Liona saat ini tengah bersantai dan bermalas-malasan di ruang tamunya. Itu karena ia tak tahu harus melakukan apa. Biasanya, saat malam seperti ini, ada Mr. Fredy yang menemaninya mengobrol. Tapi,tadi siang, Mr. Fredy memutuskan untuk pindah ke rumah barunya. Jadilah sekarang, tinggal Liona sendiri di sana.
Ya, meski ada para pelayan di rumah itu, tetap saja Liona merasa sepi di sana.
Saat ia tengah melihat-lihat isi iPad-nya, ponsel yang diletakkan di meja di dekatnya tiba-tiba berbunyi.
Saat Liona melihatnya, ternyata ada pesan yang baru masuk.
From : Handsome Sean
Kau sedang apa?
Ps : Balas cepat karena aku tidak suka menunggu.
Liona mengernyitkan dahinya setelah membaca pesan yang baru masuk tadi.
"Sejak kapan nomor Sean ada di sini? Dan kenapa namanya seperti ini? Konyol sekali. Aku akan menggantinya," ucap Liona lalu melakukan sesuatu di ponselnya.
To : Annoying Sean
Bukan urusanmu. Kenapa kau mau repot-repot bertanya?
Ps : Jangan ganggu aku.
Begitulah balasan Liona pada Sean. Yang tanpa disangka langsung mendapat balasan dari Sean.
From : Annoying Sean
Aku tahu kau sedang sendiri di rumah. Jangan mengelak, karena Mr. Fredy yang mengatakannya padaku.
Liona langsung kesal saat membaca balasan dari Sean itu.
"Sejak kapan Mr. Fred berteman dengan pria ini? Ini membuat situasiku sulit sekarang," ucap Liona lalu membalas pesan dari Sean.
To : Annoying Sean
Itu bukan urusanmu.
Balas Liona dan bersamaan dengan itu, tiba-tiba lampu di rumahnya mati.
"Mary!!!! Sema!!! Bety!!! Corty!!! Billy!!! Siapa saja kemarilah!!!" teriak Liona memanggil para pelayan dan penjaga rumahnya.
Tapi yang terjadi, tak seorangpun mengindahkan panggilannya.
'Kemana semua orang? Dan kenapa listrik di rumah ini mati? Ini tidak pernah terjadi sebelumnya,' ucap Liona dalam hati.
Liona memutuskan untuk pergi keluar rumah untuk mencari pertolongan atau apapun itu.
Tapi saat ia berjalan, ponsel yang dipegangnya berbunyi, membuatnya terkejut. Saat Liona melihatnya, ternyata pesan dari Sean.
From : Annoying Sean
Rumahmu gelap ya? Hati-hati. Ada yang mengikuti di belakangmu.
"Apa maksud pria gila ini? Darimana dia tahu? Aku mulai takut sekarang," ucap Liona pelan, setelah menghentikan langkahnya.
Sedetik kemudian, Liona berbalik arah dan langsung berlari menuju kamarnya yang ada di lantai atas. Tapi, saat ia baru beberapa langkah berlari, tiba-tiba...
Prang...
"Awww! Shh..." rintih Liona yang terjatuh di atas pecahan guci besar yang tak sengaja dijatuhkannya tadi.
Dagu dan dahi Liona terasa perih, sepertinya tergores pecahan guci. Telapak tangan dan lututnya juga mengalami hal yang sama.
Liona menggigit bibirnya mencoba menahan sakitnya dan juga mencoba bangun.
Dan saat ia ingin menangis karena takut dan juga sakit yang dirasakannya, saat itu juga lampu di rumahnya menyala.
"Liona? Apa kau tidak apa-apa? Astaga! Kemarilah, aku akan membantumu," ucap Sean yang entah bagaimana bisa sudah berada di dekat Liona.
Sean lalu membungkuk hendak membantu Liona bangun. Tapi, Liona mengangkat tangannya tanda ia tidak mau dibantu.
"Apa semua ini ulahmu?" ucap Liona pelan tanpa melihat ke arah Sean.
"Liona, aku tidak menginginkan hal ini terjadi. Aku tadi hanya ingin memberikan kejutan untuk—"
Ucapan Sean terpotong karena melihat Liona bangun dan kini berdiri menatapnya tajam.
"Kejutan apa yang kau maksud? Dan untuk apa itu? Apa aku memerlukannya? Tidak, Sean. Kau sudah keterlaluan. Bercandamu ini benar-benar tidak lucu," ucap Liona lalu berbalik dan berjalan meninggalkan Sean.
Sean yang melihat Liona seperti itu menjadi merasa bersalah. Apalagi saat melihat Liona berjalan dengan kaki telanjang yang berdarah terkena pecahan guci yang berserakan di lantai.
Tanpa memikirkan apapun, Sean langsung berjalan mendekati Liona dan mengangkat tubuhnya, ala bridal style.
"Lepaskan aku. Kau adalah pria paling gila, bodoh dan jahat yang pernah kutemui. Turunkan aku, brengsek," ucap Liona sambil memukuli dada Sean yang tengah menggendongnya.
Tapi, nampaknya Sean tidak menggubris Liona sedikitpun, ia hanya diam saja dan terus berjalan.
Mungkin Sean memang merasa bersalah dan pantas mendapatkannya, jadi karena itulah dia diam saja.
"Turunkan aku! Aku benci padamu! Turunkan aku!" ucap Liona menangis sambil terus memukuli dada Sean, tapi kali ini lebih pelan.
Entah mengapa Sean merasa aneh saat melihat Liona menangis dalam gendongannya. Mungkin karena itu juga ia sekarang mempercepat jalannya menaiki tangga menuju kamar Liona.
"Tolong bukakan pintu itu," ucap Sean pada salah seorang pelayan yang ada di dekat tangga saat ia sudah sampai di atas.
Pelayan yang disuruh Sean tadi malah menatap ke arahnya bingung. Mungkin karena pelayan itu melihat Liona dalam gendongan Sean tengah menangis.
"Kau kupecat! Dan juga pelayan yang lainnya! Ajak mereka pergi dari sini! Kalian semua pergi dari rumahku." teriak Liona pada pelayan yang masih melihat ke arahnya. Mungkin itu karena ia kesal saat tadi ia memanggil para pelayannya, tapi tak ada satupun dari mereka yang mengindahkan panggilannya.
"Jangan seperti itu. Semua ini salahku. Jangan hukum mereka karena salahku. Jangan hiraukan ucapannya! Cepat buka pintu itu lalu tolong ambilkan air hangat dan juga kotak P3K ke sini," ucap Sean bergantian pada Liona dan pada pelayan itu. Pelayan itu lalu langsung melakukan yang disuruh oleh Sean.
Setelah membuka pintu, pelayan tadi langsung membungkuk dan pergi dari sana untuk melakukan perintah Sean lainnya.
Sean lalu masuk ke dalam kamar dan berjalan ke arah ranjang.
"Sekarang duduklah di sini dengan tenang sampai pelayan tadi datang," ucap Sean setelah mendudukkan Liona di ranjang dan ia duduk di pinggirnya.
"Pergilah. Aku sudah tidak membutuhkan pria rusuh sepertimu di sini," ucap Liona lalu berbaring membelakangi Sean.
"Aku minta maaf soal tadi. Aku tidak tau kalau kau ternyata takut gelap. Aku tadinya hanya ingin—"
"Apapun alasanmu itu tadi keterlaluan. Sudahlah, aku ingin sendiri. Sekarang pergilah," ucap Liona tapi Sean tak beranjak sedikitpun dari sana.
"Tuan, ini barang-barang yang Anda minta tadi," ucap pelayan yang datang memecah keheningan di kamar itu.
"Terima kasih. Kau boleh pergi. Oh ya, tutup pintunya," ucap Sean setelah mengambil alih kotak P3K dan baskom berisi air hangat dari tangan pelayan tadi.
"Hei... duduklah sebentar. Aku akan mengobati lukamu," ucap Sean tapi Liona tidak menjawabnya dan tetap pada posisinya.
"Jika kau ingin aku cepat pergi, biarkan aku mengobatimu. Atau aku akan di sini sepanjang malam," ucap Sean dan berhasil membuat Liona bangun dan duduk dengan bersandar di kepala ranjang.
Sean lega melihat Liona mau menurutinya meski harus dengan sedikit ancaman.
"Kau mau apa?" ucap Liona saat Sean mendekatkan tubuhnya ke arahnya.
"Aku hanya ingin menaruh bantal di sini. Agar kau merasa nyaman selama aku mengobati lukamu," ucap Sean lalu menata beberapa bantal untuk sandaran Liona.
Liona diam saja. Perlakuan Sean yang satu itu tak bisa dikomentarinya.
"Mungkin ini akan sakit sedikit," ucap Sean lalu mulai mengobati dahi Liona dulu.
Sean mulai menyapu luka di dahi Liona dengan kain yang sudah dibasahinya dengan air hangat dengan hati-hati.
"Shh..." rintih Liona reflek memegang tangan Sean saat ia merasakan perih karena sapuan kain Sean.
Sean menatap Liona saat tangannya dipegang. Mata keduanya sempat bertemu untuk beberapa detik.
"Maaf," ucap Liona lalu melepaskan tangannya yang tadi memegang tangan Sean.
Setelah selesai menyapu luka Liona, Sean memakaikan plester untuk menutup luka itu.
Liona hanya diam saja dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tapi sesekali ia melirik Sean lewat ekor matanya. Entah mengapa ia gugup saat wajah Sean dekat sekali dengannya.
Sean lalu beralih pada luka di dagu Liona. Sebenarnya itu sangat sulit, karena Sean tidak bisa berkonsentrasi saat melihat bibir tipis berwarna pink milik Liona. Tapi ia terus berusaha fokus untuk membersihkan luka di dagu Liona. Karena hanya luka kecil, Sean tidak menutupnya dengan plester.
Liona sendiri kini sudah berani melihat Sean dengan terang-terangan saat Sean beralih mengobati telapak tangannya. Liona pikir, Sean tak akan tahu jika ia tengah mengamati Sean dengan posisinya sekarang.
Liona terpaku melihat wajah Sean yang tengah serius mengobati luka di telapak tangannya. Dimata Liona, Sean menjadi lebih tampan berkali-kali lipat.
Sean terus mengobati luka-luka Liona yang ada di lutut dan juga di kakinya hingga selesai. Sean melihat hasil karyanya tadi dengan bangga dan tersenyum manis.
Itu adalah pertama kalinya ia menjadi perawat dan mengobati seseorang. Tapi, bisa dipastikan jika caranya tadi sudah benar.
Saat beralih melihat ke arah wajah Liona, Sean dibuat tersenyum semakin lebar saat mendapati Liona sudah tertidur.
Sean lalu berdiri dan mengangkat tubuh Liona untuk menidurkan tubuh Liona di sisi ranjang yang lain karena di sana masih rapi dan lebih nyaman dari tempat Liona yang tadi.
Sean kemudian menyelimuti Liona dan juga mengatur penghangat ruangan di sana agar Liona tidak kedinginan. Musim dingin akan tiba. Karena itulah, udara semakin dingin sekarang.
Sean lalu duduk di pinggir ranjang dan mengamati wajah Liona yang tengah tertidur untuk waktu yang lama.
'Dari awal, aku sudah melihatmu sebagai gadis cantik yang baik. Maafkan kelakuanku yang seperti anak kecil. Aku tidak bermaksud dan tidak menginginkan ini sama sekali. Maaf, karenaku kau terluka seperti ini. Kumohon, maafkan aku.'
KAMU SEDANG MEMBACA
I Win, Baby ✔ [Warren Series #1]
RomanceLiona Frezmith adalah wanita sebatang kara yang mengalami kemalangan silih berganti setelah bertemu dengan Sean Warren yang ternyata mendekatinya atas perintah ayahnya untuk membalaskan dendamnya kepada mendiang orang tua Liona. * * * Sepeninggal k...
Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi