Outside the Window

243 25 13
                                    

Di luar hujan. Musim hujan sudah tiba. Dari luar kaca-kaca jendela dipenuhi tetesan air mengalir. Kaca-kaca jendela di dalam mulai berembun karena suhu udara semakin dingin di dalam ruangan.

Kau duduk di sana menatap ke arah luar jendela dengan ekspresi sendu. Tubuhmu miring menyandar melawan arah pada sofa. Kedua kakimu yang berselimut kain diangkat ke atas. Di atas pangkuanmu terdapat sebuah buku yang tadinya sedang kau baca sebelum hujan mulai turun dan kau mulai memperhatikan rinai hujan turun.

Terkadang kau membenci hujan. Terutama yang turun di pagi hari, di waktu-waktu para makhluk dunia harus berangkat untuk melakukan aktivitas wajib pagi mereka. Entah untuk pergi bekerja ataukah pergi sekolah. Kau pun benci menjadi basah karena rinai hujan, apalagi jika kau lupa membawa payung. Namun di waktu lain, kau menyukainya. Kau menyukai suaranya yang teratur menenangkan hati. Kau menyukai suhu dingin, namun tidak terlalu dingin, yang terasa ketika hujan turun. Terlebih lagi mengenai aroma yang menguar ketika tetesan air hujan menyentuh bumi. Aroma petrichor. Kau menyukai semua itu.

Di antara semua hal yang kau sukai tadi, ada hal lain yang akhir-akhir ini kau sukai di saat hujan. Sebuah bentuk, bentuk hati. Ya, kau senang sekali membuat bentuk simetris itu kapan pun ada kesempatan untuk melakukannya. Media favoritmu adalah kaca jendela. Di saat hujan turun. Dengan ekspresi melankolis di wajahmu.

Seakan-akan kau ingin mengekspresikan keraguanmu pada cinta. Mengekspresikan keinginanmu untuk dicintai. Aku tahu berulang kali kau meragukan diri. Berulang kali kau menanyakan pada dirimu sendiri mengenai cinta itu sendiri.

Kau pantas untuk dicintai, itu adalah satu hal yang harus kau ketahui dan ingat.

Love Yourself: 365 Days With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang