6

38 0 0
                                    

Maki muncul dari belakangnya, apa memberi selamat untuknya? Tidak, dia terduduk kaget dengan wajah takut ke arah gadis itu. Ia berusaha membangunkannya. Petugas medis sudah berusaha menghentikan Maki. Tapi kenapa Maki tak mau berhenti? Aobara menahan bahu Maki agar tak pergi.

“Ck!” ia menepis kasar tangan Aobara lalu berlari menuju Yumiya-sensei, Aobara berusaha mengejarnya namun ia terlalu cepat.

“..Surat pengunduran diri akan saya antar nanti. Untuk selama ini, terima kasih banyak!” ia pergi dengan wajah pucat.

“Ta..tadi, Maki bilang apa.. Sensei?” Yumiya-sensei mengerutkan keningnya kebingungan. Tapi ia segera mengangkat kepalanya, lalu memegangi bahu Aobara.

“Aobara-kun, jadilah lebih kuat.” pesan senseinya, lalu kembali fokus ke arena.

Beberapa hari kemudian, sepucuk surat dikirimkan ke dojo, surat pengunduran diri dari Shimaki. Kenapa?

Saat itu, ia mendatangi sekolah Shimaki, tapi mereka bilang Maki pindah. Ia berhenti mencari informasi Maki dan beralih mencari informasi Ichishima Sawako. dan ia mendapatkan informasi itu saat memasuki kuliah, disusul Maki yang selalu dekat dengan Ichishima. Ia selalu takut berhadapan dengan mereka.

Tapi saat di restoran tadi, ia melihat gadis itu. Dengan baju rapi, Aobara masuk ke apotek, untuk memastikannya ia harus cepat kesana. Tak peduli dengan makanannya yang belum habis, tapi kesempatan ini tak datang dua kali. Ia cepat-cepat menghampiri. Harusnya ia menyadari lebih awal jika tendangannya waktu itu berdampak yang sangat buruk bagi Sawako. Berapa lama ia menderita penyakit itu?

Tok tok tok..

Kaca mobilnya diketuk tanpa ampun oleh seorang lelaki berkacamata tanpa bingkai, wajah yang sudah terlihat dewasa sejak beberapa tahun lalu, kini orang itu telah resmi menjadi dokter yang hebat.

“Mana Sawa?” tanyanya langsung setelah ia membuka kaca mobilnya. Ia langsung membuka pintu mobilnya lalu turun dan membukakan pintu belakangnya. Tanpa aba-aba, Shimaki langsung saja mengangkat Sawako ke tandu. Wajahnya memucat akibat kekurangan oksigen.

“Jangan dekati Sawako!”

-o0o-

Tak bergerak.
Tak bergerak.
Tak bergerak.

Pipinya dingin, sementara keringat dingin mengucur di kepala Shimaki. Ibunya kali ini tak bisa dihubungi, akhirnya ia memutuskan untuk menelepon Hiroto-san walaupun sepertinya beliau berada di luar negeri. Tapi untungnya kakak satu-satunya Sawako, Ichishima Uetaro akhirnya bisa dihubungi.

Uetaro berdiri di luar sana, menunggu adiknya sadar dari masa kritisnya, ia dengar dari sahabat adiknya itu jika akhir-akhir ini adiknya itu mulai sering sakit-sakitan. Uetaro merutuki dirinya sendiri yang tak bisa menjaga adiknya.

Baginya, dunia ini harus bebas, seperti saat ini, ia berkelana ke luar negeri, namun saat mengaktifkan telepon genggamnya, dirinya langsung mendapat telepon dari rumah sakit. Adiknya sekarat. Dengan kalap, ia cepat-cepat menarik kopernya dari bagasi dan memanggil taksi menuju rumah sakit. Uetaro sama sekali tidak bisa menghubungi ayahnya ataupun ibunya. Hanya tersisa nomor handphone adiknyalah yang berada di handphone-nya.

-o0o-

“Ganti oksigennya!” dunia terasa melambat, mengapa orang-orang ini meresponsnya dengan sangat lambat! Apa mereka tak lihat ada yang sekarat di sini? Kesal Shimaki.

“Uhuk!” semua yang berada di ruang operasi langsung menoleh ke arah suara.

“Uhuk! Uhuk! Uhuk!” perlahan matanya terbuka, Shimaki langsung melihat ke arah monitor, sudah stabil! Ia memekik tertahan. Matanya yang terbuka sedikit itu tertutup lagi karena efek bius.

“Syukurlah.” ucap lega para perawat yang berada di sana. Seorang perawat membawakan sebuah map kepada Shimaki, Shimaki terdiam seketika. Haruskah ia menerima ini?

Bersambung

-----------------
Halo readers~~
Maaf baru muncul lagi.
Btw, Jingga mau revisi. Karena nama ICHISHIMA SAWAKIHIME bakal ganti jadi ICHISHIMA SAWAKO. Dah~ makasih buat pembaca. Bakal saya selesaikan secepatnya karena ada satu lagi karya yg mau dipublish~

Aku, Dokter HewanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang