Laki-laki berumur 53 tahun itu terduduk lemas di meja kantornya, firasatnya mengatakan ada sesuatu di rumah. Ada nada panggilan tidak terjawab beberapa kali. Barusan dia keluar ruangan dari meeting dengan koleganya. Laki - laki itu mencoba menghubungi no putrinya tapi tidak pernah tersambungkan.
Baru mau duduk hp nya berbunyi, coba dilihat no yang menghubungi dari kakak iparnya.
" Dik Iskandar... cepat pulang dik Warti kritis..." ucap kakak iparnya dari seberang tanpa menunggu jawaban dari yang di telp.
Perasaan laki-laki itu tidak menentu, dihubunginya kedua anak laki-lakinya.
"Rangga...kita pulang ke Yogya bareng ayah sekarang ya...ayah tunggu di kantor ayah..hubungi Dimas juga biar kita bisa sama-sama..." ucap Pak Iskandar menahan paniknya.
"ada apa Yah..."
"nanti ayah cerita...saya tunggu secepatnya di kantor ayah ya..ibu kalian baru tidak enak badan..."
Ponsel ditutup, di seberang sana Rangga mempunyai perasaan yang tidak enak dengan ibunya. Pulang terakhir Rangga banyak bercerita dengan ibu Wartinah, tapi ibunya hanya senyum dengan muka yang agak pucat.
"ibu kenapa? Wajah ibu pucat.." Tanya Rangga memperhatikan wajah ibunya pucat.
"tidak apa mas...ibu hanya capek..sebentar juga sudah baik..." jawab ibu Wartinah dengan memandang lekat-lekat anak laki-lakinya.
Seperti baru kemarin ibu Wartinah merasakan menggendong anak pertamanya itu, sekarang tubuhnya tinggi dan wajahnya tampan.
Buah hatiku...
Lama tidak menggendongmu...
Sebesar inikah kamu sekarang...
Sebesar pemikiranmu yang jauh mengembara...
Sebesar hatimu luas memberi keihklasan...
Sebesar sabarmu memberikan ketenangan untuk keluargamu...
Anakku sayang...
Berbesar hatilah saatnya datang..
Saat dimana manusia akan merasakan semua...
Saat itu pasti akan datang menjemput...
Begitu juga untukmu...
Ibu Wartinah mendesah pelan, kedua anak ibu itu saling tatap, dengan tatapan mata sepertinya keduanya memahaminya.
"ibu...istirahat dulu..." Rangga berucap sambil memegang tangan ibunya. Anak laki-laki itu tidak ingin mengganggu ibunya yang baru tidak sehat.
Hampir 25 tahun hidup bersama dengan istrinya susah senang selalu di bagi bersama. Pengertian dari seorang istri yang membuat Pak Iskandar menjadi sekarang. Sejak awal pernikahan dengan istrinya tidak satu atap karena memang ayah Rahma mempunyai tanggung jawab mengurus perusahaan sepatu warisan kakeknya, dulu baru bisnis rumahan di daerah Bandung. Semenjak menikah dengan Wartinah usahanya berkembang dengan pesat.
Pak Iskandar duduk mendekati putrinya, merangkul putri satu-satunya, kakak-kakaknya, Dimas dan Rangga tidak bisa membendung tangis mereka. Kedua laki-laki itu histeris tidak menyangka ibunya akan secepat ini meninggalkan mereka.
Dimas lebih terpukul hingga pingsan, karena dia anak laki-laki yang sering banyak menuntut untuk ibunya. Tidak seperti kakaknya atau adiknya.
Bundaku sayang....
Tanpa pesan sepatah kata...
Hati ini hampa....
Hati ini sepi...
Hati in i rindu belaianmu..
Bunda...
Aku terlalu menyia-nyiakan keberadaanmu
Aku terlalu egois dengan diriku..
Bahkan aku terlalu asik dengan mimpi-mimpi indahku...Oh..Bundaku sayang...
Maafkan diri ini...
Maafkan keegoanku...Maafkan kesalahanku...
Maafkan semuanaya...
Bunda...
Saat engkau terbaring tak berdaya...
Hati ini sudah berkata...
"Tuhan akan memanggilmu... "
Bunda...
Aku ikhlas engkau pergi...
Aku ikhlas engkau tinggalkanku...
Aku ikhlas...Semoga engkau ditempat terindah dalam surgaMu..Tuhan..
Maafkan anakmu ini....
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuntunlah Aku Di Jalan-Mu
General FictionRahma, seorang gadis yang didik oleh orang tuanya dengan kemandirian . Dimana ayah dan kedua kakaknya harus jauh di luar kota. Sedang dia hidup dengan ibunya di Yogya. Ujian datang ketika ibunda tercinta meninggal dunia. Ada wasiat dari ibudanya yan...