9

21 8 1
                                    

Namun ingatlah bahwa yang terjadi di saat ini, kisah itu mungkin tak akan ada lagi esok hari

***

Di bawah terangnya bulan, di kelilingi sejuknya angin malam, di selimuti hangatnya kebersamaan. Malam ini di rumahku sedang dilangsungkannya pesta kecil-kecilan , yang hanya beranggotakan 5 orang. Mungkin kalian sudah dapat menebaknya. Pesta malam ini bertujuan agar diantara kita semua tidak saling melupakan kenangan yang pernah terukir indah di masa sekolah. Oh iya, yang merencanakan dan mengusulkan ide ini adalah kakakku loh. Iya kak Nissa.

Semuanya dibagi tugas disini. Dani dan Aura memanggang barbeque. Aku dan Evan membakar jagung. Sedangkan Dea bertugas membantu ka Nissa di dapur.

***

Aku bahagia berada disampingmu Evan. Jangan pernah kamu mencoba tuk pergi atau lari dariku. Karena kamulah cinta pertamaku dan kamulah orang pertama yang akan menyakitiku nanti.

"Sangking gantengnya aku ya? Ngeliatinnya sampe segitunya banget." Evan mengibaskan kipas tangan yang terbuat dari bambu itu tepat didepan wajahku. Evan menyadari, bahwa sedari tadi aku memperhatikannya dalam diam.

Aku tak memperdulikan apa katanya. Yang sekarang muncul di benakku adalah sebuah ide jail. Di hadapanku tergeletak banyak arang. Aku sengaja menempelkan tanganku pada arang itu, sehingga tanganku dipenuhi noda hitam akibat arang tersebut.

"Evan, itu di pipi kamu, ada nyamuknya. Kamu diem ya."
Plakk.....
Aku menampar pipi Evan dengan tanganku yang hitam akibat arang tersebut. Terlihatlah pipi Evan yang dipenuhi arang yang hitam.

Aku tertawa puas melihatnya, Evan akan membalas perbuatanku. Namun, aku sudah mempersiapkan cara jitu untuk mengatasinya yaitu dengan kabur dan berlari. Evan mengejarku terus dan aku tak bisa menahan tawaku sendiri.

***

Acara makan-makan sudah selesai, sekarang giliran aku dan Aura merapikan semuanya. Dani juga membantu sih, walau cuma buang sampah saja, tapi mulutnya gak bisa berhenti buat ngoceh.

Aku menyimpan barang-barang yang kotor itu di wastafel yang berada di dapur. Aku menoleh ke arah jendela yang langsung memperlihatkan taman belakang rumahku. Aku melihat Evan yang sedang berbicara dengan Dea. Sepertinya pembicaraan yang sangat serius, terlihat dari raut wajah mereka.

Aku menghampiri mereka dengan tanganku membawa baki yang berisikan 3 buah jagung bakar. Sayup-sayup aku mendengar pembicaraan mereka. Dengan sangat jelas namaku disebut dalam obrolan itu. Perasaanku menyuruhku untuk tidak melanjutkan menghampiri mereka, tapi pikiranku memaksaku untuk mengetahui pembicaraan mereka yang menyangkut pautkan namaku.

"Mau sampai kapan kamu memainkan peran ini? Aku sudah beberapa kali menyuruhmu berhenti Van. Tapi kamu gak sedikitpun mendengarkan aku. Apa jangan-jangan kamu mengaitkan hatimu dalam permainan ini?" Senyum seringai tercetak di bibir Dea.

"Cinta bukan sebuah permainan." Singkat,padat dan jelas. Jawab Evan dingin.

"Aku sering melihatmu bersama dengan Alisha dan tatapanmu menyiratkan bahwa ada cinta untuknya." Bentak Dea.

"DIAM. Berapa kali gue harus bilang ke lo De? Gue udah pernah bilang ke lo bahkan sering. Apa gue harus mengulangi itu semua. Ok, gue cuma cinta sama lo dan gak ada rasa sedikitpun buat gue menyukai Alisha." Jawab Evan

Alisha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang