Jinyoung tersenyum semakin lebar dan menyeringai. Dia menatap Hyerim dengan mata yang sengaja dia sipitkan agar terlihat semakin angkuh. Hyerim yang menerima tatapan tidak bersahabat tersebut hanya dapat merapatkan gerahamnya. Tangannya terkepal kuat pada pagar besi di hadapannya.
Sedangkan Sandeul yang sedaritadi melihat tatapan sengit dari dua orang itu hanya termangu. “Jadi dia yang bernama Park Hyerim...” gumamnya tanpa didengar oleh Baro dan Gongchan yang sudah bersorak heboh mendukung Jinyoung. Jinyoung hyung berniat mempermalukannya? batinnya.
Tanpa memerlukan aba-aba Jinyoung melesat dengan skateboardnya, membuat hiruk-piruk dari orang-orang yang memang sangat ingin menyaksikan aktraksinya semakin terdengar. Berbagai treck dalam permainan skateboard dia lakukan dengan lincah. Court yang licin dan melengkung pun sudah tidak menjadi penghambat Jinyoung untuk meluncur dengan lugas.
Hyerim terhenyak sesaat saat Jinyoung melakukan track oille. Bagaimana bisa pemuda tersebut tidak merasa takut akan treck-treck yang dia perlihatkan? Padahal sedikit kelalaian saja, dia sudah bisa patah tulang.
Lupakan detik-detik saat Hyerim terhenyak tadi. Begitu Jinyoung selesai dari ajang pamernya—menurut Hyerim—ekspresi gelap kembali terlihat dari wajahnya, apalagi saat Jinyoung memamerkan senyuman kemenangannya dan diikuti oleh berbagai celaan dari orang-orang yang tadi menyaksikan aktraksi Jinyoung padanya.
“Jung Jinyoung...” murkanya. Hyerim langsung memilih untuk pulang demi menenangkan pikirannya yang semakin sempit saja. Mungkin saja dia bisa menyusun strategi pembunuhan Jung Jinyoung saat pikirannya sudah tenang nanti.
“Hyung...” Sandeul menepuk pundak Jinyoung saat pemuda itu sibuk memamerkan senyumannya pada orang-orang yang mungkin saja berdalih menjadi fansnya. Pemuda tersebut pun menoleh tanpa menghilangkan sedikit pun senyumannya. “Tidak usah pamer lagi. Dia sudah pulang...”
“Mwo?!” Jinyoung mengarahkan tatapannya pada tempat dimana Hyerim berdiri tadi. Benar kata Sandeul, Hyerim sudah pulang. Untuk apa lagi dia memperlihatkan senyuman kemenangannya.
“Kau hebat hyung!” Baro secara tiba-tiba melompat ke punggung Jinyoung, membuatnya mengerang keras karena encok. ==’
“Cepat turun! Kau berat!” protes Jinyoung. Namun Baro semakin melingkarkan tangannya di leher Jinyoung.
“Kau tidak melihat wajahnya tadi? Dia sangat malu hyung! Wajahnya sangat merah! Aku yakin dia akan menangis di rumahnya karena malu!” kata Baro diiringi cengiran lebar. Kedua mata Jinyoung melebar dan spontan menegapkan tubuhnya yang menyebabkan namja tersebut—Baro—terpingkal ke belakang.
“Makanya jangan terlalu manja ke Jinyoung,” hina Gongchan. Baro menajamkan matanya. Namun masih mengusap-usap bokongnya yang terbentur keras dengan lapisan beton di area skateboard.
“Ya bagaimana bisa kau semarah itu hanya karena aku naik ke punggungmu?” kesal Baro. Dia salah pengertian. Yang membuat Jinyoung seperti itu adalah kata-katanya mengenai Hyerim. “Aish bokongku sepertinya akan hancur...” erangnya. Gongchan akhirnya membantu Baro untuk berdiri, sedangkan Jinyoung masih mematung di tempatnya dengan mata yang setengah melotot.
“Neo wae geulae?” Sandeul menghampiri Jinyoung. Ia hanya menggelengkan kepalanya pelan agar Sandeul tidak mencurigainya.
“Ani. Gwaechana.” Elak Jinyoung pelan.
.
.
Hyerim menekan remot TV dengan emosi yang masih tersisa darinya. Walau kejadian tersebut telah berlalu sekitar dua hari yang lalu, tapi Hyerim masih saja dibuat bad mood saat mengingatnya. Apalagi saat mengingat senyuman angkuh tersebut, Hyerim serasa ingin muntah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damn! I Love You!
FanfictionKami memang memiliki banyak perbedaan. Bahkan kami sangatlah bertolak belakang. Cara pandang kami antara satu sama lainpun berbeda. Namun ternyata, jauh dalam perbedaan tersebut, kami ternyata memiliki sebuah kesamaan. Kesamaan yang membuat kami sem...