Hari Senin, ada ulangan PKN. Faiza belajar seperti biasa. Ia tak melakukan apa yang dikerjakan temannya saat ulangan tiba. Baginya, mendengarkan bu guru ketika mengajar, ditambah dengan membaca buku-buku yang mendukung materi, itu sudah ia lakukan jauh-jauh hari. Baginya belajar adalah sepanjang waktu. Lain Faiza lain pula dengan Dina. Ia sengaja membuat contekan dari kertas yang di gulung menyerupai undian arisan. Menyontek dengan cara seperti itu sudah sering dilakukan Dina. Tidak hanya untuk pelajaran PKN saja, tetapi hampir semua mata pelajaran.
Meskipun teman sekelas Dina sudah tahu, tetapi mereka tidak mau melaporkan kebiasaan buruknya kepada Bu Sevia guru mereka. Dina mengancam, jika perbuatannya dilaporkan, maka akan terjadi sesuatu pada sekolah ini. Sebenarnya perbuatan Dina tidak dapat dibenarkan, Faiza yakin itu hanya gertakan saja. Kalau kebiasan menyonteknya dibiarkan, maka yang dirugikan tidak hanya teman sekelasnya tapi juga dirinya sendiri. Ia mendapatkan nilai yang baik, tetapi bukan dari hasil usahanya untuk belajar sungguh-sungguh. Yang pasti, teman-teman merasa dirugikan karena perbuatan Dina yang suka menyontek. Semester lalu ia rangking 3 di kelasnya. Tentu saja teman sekelasnya tidak bisa menerima ini. Tapi apa mau dikata, ternyata Bu Sevia tidak mengetahui kalau Dina menyontek.
Dina memang pandai mencuri kesempatan. Ia pun pintar bermain kata-kata. Sehingga Orang sepandai Bu sevia berhasil dikelabuhi. Lama-lama Faiza tidak tahan. Ia justru kasihan dengan Dina. Ia khawatir perbuatannya akan membawa dampak buruk bagi masa depannya. Pada dasarnya ia anak yang baik, pandai bergaul dan suka memberi pertolongan jika ada yang membutuhkan. Suatu hari Faiza dan teman-teman berkumpul di taman dan menyusun sebuah rencana.
“Bagaimana teman-teman, apakah kalian setuju menjalankan misi ini?” Tanya Faiza pada teman-teman.
“Kau yakin, cara ini akan berhasil?” Tanya Jelita memastikan
“Ya, setidaknya, kita sudah melakukan sesuatu.” Jawab Faiza yakin. Ia sangat berharap bahwa Dina akan segera menghentikan kebiasaan buruknya.
“Hari Jumat ada ulangan matematika. Kita harus mempersiapkan sesuatu.” Kata Jelita mengingatkan.
“Baiklah, aku akan membawa kamera, kebetulan ayahku memilikicanon power shot A470. Semoga kita berhasil.”
Hari yang ditunggu telah tiba. Semua duduk di kursi masing-masing. Bu Sevia membagikan selembar kertas dan fotocopian soal dari kertas buram. Faiza sengaja memilih tempat duduk di dekat Dina. Ia sudah memperkirakan tempat yang akan digunakan untuk mengambil gambar saat Dina beraksi. Bagi faiza, memotret objek bukan hal yang baru, karena ia sering diajak ayah untuk berburu foto. Maklum saja ayahnya seorang wartawan. Balajar mengambil objek dari berbagai sudut pernah ia lakukan. Bahkan Faiza memiliki album yang isinya foto-foto hasil jepretannya bersama ayah. Ada foto bertema pemandangan alam, aktivitas orang-orang di pasar, para petani di sawah, bahkan foto bencana alam. Kalau objek yang ini, merupakan hal baru bagi faiza. Tapi ia merasa tertantang. Rasanya ia menjadi detektif yang sesungguhnya.
Sepuluh menit telah berlalu. Tidak ada gerakan yang mencurigakan pada diri Dina. Kepalanya tertunduk menatap kertas yang masih kosong. Bolpoint yang ada di tangannya tak sekalipun digerakkan. Ternyata ia belum menulis satu angkapun. Tiba-tiba, Bu Sevia mengatakan bahwa ia akan ke kantor sebentar. Ada sesuatu yang tertinggal di sana.
Sepeninggal Bu Sevia, suasana kelas tetap sepi seperti semula. Semua sibuk dengan tugasnya masing-masing. Mereka berjanji akan bersaing dengan sehat, tanpa ada yang berbuat curang, menyontek. Tapi kesepakatan itu tentu saja tidak berlaku untuk Dina. Melihat kesempatan ada di depan mata, Dina segera mengeluarkan jurus-jurusnya. Ia begitu lihai membuka lembaran-lembaran kecil yang berisi rumus-rumus matematika. Sepertinya tak ada kendala baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita di Sekolahan
NonfiksiWalaupun temen gua itu otak nya ada udah geser semua😂setidaknya mereka biasa membuat ku tertawa.. baca ya cerita ku😉😉