Bab 2

1K 159 9
                                    


Tiga murid laki-laki yang sejak tadi menempelkan telinga mereka masing-masing ke celah-celah pintu ruang kepala sekolah untuk mencuri dengar seketika meloncat mundur kebelakang ketika pintu itu terbuka dan menampakkan sosok wanita berparas anggun tapi memiliki tatapan tajam sedang berjalan keluar dari sana di ikuti oleh satu murid lainnya.

Wanita itu menyipitkan kedua matanya secara berbahaya ketika melirik ketiga murid yang memerlihatkan cengiran kaku mereka ketika dia melewati mereka semua.

Angga, Bayu dan Coky bertanya menggunakan bahasa isyarat mereka pada Liam yang masih setia berjalan di belakang tubuh Mamanya. Namun Liam hanya menggelengkan kepalanya pelan dan melanjutkan langkahnya.

Ketika Mamanya berhenti melangkah, Liam juga menghentikan langkahnya. Matanya memandang punggung Mamanya waspada. Otaknya mulai memikirkan hukuman apa yang akan diberikan Mamanya pada Liam nanti.

"Kemasi barang-barang Kamu."

"Ma..." sambil merengek pelan, Liam menyusul Mamanya, berdiri di depan Mamanya. "Liam cuma nonton konser sebentar, nggak bolos, berantem atau ngerusak fasilitas sekolah."

Mata Mamanya menyipit tajam. "Jadi menurut kamu, kamu nggak salah, gitu?"

Liam menggaruk belakang kepalanya kaku, "Liam salah, tapi kesalahannya nggak terlalu besar kok."

Liam melihat Mamanya menarik napas dan menghelanya berat. Liam tahu kalau sebentar lagi Mamanya pasti akan meledak. Jadi otak pintarnyaa segera bekerja sebelum terlambat. "Liam terima hukuman apapun dari Mama selain pergi ke Afrika. Atau... di scors seminggu juga nggak apa-apa. Sekalian liburan sama Mama, kan kemarin Mama bilang kangen liburan bareng Liam." Dia menghadiahi senyuman anak manis andalannya.

Mamanya mendengus, "Nggak usah coba-coba ngerayu Mama, kamu! Mama itu udah kebal sama senyuman palsu kamu dan udah tahu banget otak licik kamu itu. Lagian lusa nanti Mama sama Papa mau pergi honeymoon, ngapain Mama malah liburan sama kamu."

"Honeymoon lagi?" Liam menggelengkan kepalanya putus asa. "Kemarin kan udah."

"Ya terus kenapa? Suami-suami Mama, kenapa kamu yang protes?" kedua mata Mamanya menatap sinis padanya.

Liam benar-benar tidak mengerti dengan pola pikir orangtuanya. Terlalu ajaib. Ya, mereka memang masih muda. Umur mereka saja belum mencapai empat puluh tahunan. Liam memang tahu kalau orangtuanya menikah muda. Mungkin karena itulah sampai detik ini kedua orangtuanya masih saja terlihat seperti ABG labil di mabuk cinta. Mamanya saja masih terlihat sangat cantik untuk ukuran wanita dewasa. Sedangkan Papanya... Liam sampai harus merengek ke Mamanya agar Papanya jangan pernah lagi menginjakkan kaki di sekolahnya. Liam benci harus melihat semua guru perempuan di sekolah hampir meneteskan air liur hanya karena melihat Papanya melintas. Gio Alatas yang menawan selalu membuat Liam Alatas mengumpat.

Tapi tunggu, kalau lusa orangtuanya pergi honeymon yang entah untuk keberapa kalinya di belahan bumi manapun, itu artinya Liam bisa selamat dari hukuman Mamanya. Senyuman kecilpun terbit di bibir Liam.

"Tunda dulu senyuman kamu itu sebelum selesai menjalani masa hukuman kamu."

Senyuman Liam sirna, digantikan wajah waspadanya. "Hukumannya apa?"

Aluna tersenyum manis, sangat manis sampai Liam meneguk ludah berat. "Kamu harus jadi petugas kebersihan di sekolah selama satu bulan."

"Satu bulan? Tapi, Ma..."

"Dua bulan kalau kamu protes."

"Apaan sih! Kan Iam..."

"Tiga bulan kalau gitu."

LiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang