007. rujak ulek vs serut

5.6K 187 8
                                    

***

Terkadang bayangan masa lalu membuat takut untuk melangkah pada hati yang baru

*

Hari ini terasa menyenangkan, duduk berdua di pinggir jalan depan sekolah sambil menunggu pesanan datang. Selama homeschooling, Dirga belum pernah seantusias ini. Setelah pagi tadi dibuat geram karena ajakannya terhalang bel masuk berbunyi, siang ini keinginannya terpenuhi makan berdua sambil menggenggam tangan seorang gadis erat.

Tak memerdulikan wajah kesal tak terima dari gadis di sampingnya, Dirga terkekeh.

"Katanya minta bareng gue aja, gak mau yang lain," sorot mata Dirga mengarah pada tangan yang ia genggam. Dan yah, kata yang ia tekan khusus itu menjurus pada yang hanya bisa Dirga lihat. Mahluk tak kasat mata. "Nih, gue pegang tangan lo mereka ngilang. Gak tau kenapa."

Masih berseragam putih abu, Dirga mengusap rambut basahnya ke belakang bekas wudhu. Memang sebelum menjemput Deliana di kelas dan menariknya, Dirga memilih shalat Dzuhur lebih dulu di masjid depan sekolah sesaat bel istirahat kedua berbunyi. Sengaja ingin buat gadis itu terpesona.

Deliana memejamkan mata, mengumpulkan tenaga untuk marah.

"TAPI GAK GINI JUGA!" teriaknya sampai buat Dirga termundur kaget. "Ga, sumpah. Ini jam setengah satu siang. Panas-panasnya tau!!" Geramnya berbisik agar tak menyinggung gerobak di dekat mereka. "Bukan gue sok kota, manja, bukan gitu. Tapi lo bener-bener deh, sampai pesen rujak panas gini. Lo ngidam?!"

Dirga berjengit. Lagi-lagi Deliana menekan suaranya, ngegas tapi berbisik. Tanpa merasa bersalah, Dirga mendengus geli menatap ke sembarang arah. Menyembunyikan senyum yang mengembang lebar.

"Ya habis gimana, gue ngiler. Jadi mau."

"Terus ngapain ajak gue?" Ketus Deliana kesal.

Dirga menoleh, matanya mengerjap polos. "Lho? Bukannya tadi mau makan bareng, kan?"

"Iya juga sih. Tapi kenapa rujak??"

Saat ingin membalas, terdengar teriakan tukang rujak di gerobak dekat mereka memanggil Dirga bahwa pesanan sudah siap. Tanpa menunggu lama, pemuda itu angkat kaki dan kembali dengan dua wadah rujak.

Bentukannya berbeda.

"Nih, pesanan tuan putri. Silahkan diambil," menggunakan bahasa formal dengan nada manis, Dirga menyodorkan tangan kanan pada Deliana. Berisikan rujak ulek satu macam buah saja. "Heran. Lo kenapa pesen bengkuangnya aja sih? Suka banget?"

"Kepo lo," sergah Deliana tak acuh. Menerima wadah itu dan menyuapkan ke mulut, mengunyahnya pelan. "Kayak dora."

"Kok ngambek? Padahal tadi pipi lo udah mer-Aduh! Iya, iya, sori! Rontok rambut guaaa!!" Menuntut atas bersemunya pipi Deliana di kelas tadi, Dirga terkena jambakan ganas. Padahal seharusnya ia curiga saat gadis itu memindahkan wadah rujak ke tangan kiri. Dirga baru menapas lega ketika tangan lentik terlepas dari rambutnya, menyisakan wajah memelas kesakitan. "Asli, lo kesurupan apa gimana, Na?! Kenapa jadi ganas gitu?!"

Deliana melengos, malas menyahut.

Senyum terbit dari bibir Dirga, pasti gadis itu merasa risih saat lengan mungilnya terus di pegang. Menggelikan, tapi inilah yang Dirga sukai.

Terbebas dari mahkluk yang selalu mengganggunya setiap detik.

"Rujak serut lebih enak lho, Na," ucap Dirga menyodorkan sendok, berniat menyuapi. "Mau coba?"

Deliana mendorong mundur tangan kokoh itu, melengos lelah. "Banyak orang, malu. Modus mulu kerjaan lo."

Memang benar sudah banyak siswa lalu lalang, menyerbu camilan seperti cilor, cilok, es tebu atau rujak. Sebenarnya masih banyak lagi. Walau Dirga tak tahu banyak, tapi ia amat mengerti betapa damainya tempat ini.

Daffa & Deliana (without you)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang