"I'm singing in the rain. Just singing in the rain."
Kau berlari ke tengah rinai hujan sambil tertawa dan menari berputar.
Jalanan malam begitu lengang, untungnya. Jika tidak, mungkin mereka akan memperhatikan tingkahmu yang seperti anak kecil yang baru pertama kali bertemu hujan. Tapi meskipun ada seseorang yang memperhatikanmu, kau juga tidak akan peduli. Hari itu kau terlihat begitu senang. Begitu bebas.
Beberapa hari lalu, sebelum pergi berangkat untuk melamar pekerjaan yang kau inginkan itu, dengan ekspresi gugup setengah mati, berulang kali mengusap pakaianmu supaya terlihat lurus dan rapi, kau sempat berkata, "ini membuatku takut. Apa aku akan bisa lolos? Portofolioku, apa sudah cukup? Bagaimana menurutmu? God, kalau aku berhasil masuk ke tempat itu, sungguh aku akan menari di tengah jalan."
Jujur saja, aku tidak memahami keinginanmu yang begitu besar untuk dapat memasuki kantor desain itu. Dunia kita begitu berbeda. Aku dengan musikku, kau dengan warna-warnamu. Namun saat itu aku hanya tersenyum dan mengatakan padamu untuk melakukan yang terbaik, dan untuk tidak khawatir berlebih. Kau memelukku sambil mengucapkan terima kasih atas dukunganku.
Saat itu aku memang yakin kau akan berhasil mendapatkan yang kau inginkan. Kau sudah berusaha keras untuk itu. Kau selalu melakukannya.
Dan sekarang kau melakukannya. Ini adalah salah satu hari terbaik, bagimu. Kau berhasil mendapatkan pekerjaan impianmu.
Aku hanya mengikutimu dari belakang di bawah lindungan payung, ikut berbagi dalam kesenanganmu. Menyaksikan kau melakukan gerakan berputar-putar, dengan wajah tersenyum, tak habis pikir dengan tingkahmu. Air hujan yang semakin membuatmu kuyup tidak kau pedulikan.
"Namjoon a, apa kau tahu?"
Tiba-tiba saja kau berhenti dan menatap ke arahku.
"Apa?"
"Mengapa dalam resepsi pernikahan pasangan pengantin melakukan dansa?"
"Mengapa?" tanyaku, tidak begitu penasaran namun tetap kulakukan karena kau ingin mendengarku bertanya.
Namun bukannya menjawab kau tersenyum dan mengulurkan tangan ke arahku. Mengajakku untuk berdansa.
Aku menolaknya pertama kali. Namun kau tetap saja memaksa menarik tanganku.
"Menjalani sebuah hubungan itu seperti sedang melakukan dansa." kau menjatuhkan payung yang kupegangi sejak tadi. Kemudian kau meletakkan kedua tanganku pada kedua sisi pinggangmu, dan kedua tanganmu mengalungi leherku. "Kau harus memperhatikan langkah kaki pasanganmu. Menyeimbangkan napas dengannya. Dengan begitu barulah sebuah tarian yang indah akan terbentuk."
Kita mulai berayun pelan ke kanan dan kiri.
"Itu sebabnya, pelajaran pertama yang kedua mempelai itu harus dapatkan adalah bagaimana cara menyeimbangkan langkah mereka yang mungkin saja berbeda napas."
"Kau menceritakan ini hanya karena kau mau menarikku keluar dari bawah payung, kan?"
Kau tertawa kecil menanggapi kecurigaanku. Matamu berkilat senang. Hari itu kau terlihat jauh lebih cantik daripada yang pernah kuingat sebelumnya.
Hujan kini telah membasahi sekujur tubuhku hingga ke rusuk. Tidak masalah. Suasana itu begitu menghanyutkan diriku. Kita pun berciuman di bawah rinai hujan di tengah malam.
Dan perkataanmu malam itu membekas dalam hatiku.
Untuk itulah beberapa bulan kemudian (cukup lama setelah hari itu), ketika kita tengah menonton televisi bersama, di bawah penerangan yang minim, kau terlihat memandang kosong ke arah layar televisi sambil mengunyah popcorn, sama sepertiku, kau pun mulai bosan dengan film yang diputar, saat itu tiba-tiba terucap olehku:
"Narang kyeolhon halle?"
Perhatianmu sekejap kembali. Kau pun memutar kepalamu drastis. Dan mata kecil bulatmu semakin melebar.
"Kau bilang apa?"
"Na.rang.kyeol.hon.hal.le?" ulangku dengan penekanan pada setiap kata.
Kau tertawa menanggapinya.
"Kau serius mengatakannya?"
Aku menukar posisi dudukku menghadap ke arahmu, dan juga memutar bahumu agar kita dapat saling berhadapan.
Sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil yang telah kupersiapkan beberapa waktu lalu, aku pun kembali mengatakannya.
"Would you like to dance with me for the rest of your live?"
Bagimu mungkin tawaran ini seperti sebuah ucapan impulsif dari kejenuhan semata. Namun, bagiku... aku telah memikirkannya sejak lama.
Ini bukan sebuah keputusan yang mudah bagi siapa pun. Namun, malam ketika kau menari di bawah rinai hujan, perkataanmu saat itu, dan tawa kecilmu menjadi permulaan terbentuk gambaran akan masa depan bersamamu dalam benakku.
Dan setelah terdiam cukup lama, kau pun akhirnya mengatakan bersedia untuk tawaranku.
Namun ada satu hal yang sepertinya kita lupakan.
Fakta bahwa aku adalah penari yang buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Yourself: 365 Days With You
Fiksi PenggemarDunia penuh kompleksitas Kita selalu berusaha mencari cinta 365 hari yang lalu Kita masih saling mencintai 365 hari yang lalu Kita masih menghabiskan waktu bersama 365 hari yang lalu Semua masih baik-baik saja Dari mana hal ini bermula Dari mana hal...