[ 3 ] Pembatalan Janji.

1.8K 269 17
                                    

Hari Minggu yang Jeno tunggu akhirnya tiba. Ia merasa sangat senang hari ini karena punya janji kencan bersama Renjun. Memang sih, acara mereka hari ini hanya menonton film lalu berjalan-jalan sebentar dan pulang setelahnya. Namun, mengingat mereka sudah hampir dua minggu tidak kencan karena kesibukkan masing-masing dan banyaknya tugas menjadikan mereka tidak memiliki waktu untuk pergi berkencan.
Jam menunjukkan pukul 9 pagi, masih ada 4 jam sebelum Jeno pergi menjemput Renjun kerumahnya. Ia mengucek matanya dan bangkit dari kasur empuk kesayangannya lalu mulai merapikan tempat tidurnya.

Sambil menunggu jam 1 siang, Jeno berencana untuk menonton TV dan bermalas-malasan. Rasanya hari Minggunya sempurna sekali.
Sesekali Jeno bersenandung lagu kesukaannya dan kembali merapikan kamarnya yang terlihat seperti kapal pecah.
Setelah selesai merapikan kamarnya, ia mengecek ponsel yang ia letakkan diatas meja.
Jeno membuka satu persatu pesan dari teman-temannya dan membalasnya.

***

Renjun kembali menghembuskan nafasnya didepan cermin. Berkali-kali ia melihat pantulan dirinya dicermin dan melihat setelan baju yang sudah ia kenakan. Ia sedang mencari baju yang akan ia kenakan untuk kencannya hari ini. Renjun tidak ingin terlihat biasa saja didepan Jeno. Ia kembali mengambil kemeja berwarna biru mudanya dan melihatnya berkali-kali. Rasanya tidak cocok.
Sudah hampir satu jam Renjun memilih pakaian yang akan ia kenakan namun belum juga mendapatkan pakaian yang menurutnya pas. Ia menghela nafas pelan. Kenapa repot sekali sih untuk pergi kencan saja?

Dan pada akhirnya Renjun memilih kaos berwarna hitam dan kemeja kotak-kotak berwarna hitam dan putih. Rasanya tidak terlalu buruk.

Selesai memilih pakaian yang akan ia kenakan, Renjun segera membereskan bajunya dan meletakkan kembali kedalam lemari. Ia melihat jam, sudah pukul 11. Renjun harus segera bersiap agar tidak terlambat. Ia sangat bersemangat untuk bertemu Jeno hari ini.

***

Jeno sudah siap, dan terlihat lebih keren dari biasanya. Padahal jam masih menunjukkan pukul 12 siang. Ia berniat untuk mengisi perutnya terlebih dahulu sebelum menjemput Renjun kerumahnya.

Jeno keluar dari kamarnya dan menuju dapur untuk mengambil roti dan selai. Jeno duduk dimeja makan dengan roti, selai, dan susu dihadapannya. Ia baru sarapan setelah bermalas-malasan sambil menonton TV.
Jeno memakan rotinya dalam diam, menikmati waktu makannya. Tapi ponselnya tiba-tiba berbunyi, ada bunyi pesan yang masuk.
Ia membuka aplikasi line dan mendapati nama Renjun yang mengiriminya pesan. Senyum tak luput dari wajah Jeno saat melihat ternyata pujaan hatinya yang mengiriminya pesan.

Jeno, aku tidak bisa menemanimu menonton film hari ini. Maafkan aku😭
Sepupuku kecelakaan dan baba menyuruhku untuk pergi kerumah sakit. Maaf sekali Jeno-ya. 😭
Jangan maraaaaah ㅠㅡㅠ

Senyum Jeno seketika menghilang dan wajahnya berubah menjadi muram. Ia kesal dengan Renjun karena membatalkan janji seenaknya. Padahal sejam lagi mereka akan bertemu. Namun, melihat alasan Renjun, Jeno juga tidak bisa memaksakan kehendaknya. Jeno mendadak galau.

Baiklah, tidak apa-apa Renjun. Kita bisa pergi lain kali.

Setelah membalas pesan Renjun, Jeno buru-buru menghabiskan susunya dan menaruh kembali roti serta selai. Kemudian dia beranjak untuk mengambil kunci motor yang ada di kamar nya.

"Mau kemana Jeno?" tanya ibu Jeno yang baru saja pulang dari supermarket.

"Keluar sebentar ma. Jeno pergi ya." setelah berpamitan Jeno memakai helm dan mengendarai motornya. Sejujurnya Jeno marah sekali. Ia benar-benar bad mood setelah membaca pesan dari Renjun. Namun ia juga tidak enak dengan Renjun jika
harus marah-marah disaat seperti ini.

Akhirnya Jeno menghentikan motornya didepan rumah bercat hijau muda dengan pagar berwarna senada. Ia menghela nafas, dan mulai menekan bel rumah tersebut. Tak berapa lama muncul seorang perempuan yang membukakan pintu.

"Oh, Jeno. Silahkan masuk." wanita itu mempersilahkan Jeno masuk.

"Terimakasih bi. Mark ada dirumah?" tanya Jeno penuh sopan santun.

"Ada, dia sedang menonton TV. Masuk saja, bibi mau keluar sebentar ya."

"Iya bi. Jeno masuk dulu." Jeno mengangguk dan segera masuk ke dalam rumah. Memang, sejak SMP, Jeno dan Mark bersahabat. Jadi tidak heran jika ibu Mark menganggap Jeno sudah seperti anaknya sendiri. Itu sebabnya Jeno tidak sungkan kepada orang tua Mark. Begitu juga sebaliknya.

Jeno memasuki rumah dan melihat Mark sedang menonton TV dengan wajah kusut khas orang belum mandi, belum lagi rambutnya yang terlihat berantakan dan hanya memakai kaos serta celana pendek rumahan.

Tanpa permisi, Jeno duduk disebelah Mark membuat Mark kaget dan heran melihat Jeno tiba-tiba ada dirumahnya.

"Mau apa kau kesini?" nada bicara Mark jelas-jelas sangat tidak bersahabat. Namun Jeno tidak peduli.

"Aku galau." adu Jeno dengan wajah murungnya.

"Oh jadi saat galau begini kau baru datang padaku? Kenapa? Apa ini ada sangkut pautnya dengan pacar cantikmu, Huang Renjun itu?"

Jeno mendelik mendengar kata cantik untuk Renjunnya. Sejak kapan Mark memanggil Renjun seperti itu?

"Pacarku memang cantik tapi tidak usah memanggilnya dengan sebutan 'pacar cantikmu, Huang Renjun.' Renjun bisa marah jika mendengarnya." Jeno menyandarkan tubuhnya pada sofa dan menghela nafas berat.

"Okay. Itu tidak penting. Yang penting sekarang, kenapa kau disini?" Mark melihat penampilan Jeno dari atas sampai bawah. "Dan tumben sekali kau berpakaian rapi begini." tanya Mark penasaran.

"Aku gagal kencan dengan Renjun."

Mark tidak bisa menahan tawanya dan akhirnya tawanya meledak. Lucu sekali, seorang Lee Jeno galau hanya karena gagal berkencan dengan pacarnya.

"Berisik sialan." Jeno melempari Mark dengan bantal dan beruntungnya tepat mengenai wajah Mark.
Mark mendadak diam dan membalas memukul Jeno dengan bantal.

"Lalu?" lanjut Mark penasaran. Sungguh, saat ini Jeno benar-benar terlihat murung.

"Hari ini rencananya kami akan pergi menonton, tapi tadi Renjun mengirimiku pesan dan membatalkannya secara tiba-tiba. Dia bilang sepupunya kecelakaan dan ia harus pergi kerumah sakit."

"Kalau aku jadi Renjun juga, aku akan lebih memilih pergi kerumah sakit." timpal Mark sekenanya.

"Aku tahu. Tapi aku marah, dia membatalkan janjinya mendadak seperti itu. Apa dia tidak tahu aku sudah menginginkan pergi berdua saja dengannya sejak lama?" ucap Jeno sedikit meninggikan suaranya. Ia benar-benar kesal sekarang.

"Aku paham. Jaemin juga pernah seperti itu. Dan aku juga sama sepertimu, aku marah. Tapi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa selain memahami kondisinya saat itu." Mark kembali menatap layar TV. Membiarkan Jeno sibuk dengan pikirannya. "Ngomong-ngomong, dimana ibuku? Kau melihatnya tadi?"

"Dia bilang akan pergi keluar sebentar." jawab Jeno lesu. Mark hanya mengangguk sebagai jawaban.

Hening diantara Mark dan Jeno membuat Mark menjadi gerah sendiri. Tidak biasanya jika bersama Jeno akan diam seperti ini.

"Sebaiknya kita pergi keluar saja. Sebagai ganti kencanmu dengan Renjun. Kebetulan aku juga lapar." cengir Mark dan hanya dibalas anggukan oleh Jeno. "Tunggu sebentar, aku mandi dan bersiap. Setelah itu kita pergi keluar."
Mark segera melesat ke kamarnya dan segera bersiap. Sedangkan Jeno masih diam diruang tamu, ia menonton acara TV yang menurutnya sama sekali tidak menarik.

Tanpa Jeno sadari, Renjun mengirimi Jeno pesan berkali-kali.

***

Aku balik nih setelah sekian lama wkwk akhirnya update juga.

Btw, maaf untuk chapter ini mengecewakan. Aku bikinnya bener-bener ngebut dan ga diedit lagi. Jadi maaf kalo banyak typo✌

Thank for reading, and voment❤

Memahamimu. [NoRen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang