadi lusa. Sekarang kamu bersiap-siap. Beritahu ila juga kalau kamu akan menikah lusa." Setelah berbicara ibu bergerak menuju dapur menyiapkan makanan untuk sarapan kami. Sedangkan aku masih duduk tak bergerak, aku masih bingung. Apakah ini benar? Bagaimana mungkin orang itu mau menyanggupi semuanya padahal aku sudah menceritakan kepahitan hidupku.
************************************
Setelah berdiam diri di ruang tamu, aku memutuskan untuk memberitahu ila. Aku mencari ila ke penjuru rumah sampai aku menemukannya di ruang tv.
"Ila, ada yang ingin ku bicarakan." Aku sudah duduk di samping ila yang sedang melipat baju bersih.
"Apa yang kamu mau bicarakan kifa sepertinya serius sekali sampai kamu terlihat pucat. Apakah kamu sakit?" Belaian tangan ila di atas kepalaku sedikit menenangkan kegugupanku, tapi masih belum mampus menghapus ketakutanku. "Tidak ila. Aku ingin membicarakan tentang kak arfa." Kurasakan tangan ila menegang di atas kepalaku. "Kenapa dengan kak arfa? Apakah sudah ada jawaban dari kak arfa?" Raut wajah ila semangkin meyakinkan dugaanku tentang betapa kecewanya ila dengan kenyataan ini. "Sudah. Dan kami akan menikah lusa, setelah aku meminta izin kepada orang tuaku. Tapi ila masih ada yang aku ingin tanyakan padamu, tapi aku mau kamu menjawab dengan jujur pertanyaanku."
"Silahkan InsyaAllah aku akan menjawabnya dengan jujur." Aku meraih tangan ila dan ku genggam untuk memberikan kekuatan.
"Ila, bagaimana perasaanmu dengan kak arfa?" Aku melihat mata ila mencoba mencari kejujurannya dan ku tau dari ekspresi wajahnya kalau dia gugup.
"Ak...aku....aku...." Ila menjawab dengan gugup namun ku coba agar dia tetap menjawab pertanyaanku.
"Kifa afwan, sesungguhnya aku sangat kagum dengan kak arfa. Tapi sungguh aku tidak mau dengan jawabanku ini kau membatalkan pernikahanmu. Kau dzholim terhadap kak arfa jika kau menolaknya karena diriku." Aku tersenyum benar dugaanku.
"Tenanglah ila, menurutmu bagaimana aku harus bersikap jika aku telah memberitahu kepada seseorang aibku tapi seseorang itu mau menerimaku?"
"Kau harus menerimanya karna mungkin dia adalah orang yang Allah kirimkan untukmu." Aku tersenyum kembali lalu ku peluk ila dengan erat. Aku tak mampu berpikir lagi harus bagaimana aku berterima kasih dengan ila dan keluarga ini. Air mata yang ku tahan dari tadi pun pecah tak terbendung lagi begitupun ila. Sungguh inilah nikmat ukhuwah islamiyah.
"Ila kau adalah saudaraku yang paling ku cintai. Temani aku ke rumah orang tuaku ila. Kuatkan aku menghadapi orang tuaku." Kami berdua menangis dalam kebahagiaan.************************************
Aku memasuki rumah 2 lantai yang menjadi saksi pertumbuhanku sebagai seorang manusia. Setiap langkah dan setiap sudut rumah ini mengingatkan aku tentang kenangan masa kecilku. "Kifa ayo masuk." Ibu ila menepuk pundakku menuntunku menuju depan pintu berwarna putih dengan 2 gagang pintu emas menghiasinya. Kami menekan bel tak lama kemudian terbukalah pintu itu. Aku menjadi gugup dan takut, siapa yang akan membuka pintu. "Oh, ibu Nayla." Suara itu, suara bunda. Aku masih berlindung di balik tubuh ibu ila. Tak berani rasanya menampakkan wajah di depan bunda yang telah aku kecewakan. "Oh, ada ila juga. Sudah lama tidak ketemu ya ila. Ayo masuk kebetulan semuanya pada kumpul." Bunda masih belum menyadari keberadaanku. Namun saat kami sudah di dalam dan bunda membalik badan ku tahu bunda terkejut dengan keberadaanku. "Kifa." Bunda bergerak memelukku mengusap belakang kepalaku. Tangisku pecah dengan pelukan bunda yang sangat kurindukan aroma tubuh bunda pun aku sangat merindukannya. "Bagaimana keadaanmu, Nak. Bunda sangat merindukanmu." Aku hanya diam tak mampu menjawab. Hingga melepaskan pelukannya aku masih diam. "Bu, Sebenarnya saya mengantarkan kifa. Kifa akan menikah lusa bu. Dan kifa ingin ayahnya menjadi wali nikahnya dan menyaksikan kifa menikah." Ibu ila mengutarakan kenapa kami ke sini. "Kenapa kita tak pulang dan bilang sama ayah sendiri? Bunda pasti akan membantu kifa. Nak." Aku masih diam, bagaimana aku berani datang kemari setelah ayah mengusirku? Tapi aku bingung tak mungkin aku bilang seperti itu di depan ibu ila dan ila di sini. "Ibu panggilkan ayah ya." Ibu bergerak masuk kedalam rumah sedangkan tanganku di genggan erat oleh ila nemberikan kekuatan. Ya Allah betapa mengertinya ila bahwa aku sangat butuh genggaman tangan untuk menguatkanku. Langkah kaki cepat menuju ke arah kami. Aku masih menunduk. "Untuk apa anak perusak nama baik ini datang kemari." Suara ayah yang sudah lama aku tak dengar menyentuh gendang telingaku hingga aku mendongak. "Ayah, tolong maafkan aku yah. Ku mohon." Ku berlutut di kaki ayah meminta permohonan maaf dari ayah yang telah ku kecewakan. "Ayah kifa kemari ingin memninta ayah menjadi wali kifa di pernikahan kifa. Kifa mohon ya kali ini." Aku sudah pasrah apakah ayah mau mengamini kenginginanku. Sedangkan ibu ila dan ila diam melihat adegan yang sungguh membuatku malu. "Untuk apa kau kemari meminta izinku. Kau sudah tak ku anggap menjadi putriku. Anakku sekarang hanya 2 indira dan gibran. Kau sudah ku anggap tak ada dalam keluarga ini." Hatiku sakit saat mendengar perkataan ayah. Aku melihat kak indira dan bang gibran melihatku dengan tatapan kasian. Dan aku masih dalam posisi berlutut meminta izin kepada ayah. "Oh, jadi kau sudah menemukan orangnya? Sungguh memalukan." Aku mendongak ingin mengelak apa ucapan ayah namun ibu ila menyela. "Pak, maaf kalau saya menyela. Tapi pak sebaiknya bapak menjadi wali kifa karena seorang anak perempuan menikah harus di walikan denangan ayahnya atau saudara laki-lakinya jika ayahnya masih hidup." Ibu ila menghampiriku mengangkatku. "Berdoalah agar aku sudi menikahkanmu." Setelah mengatakan itu ayah pergi meninggalkan kami dan ibu ila hanya mampu mengehela nafas. "Bu tolong jaga kifa ya. Saya akan membujuk ayah kifa agar mau menjadi wali kifa lusa. Sekali lagi saya titip kifa." Bunda menangis dan itu menjadi hal yang paling aku benci. Aku sudah membuat orang yang aku cintai terluka. Bodohnya aku dulu tak menyadari orang yang menyayangiku. "Baik bu. Kami pamit, lusa kifa menikah di rumah saya bu." Aku, ibu dan ila melangkah keluar rumah. Ila dan ibu membantuku untuk berjalan karena kakiku lemas tak mampu mebompang berat badanku. Ya Allah tolong ketuklah hati ayah agar datang lusa...TBC
Hallo maaf ya lama update. Sungguh aku sampai lupa bagaimana ceritanya jadi harus mereview dulu ceritanya. Nah kalau ceritanya jadi ga nyambung maafkan dirikun ini ya. Soalnya udah lama😔😔😔😔
Tolong give me comment and vote jadi ku bisa tau gimana tanggapan kalian nyambung atau enggak kwkwkw. Happy reading😊😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Attack A Fear (Saat Kau Menikahiku)
SpiritualitéDia pria baik, yang menjaga pandangannya, menjaga kemaluannya dan menjaga hatinya untuk bidadari surganya. Bisakah aku yang menjadi bidadari surga itu? dan pantaskah aku bersanding dengannya? aku yang tak mengerti akan Tuhan dengan dia yang tahu aka...