Tentang Rasa

161 0 0
                                    

Waktu menunjukkan pukul 01:00 dini hari, namun hal itu tak lantas membuat Syarif bergegas untuk tidur. Ia masih saja gusar. Berulang kali ia membolak balikkan badannya hingga membuat tempat tidurnya berderit.
" Aku rasa setiap orang berhak untuk menyimpan sebuah rahasia." ucap Sasya lirih bahkan hampir tak terdengar. Syarif yang tadinya sibuk menyuap makanan menatap Sasya lekat. "Juga siapapun yang tak sengaja mengetahuinya, sebaiknya ia berpura-pura bodoh seakan dia tak pernah tau." Sasya memandang kosong pada piring makanan yang masih rapi tak terjamah.
"Termasuk jika rahasia itu sebuah perasaan?" ucap Syarif santai.
Sasya memilih diam menunggu Syarif melanjutkan kata-katanya.
"Contohnya jika persahabatan akhirnya menumbuhkan perasaan cinta?" tandas Syarif.
Seketika Sasya merasa oksigen di sekitarnya menipis. Ia seakan berhenti bernafas untuk beberapa detik. Jantungnya bergemuruh.
"Kau?"
Syarif menatap Sasya penuh. Begitu melihat gelagat aneh pada mimik muka Sasya ia tersenyum tipis.
Syarif terkekeh. "Aku hanya bergurau , aku masih sangat percaya bahwa laki-laki dan perempuan bisa bersahabat. Tanpa ada perasaan cinta yang tumbuh pada salah satu di antara kita."
Diam-diam Sasya menhembuskan nafas. "Tentu. Kita mempercayai hal sama bahwa sampai kapanpun persahabatan ini akan abadi tanpa ada perasaan cinta yang menodai."
Syarif menghembuskan nafas kasar. Aroma hujan tercium dengan jelas. Begitu pula gemericik air hujan yang tak kunjung reda. Syarif masih saja gusar percakapan siang tadi membuatnya tak bisa memejamkan mata. Meski Sasya tak mengatakan lansung perihal perasaannya. Syarif cukup membacanya lewat mimik muka ketakutan yang di tunjukkan Sasya. Wajahnya yang tiba-tiba memucat semakin membuat Syarif curiga. Ditambah pula dengan hembusan nafas samar saat Syarif mencoba mengalihkan pembicaraan.
Tanpa pikir panjang Syarif beranjak dari tidurnya.

Syarif terdiam di atas sajadahnya. Lidahnya kelu. Segala beban di hatinya yang menumpuk tak lantas membuatnya bicara panjang lebar. Ia mengeluhkan bibirnya yang tiba-tiba kelu. Segala doa yang ingin ia sampaikan seakan tertahan di tenggorokannya. Ia diam tak bergeming sedikitpun.
" Haruskah ku kenalkan kau pada seorang sahabatku?" ucapnya lirih.
Di angkat kedua tangannya mantap. Ia siap merapalkan segala doa yang ingin di pintanya. Di sepertiga malam terakhir.
" Ya Rabb biarkan kami terus bersahabat tanpa ada rasa yang menodai di antara kami. Biarkan tetap kumiliki seorang adik dari pertemuan kami yang asing. Biarkan ia berjodoh dengan seseorang yang ada di lingkaran hidupku."

Remember YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang