Part 3

18 1 0
                                    

     Aku selalu berfikir bahwa tidak cukup hanya dengan memiliki dunia, tapi kita juga harus menggenggam seluruh planet di antariksa. Pertanyaan nya, siapa/apa dunia dan planet itu? Kalian faham, kan?

-------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------

Seung Gi POV

"Eomma, aku berangkat!" Ucapku lalu berjalan menuju halaman depan. (Ibu, aku berangkat!)

"Oppa, anyeong!"

"Hyung, anyeong!"

    Aku hanya melambaikan tanganku sembari tersenyum pada mereka, lalu berjalan kembali. Adik adik ku yang banyak, meskipun bukan adik kandung. Yang tadi aku salami saat berangkat juga, bukan ibu kandungku. Aku tidak tau siapa orangtua atau pun saudara kandungku, karena itu aku tinggal di panti asuhan.

    Tenang saja, aku tidak sedih kok. Malah aku sangat senang sekarang, karena aku mendapatkan biaya siswa untuk sekolah di tempat bagus.

    Jinan High School, sekolah bertaraf Internasional dan cukup bergengsi. Sebenarnya aku agak khwatir dengan kondisi diriku yang berasal dari kalangan bawah, sedangkan aku yakin pasti semua orang di sana adalah orang dari kalangan elit. Tapi aku mencoba untuk mengabaikan rasa khwatir ku ini, dengan harapan aku bisa sekolah hingga perguruan tinggi meski tanpa biaya.

"Pokoknya aku harus lebih pintar dari siswa siswi di sana." Batinku.

**

Yoo Ri POV

"Oh ya ampun, gadis ini!" Keluh seorang di sebrang sana.

"Kenapa? Ini menyenangkan kok." Jawabku sekena nya.

    Aku terus meluncur dengan skateboard ku di sepanjang jalanan Gangnam ini, pusat kemewahan di Korean Selatan. Dengan bebas ku bentang kan tangan ku dan tersenyum menikmati udara sore. Meski semua mata memandang ku aneh, aku tidak peduli dan terus melajukan skateboard ku dengan kecepatan yang cukup tinggi. Hingga,

Ckittt,,

    Sepatu ku berdecit saat aku mencoba menghentikan skateboard ku agar tidak menabrak orang yang tiba tiba saja berhenti tepat di depan ku. Dan ku lihat orang itu,

Oh? Seung Gi? Si anak baru itu?

"Hei, anak baru! Apa yang kau lakukan disini?" Tanya ku. Yah, aneh saja melihat dia di kawasan ini. Soalnya aku mendengar gosip bahwa dia berasal dari kalangan bawah.

"Maaf, anda siapa?"

What?! Maksudnya dia tak kenal siapa aku?

"Kau tak kenal aku?" Tanyaku memastikan.

    Dia menggeleng dengan wajah bingung nan polos sebagai jawaban. Aku tersenyum kecut. Yang benar saja!

"Kau, kenal aku? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Tanya nya hati-hati.

    Aku tidak menjawab dan mendelik karena keburu kesal. Lalu meninggalkan dia tanpa satu patah kata pun.

**

   Aku sampai di tempat tujuan ku, Gedung Benz Grup. Katanya ayah akan memperkenalkan seorang sekretaris yang akan membantu ku selama menjadi Wakil Direktur. Walaupun sebenarnya aku tidak terlalu di beratkan dalam tugas-tugas di pekerjaan ku. Yah, kalian tau, semacam kekuatan dari dalam dan sejenisnya.

    Aku pun memasuki lobi dan disalami semua orang yang melihat atau pun lewat di depanku. Dan tak jauh dari pintu masuk, ku lihat ayah sudah berdiri dan tersenyum padaku. Aku pun mengampiri ayah dengan skateboard di tanganku. Melihatnya, ayah mengerutkan kening.

"Skateboard, lagi?" Tanya nya keheranan.

"Kau sudah 18 tahun, tak ingin ikuti tes untuk miliki SIM? Ayah akan memberi mu mobil."

"Aniya, gwaencanha. Aku suka skateboard, mungkin akan aku minta lain kali." Jawab ku cuek. (Tidak, aku baik baik saja).

Ayah ku tersenyum. "Arrasseo, kajja!" (Baiklah, ayo!)

    Ayah pun merangkul ku dan mengajak ke arah ruangan nya untuk bertemu sekretaris baru ku. Menaiki lift khusus CEO, dan sampailah kami di pintu dengan kusen coklat dan sangat elegan. Kantor ruangan ayah. Dan ruangan milikku ada tepat di depan ruangan milik ayah.

    Saat pintu dibuka, sudah ku lihat seorang pria sedang duduk membelakangiku.

Tunggu, pria? Sekretaris nya pria?

     Dan ku lihat pria itu menyadari keberadaan kami, dan segera bangkit lalu balik badan untuk menyapa. Sebelum itu, aku sudah terkejut terlebih dahulu. Begitu pun pria itu.

"Kau?" Ucap kami bersamaan dengan mata membulat sempurna.

**

Author POV

"Kau bilang mereka sudah saling mengenal?" Tanya Yoo Rae, ibu Yoo Ra di seberang telpon.

"Ya. Saat aku memperkenalkan mereka, katanya mereka teman satu kelas di sekolah." Jelas Ji Sub, sang suami plus ayah Yoo Ri.

"Apa ini pertanda baik,, atau sebaliknya?" Gumam Yoo Rae.

"Jangan khawatir, semua nya pasti baik baik saja. Aku sudah berjanji dan kita sudah sepakat untuk segera mengakhirnya. Jadi bersabarlah sedikit lagi, ya?" Ucap Ji Sub, menutupi kekhawatirannya juga.

"Baiklah,,"

**

"Em, saya, ingin minta maaf." Sekarang berdirilah Seung Gi di hadapan Yoo Ri yang sedang berkutat dengan laptop di ruangan nya.

"Untuk apa?" Jawab Yoo Ri dingin tanpa mengalihkan pandangan nya dari layar monitor.

"Untuk yang tadi,, untuk tidak mengenali anda. Saya sungguh minta maaf." Ucapnya sekali lagi sambil membungkuk.

"Berhentilah, kau membuat aku terganggu." Jawab Yoo Ri setelah mengalihkan pandangannya pada Seung Gi.

"Baiklah, saya minta maaf. S-saya permisi." Seung Gi pun melangkah kan kaki menuju pintu keluar setelah mengatakannya.

"Tunggu, jangan berbicara formal di sekolah." Ucap Yoo Ri sebelum Seung Gi benar benar keluar ruangan.

"Baiklah. Sekali lagi saya minta maaf." Jawab Seung Gi sembari membungkuk sekali lagi lalu menghilang setelah pintu tertutup.

"Kenapa dia baik sekali?! Kan jadinya aku yang terlihat jahat. Keterlaluan!" Gumam Yoo Ri setelah siluet Seung Gi sudah tak terlihat lagi.

-------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------

Finally, I'm update. Hhehe, kelamaan ga sih update nya? I'm so sorry, cause I was very busy here:v. Pokoknya aku selalu ga bosen untuk ingetin kalian, don't forget to vote+comment yaa! See you next time💕

PainkillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang