Tanpa Mata

73 12 9
                                    

Dasar Max. Bisa-bisanya dia menanggapi tantangan konyol. Malam ini dia berniat pergi ke bekas UKS sekolah kami. Dulu di sana terjadi pembunuhan yang di lakukan oleh seorang siswa. Setelah membunuh, dia mencongkel matanya lalu bunuh diri.

Sejak saat itu, banyak siswa yang mengaku bertemu dengan hantu tanpa mata. Mereka menjulukinya si tanpa mata. Entah itu kebetulan atau tidak, setiap siswa yang mengaku bertemu dengannya, menjadi gila. Beberapa dari mereka bahkan bunuh diri. Pihak sekolah yang khawatir memanggil pendeta. Pendeta itu mengurung si tanpa mata ke UKS. Konon, jika ada yang membuka ruangan itu dia akan menjadi gila.

"Apa ini memang benar-benar perlu, Max?" dia mengagguk mantap. Hah! mau bagaimana lagi. Aku terpaksa ikut. Aku tak tega membiarkannya pergi sendirian. Semoga saja semua cerita tentang si tanpa mata, hanya omong kosong belaka. Ya, semoga saja.

Dengan berbekal senter kami menyusuri lorong sekolah yang gelap. Sejak masuk gerbang, Max sudah gemetar. Cih! padahal tadi semangat sekali.

"Kalau takut jangan dipaksakan." Max menggeleng.

"Aku tidak mau dibilang penakut." Aku menepuk jidat. Memang nyatanya penakut kan?

Itu dia. Pintu bertuliskan UKS. "Benar tidak mau pulang saja?" sekali lagi dia menggeleng, meski terlihat ragu. Ya sudahlah.

Tunggu dulu, bukankah biasanya pintu ini di gembok? tapi kenapa sekarang tidak ada. Padahal aku sudah yakin kalau kami tak akan bisa masuk.

Aku tidak sebodoh itu memasuki ruang angker dengan mitos mengerikan. Karenanya, aku berbohong pada Max kalau aku sudah mencuri kunci gembok ruangan ini. Dan ketika sampai aku akan berbohong lagi kalau kuncinya hilang. Kemudian kami akan pulang lalu esoknya aku akan berbohong kalau Max sudah masuk keruangan itu.

Agar mereka percaya aku akan memasukkan ponselku dari celah pintu dan berkata bahwa semalam ponselku jatuh. Ketika nada deringku terdengar dari dalam mereka tak akan bisa berkata apa-apa. Perfect!

Jika kau bertanya kenapa aku tak memberitahukan rencanaku pada Max? jawabannya mudah. Itu karena Max terlalu polos dan ceroboh. Bisa-bisa rencanaku gagal bahkan sebelum di mulai. Tapi jika seperti ini rencanaku memang sudah gagal.

"Max! kita pulang saja. Tiba-tiba perutku sakit," kataku. Firasatku tak enak.

"Tidak bisa. Kita sudah sejauh ini. Lagipula kebetulan pintunya tidak digembok. Kita bisa masuk dengan mudah." Ya ampun, Max! kenapa dia keras kepala sekali. Padahal gemetar begitu.

"Kalau kau tidak mau masuk aku saja yang masuk." Max membuka pintu dan masuk. Aku tak sempat mencegahnya. Akupun mengikutinya. Bau busuk menyapa indra penciumanku. Ruangan ini berkali lipat lebih menyeramkan di banding mitosnya.

"Max! Kita sudah masuk kan? ayo kelu-"

"Hyaaaa." Tubuhku seolah tertarik ke belakang.

'Brakk'

Pintu tertutup. Aku panik. Max masih di dalam. Berbagai cara kulakukan tapi pintunya tak mau terbuka.

"Max! apa kau tidak apa-apa? jawab aku!"

Hening.

"Max! kumohon jawab aku!" sepanjang malam aku tetap di sana. Memanggil-manggil nama Max.

Keesokan harinya. Aku dibangunkan satpam sekolah. "Max!" seruku.

"Siapa itu Max?" tanya satpam itu.

"Te-temanku. Temanku ada di dalam pak! tolong temanku!" satpam itu terlihat bingung.

"Mana bisa temanmu di dalam. Pintunya saja digembok. Bahkan kunci gemboknya hilang. Sudahlah pulang sana! orang tuamu pasti khawatir." Tidak mungkin. Jelas-jelas tadi malam pintu itu tidak digembok. Jelas-jelas tadi malam aku dan Max masuk ke dalam. Jelas-jelas Max ...

"Max ada di dalam. Max!" aku menggedor pintu itu lagi. Tak kupedulikan tanganku yang sakit. Satpam itu mencoba menenangkanku, tapi aku terus meronta. Karena kesal, satpam itu memukulku. Akupun pingsan.

Aku terbangun di kamarku. Namun ada yang aneh. Kenapa tangan dan kakiku diikat?

"Ibu! Ibu!" teriakku sambil mencoba melepaskan diri. Ibu datang dengan tergopoh-gopoh.

"Ibu kenapa aku diikat?" bukannya menjawab ibu malah menagis.

"Sudahlah nak! jangan seperti ini. Ikhlaskan temanmu." Temanku? temanku kan hanya Max. Dan dia masih terjebak di ruangan terkutuk itu.

"Lepaskan aku, Bu! aku harus menolong Max." Kenapa tali ini susah sekali dilepas?

"Max sudah meninggal dua bulan yang lalu, nak! Max sudah tiada."

'Deg'

Apa ini? Lelucon?

#Cemilan Ringan

Hari ini terasa sangat aneh. Orang-orang mengabaikanku. Bahkan cerminpun tak mau menampakkan bayanganku.

Aku lapar. Tapi persediaan makananku sudah habis. Oh iya, kan ada Lia. Dia sangat tergila-gila padaku. Pasti dia mau kalau kusuruh kemari. Aku jadi tidak sabar merasakan nikmatnya daging dengan bumbu spesial. Kemarin aku mendapat resep baru dari nenek.

#AN
Ahay ahay. Gue revisi nih chapter. Kata temen2 gue yang sebelumnya gaje banget #Padahal yang ini juga gaje 😣

Hah! Mau gimana lagi. Gue udah  usaha. Kalo belum memuaskan mohon dimaklumi.

Akhir kata kulo love kalian 😚😚😚

AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang