Bab 4

978 129 7
                                    


"Mati nih gue..." rutuk Nayla sepanjang langkah kakinya menyusuri koridor yang sepi. Dia sudah terlambat dua puluh menit karena pagi ini bangun terlalu siang dan sialnya baik Manda ataupun Aira sama sekali tidak membangunkannya.

Sambil komat-kamit mengeluarkan makiannnya, Nayla terus berjalan tergesa-gesa dan memikirkan alasan apa yang bisa dia berikan pada Gurunya nanti. Namun, langkah tergesa-gesanya terhenti ketika sebuah tangan menarik pergelangan tangannya dan membawanya ke belokan sebuah koridor.

Dengan kedua mata membulat, Nayla merasakan benturan pelan antara punggungnya dan dinding. Mata bulatnya mengerjap menemukan senyuman manis Liam di depannya.

"Pagi." Sapa Liam lembut.

"Liam?"

"U-huh."

Nayla menatapnya bingung, namun lama kelamaan dia tersadar dan cepat-cepat memekik di depan Liam. "Aku telat!"

"Kok bisa? Kan belum aku apa-apain." Jawab Liam kalem.

Nayla melotot lalu memukul lengan Liam gemas. "Ih... aku serius. Aku udah telat dua puluh menit."

Liam tertawa geli dan mengambil telapak tangan Nayla dari lengannya untuk digenggam. satu lagi hal favoritnya yang berhubungan dengan Nayla. Menggenggam tangan gadis itu.

"Udah ah, kamu minggir. Aku mau ke kelas."

"Percuma. Kamu nggak bakalan dikasih izin masuk."

"Masa sih?"

"Hm. Pelajaran pertama Olahraga, kan?" tanya Liam dan Nayla mengangguk. "Pak Togar terkenal galak. Kalau ada murid yang telat nggak bakalan dianggap hadir malah dikasih hukuman. Jadi mending kamu sekalian aja nggak nongol di depan dia. Dari pada dihukum?"

Nayla menggigit bibit bawahnya ragu dan itu sangat menarik perhatian Liam. Entah apa yang membuat Liam berani menyentuh bibir bawah Nayla dan menariknya lepas dari gigitan gadis itu.

"Jangan digigit..." bisiknya sementara matanya menatap hangat ke dalam mata Nayla.

Demi Tuhan, Nayla merasa lututnya melemas namun tidak bisa melakukan apapun selain membalas tatapan lembut Liam dengan cara yang sama. Dia masih tidak mengerti kenapa keberadaan Liam di dekatnya membuat seluruh organ dan indra di tubuhnya menuruti apa saja yang Liam katakan.

Suara ketukan sepatu yang menggema di salah satu koridor membuat Liam menyembulkan sedikit kepalanya untuk mengintip. Ada seorang petugas keamanan yang sedang berjaga.

"Ikut aku." Bisik Liam lalu membawa Nayla pergi dari sana.

Liam memilih atap sekolah sebagai tempat membolos hari ini. Pagi ini mendung dan atap sekolah cukup bagus untuk didatangi. Setelah tahu kalau Nayla belum sarapan pagi, Liam menyempatkan diri mengunjungi kantin dan membeli sebungkus roti serta sekotak susu.

"Kamu makan dulu." Ujar Liam setelah meletakkan roti dan susu dipangkuan Nayla.

Nayla menatap roti dan wajah Liam secara bergantian, namun setelah itu memutuskan membuka bungkus roti dipangkuannya. "Thanks."

Liam ternyum. Lalu duduk disamping Nayla, tangannya bertumpu di pinggir bangku yang mereka duduki, sedangkan kakinya bergoyang-goyang santai menikmati angin dan cuaca mendung.

"Kamu nggak mau?" tanya Nayla.

"Aku udah makan, buat kamu aja."

"Hm... oke."

Nayla melanjutkan kegiatan makannya, dan kini Liam kembali menatap Nayla dengan intens. Liam bingung, selama ini, belum pernah ada gadis manapun yang menarik perhatiannya seperti sekarang. Bukan tidak banyak yang mendekatinya sejak dulu, dari anak-anak rekan bisnis Papanya, teman sekelasnya di SMP dan juga beberapa kenalannya. Tapi tidak satupun yang membuat Liam tertarik. Dia seolah tidak tersentuh.

LiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang