Hyerim menekuk kedua lututnya dan bersembunyi di skateboard court di taman. Kegelapan yang semakin terasa tidak mengurungkan niat Hyerim untuk berdiam diri di bawah skateboard court tersebut. Malahan kegelapan yang kian mencekam ini sangat menguntungkan bagi Hyerim, sebab dengan berada di dalam kegelapan ia bisa menangis tanpa menyaksikan buliran air mata yang terasa panas tersebut. Dan juga tidak akan ada seorang pun yang melihat sisi rapuh darinya itu.
Kalau harus jujur, Hyerim benci dengan hidupnya. Hyerim tidak suka berada di Korea, sebab ia tidak akan pernah menduga kapan Ayahnya akan dicampakkan lagi oleh wanitanya. Ia tidak mau menyaksikannya lagi. Sudah terlalu banyak air mata yang merembes dari rongga matanya saat melihat ekspresi sedih Hyebin.
Ia ingin kembali ke Amerika, tempat dimana ia hidup sendiri namun bahagia. Setidaknya dengan berada di Amerika, ia tidak akan melihat ekspresi gelap dari Ayahnya lagi.
Tapi tidak untuk sekarang. Setidaknya Hyerim harus membatalkan pernikahan Ayahnya dengan wanita bernama Kim Minseo itu dan menyadarkan Ayahnya kalau mereka berdua dapat hidup tanpa adanya seorang Ibu. Dunia tidak akan kiamat tanpa adanya seorang Ibu bukan? – begitulah pemikiran Hyerim selama ini.
RRRR!
Hyerim merasakan sebuah getaran pada saku jaketnya. Diraihnya sebuah ponsel berwarna hitam dan setelahnya Hyerim mendesah tidak suka saat melihat naman Park Hyebin tertera di layar ponselnya.
Pasti wanita itu yang melapor pada appa, batin Hyerim menjerit menyumpahi sosok Kim Minseo. Menyadari kalau emosinya sudah berada di atas normal, Hyerim melempar ponselnya ke sembarang arah tanpa menggubris panggilan dari Ayahnya.
Kembali lagi Hyerim menekuk lututnya. Semilir angin yang menusuk permukaan kulitnya membuat pelukan Hyerim pada lututnya semakin erat diiringi oleh desahan nafas tidak kuat dari Hyerim. Hei di siang hari saja Korea sudah begitu dingin, apalagi malam harinya. Sebuah peringatan saja; jangan berani keluar malam pada saat musim dingin bila kau berada di Korea. Dua pilihan cukup untukmu; kembali ke rumah dan bergelayut di bawah selimut tebal ditemani oleh secangkir cokelat panas atau mati kedinginan dengan sangat menyedihkannya.
Gelak tawa Hyerim terdengar kaku. Tidak masalah baginya harusnya menahan dingin seperti ini daripada harus menahan luapan air matanya di apartemen hangat tersebut saat melihat Kim Minseo bercengkrama bersama Ayahnya.
.
.
.
06.30 AM
“Huachi!!” Hyerim menyeka cairan hangat yang keluar dari hidungnya yang berwarna kemerahan. Beberapa pengunjung terlihat menatap Hyerim dengan jijik dan dibalas oleh tatapan tajam dari Hyerim yang seolah-olah berkata “Ada-masalah?”
Malas menanggapi tatapan jijik dari pengunjung cafe, Hyerim segera menatap chocolate cake di hadapannya dengan buas. Cake menggiurkan yang sebentar lagi akan melewati kerongkongannya lalu dicerna oleh tubuhnya. Ah memikirkannya saja membuat Hyerim sudah tersenyum lebar, mengingat kalau dia begitu demam dengan yang namanya dark chocolate—bahan utama dari cake di hadapannya.
“Aigoo kau terlihat begitu buas Park Hyerim...” terdengar suara yang menggelitik indera pendengaran Hyerim. Butuh beberapa detik sel otaknya bekerja untuk mencerna suara yang mulai familiar itu dan memberikan kesimpulan bahwa pemilik suara tersebut adalah Jung Jinyoung.
Hyerim menengadah, nampak sosok Jinyoung tengah bersandar di dinding cafe dengan tangan yang disilangkan di depan dadanya. Stay cool, huh?
Cibiran kecil mulai terdengar dari pihak Hyerim. Memang, sebuah kesalahan besar untuknya memilih cafe ini—tempat kerja Jinyoung—untuk sarapan pagi. Tapi apa boleh buat, ia sudah terlanjur memilih. Lagipula hanya cafe ini yang jaraknya paling dekat dengan taman itu. Dan juga hanya cafe ini yang bisa dikunjungi saat pagi-pagi begini. Toh bukanya dua puluh empat jam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damn! I Love You!
Hayran KurguKami memang memiliki banyak perbedaan. Bahkan kami sangatlah bertolak belakang. Cara pandang kami antara satu sama lainpun berbeda. Namun ternyata, jauh dalam perbedaan tersebut, kami ternyata memiliki sebuah kesamaan. Kesamaan yang membuat kami sem...