Nita menatap sekelilingnya sendu ada gemuruh dalam dadanya. Beberapa bulan terakhir perusahaan properti tempat ia bekerja mengalami kemunduran. Hal itu diduga berawal sejak pergantian manager beberapa bulan lalu. Dari kebijakan rolling jam kerja hingga gaji yang terus di undur. Satu persatu rekan kerjanya memilih keluar dari perusahaan. Namun ia sendiri masih bimbang untuk memutuskan.
Beberapa meja kerja di sekelilingnya tampak kosong tak berpenghuni. Ia merutuk berulang kali dalam hati.
"Sedang apa kau?" Nita tersentak dari lamunannya.
"Ah tidak ada. Ada apa?"
"Ada pekerjaan untukmu. Bukankah kau memintanya dariku?" ucap Syarif santai.
"Ah ya."
Sekali lagi ia kembali teringat mimpi yang di alaminya beberapa hari yang lalu. Bagaimana bila akhirnya mimpi itu menjadi kenyataan? Bagaimana bila Syarif memilih menjauh darinya? Baginya Syarif adalah obat. Saat ia sedang jatuh sejatuh jatuhnya Syarif datang dan merangkulnya. Saat ia patah Syarif menghiburnya, meski ia tahu Syarif tidak melakukannya dengan sengaja.
"Nit?"
Syarif menghembuskan nafasnya kasar. "Woy." Ia berteriak tepat di telinga Nita.
"Apa?"
"Bengong terus dari tadi? Kenapa? Patah hati?"
"Tidak, oke akan ku kerjakan apa yang kau minta." ucap Nita malas.
"Hanya itu?"
Nita memutar bola matanya malas "Apa lagi?"
"Aku mau cerita?"
"Bagaimana perkembangannya?" ucap Nita cepat seakan tahu apa yang akan di katakan Syarif.
"Kemarin aku menemuinya." Syarif tampak begitu bahagia.
"Lalu?"
"Dia bilang jangan bosan untuk main kerumah." Kau tahu rasanya ?aku seperti melihat di Hati Syarif saat kalimat itu kudengar.
"Menurutmu apa itu berarti lampu hijau?
" Bisa jadi. Tapi sebaiknya jika kau memang mencintainya lamar saja." "Tentu, mana mungkin akan kuulangi kebodohan yang sama lagi. 5 tahun Nit 5 tahun dan semua berakhir begitu saja."
"Hahaha ,kau yang mengingatkanku kemarin tp kau yang melakukannya." "Hmm benar juga sih."
Akankah semuanya sama?Mungkin aku tak akan selamanya disini,tapi mungkinkah aku dapat kembali jika kuputuskan untuk pergi? Tempat ini, teman-temanku,juga cinta pertamaku. Syarif mungkin tak bisa kutemukan lagi di tempat lain. Seseorang yang berhasil membuatku perlahan lupa tentang dia. Tapi apa kami masih bisa terus berteman saat aku memutuskan untuk pergi.
Sekali lagi Nita menatap Syarif. Senyum itu, tawa itu dan semua cerita juga lelucon itu masih bisakah kudengar kembali?
Bahkan untuk sekedar membalas pesanku ia tak pernah melakukannya. Bagaimana jika nanti aku benar-benar pergi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember You
Random"Bagiku kamu adalah satu-satunya teman laki-laki yang aku miliki, dan mungkin akan selamanya begitu. Ketika aku benar-benar pergi nanti aku hanya berharap kau akan mengingatku sebagai sebuah kenangan indah dalam perjalanan hidupmu nantinya." Nita