HIJRAH

3 0 0
                                        

1 bulan kemudian...

Berfikir dan terus berfikir, selama satu bulan untuk memasuki dunia pondok tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Antara kegiatan-kegiatan kuliahnya dan kegiatan-kegiatan pondok yang baru.

"apa aku bisa...padahal praktek-praktek ku, tugas-tugasku belum lagi lain lainnya ...." Terbesit keraguan dalam diri Rahma.

Kadang terbengong sendiri di ruang tamu, kadang mondar-mandir antara kamar dan ruang tamu, teras depan, kembali lagi ke kamar dan akhirnya kalau sudah capek terduduk.

"mbak Rahma sepertinya memikirkan sesuatu ya... boleh saya tahu..." ucap istri Cak Mat memperhatikan majikannya yang kelihatan gelisah seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat.

" iya bi... " Rahma menceritakan semuanya apa yang ia dapat di kamar Ibu nya tadi tanpa terkecuali termasuk keinginan ibu nya supaya dirinya bisa mendalami ilmu agama di ponpes Nurul Hikmah.

"itu bagus mbak... berarti mbak Rahma sudah di beri petunjuk supaya mbak bisa belajar ilmu agama..." seru istrinya Cak Mat dengan memberikan semangat dengan lawan bicaranya.

Perempuan usianya yang hampir sama dengan ibu Wartinah itu berlalu meninggalkan Rahma seorang diri, gadis itu kembali berdiam diri. Kembali gadis itu melangkahkan kakinya menuju teras samping dan Ingin sekali menelfone ayahnya menceritakan apa yang baru ia dapat di kamar ibunya.

" assalamu'alaikum....ayah Rahma kangen... kapan ayah pulang..." rengek Rahma seperti anak kecil yang haus akan kasih sayang.

"kan baru tadi malam ayah brangkat ke Bandung...masa sekarang harus kembali ke Yogya..." jawab ayahnya Rahma

"tapi Rahma kangen....." balas gadis itu pendek.

Mata laki-laki itu memerah, ada perasaan sedih sekaligus kasihan yang menyesakkan dadanya mendengar suara putrinya yang kesepian. Sepeninggal istrinya baru kali ini anak gadisnya seorang diri di rumah. Kakak-kakaknya juga sudah kembali ke Bandung. Dulu sempat bergantian menemani Rahma di rumah tapi tidak mungkin jika harus bergantian terus padahal aktivitas harian sudah mulai padat dengan agenda-agenda yang tertunda.

Tak terasa air mata laki-laki itu menetes satu-satu tak kuasa menahan perasaannya yang menyekat tenggorokanya.

"kamu ada apa sayang... mau bicara apa...? Ucap ayah Rahma tersendat-sendat.

"ayah...ternyata sebelum ibu meninggal beliau menulis pesan buat aku... apa ayah sudah tahu...?tanya Rahma

" pesan apa itu...? Tanya laki-laki itu pendek.

Rahma mulai bercerita dari ia berniat membersihkan ruangan tempat tidur ibunya bersama istrinya Cak Mat hingga mendapatkan agenda itu yang intinya gadis itu untuk belajar ilmu agama di ponpes Nurul Hikmah, Bantul.

Ayah Rahma sudah tahu perihal pondok pesantren Nurul Hikmah, ada agenda khusus tiap bulan dia selalu menginfakkan hartanya untuk ponpes itu. Ini semua bentuk rasa syukur Pak Iskandar besrta Ibu Wartinah.

Pembicaraan untuk menjodohkan putrinya dengan salah satu putra pemilik ponpes itu sering dilakukan bila mengingat masa depan putrinya. Seorang gadis melakukan perjodohan tentu dengan berbagai macam petimbangan diantaranya yang menjadi keinginan orang tuanya karena dengan suami sebagai kepala rumah tangga dia harus mempunyai agama yang kuat, berasal dari keluarga baik-baik, pintar dan masih banyak segi positifnya.

Dari hasil pembicaraan-pembicaraan itu ternyata Ibu Wartinah telah membuat wasiat untuk anak gadisnya untuk belajar ilmu agama yang berarti dia akan beradaptasi dengan keluarga pemilik pondok pesantren tersebut.

"walau bagaimanapun aku tidak boleh memaksa Rahma untuk belajar ilmu agama di tempat Pak Kyai Kudhori, dia harus melaksanakannya dari dalam hatinya ." Batin ayah Rahma tidak ingin menyakiti putrinya.

Tuntunlah Aku Di Jalan-MuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang