Hari-hari berlalu, setelah percakapan dengan ibunya selesai, hari inilah seharusnya ibunya datang menjenguknya. Harusnya hari ini Uetaro kabur dari tempat ini, namun ada yang salah dengan wajah adiknya hari ini. Bibir adiknya mulai membiru. Menurut pemeriksaan, organ dalamnya semua sehat kecuali paru-paru.
Uetaro sendiri belum memberitahu tentang penyakit Sawako. Kepada Sawako sendiri. Niatnya kabur begitu saja digantikan oleh duduknya ia di tempat berbau obat-obatan ini. Hari ini napas adiknya harus dibantu dengan oksigen. Shimaki jadi sering diam melihat perkembangan Sawako seperti itu. Apa yang sebenarnya dirasakan Sawako? Mengapa selama ini ia tak mengeluh?
Siang itu, setelah mendapat bocoran dari temannya yang perawat, Aobara akhirnya tahu dimana kini gadis itu dirawat. Dengan membawakan sebuket bunga sebagai permintaan maafnya beberapa bulan lalu, ia mencoba agar tak sampai terlihat Shimaki. Ia bekerja sama dengan temannya yang perawat itu.
Terjadwal bahwa setiap hari Rabu dan Sabtu Shimaki dibebastugaskan, namun ia akan datang saat sore harinya. Dan ia bisa saja datang saat hari itu. Ia datang dengan sangat hati-hati ke sana, saat ia masuk ke ruangan yang dimaksud oleh temannya, hanya ada gadis itu seorang diri yang sedang dikelilingi oleh bermacam alat medis yang tak ia ketahui. Ia berjalan menuju vas bunga di pojok ruangan dan mengisi vas itu dengan bunga yang masih segar, lalu pergi meninggalkan gadis yang sedang tertidur itu.
Suzue-san datang, lalu menyentuh tangan dingin anak bungsunya. Disusul kemudian anak sulungnya yang kini sudah dewasa, Uetaro. Sejenak, suasana sangat canggung. Namun, ibunya berdiri dan memeluk anaknya yang selama ini bekerja keras meraih apa yang ia inginkan. Suasana akhirnya mencair setelah mereka berdua saling memaafkan dan berbaikan satu sama lain.
Sore harinya, Sawako terbangun dengan kaget melihat Ibu dan kakaknya ada di hadapannya dengan baik-baik saja. Tak lama, datang Shimaki membawakan obat yang harus diminumnya sekarang juga. Ibunya berdiri menghampiri Shimaki.
“Terima kasih, Nak.. Telah menjaga anak saya, terima kasih juga untuk bunganya, itu seperti aroma terapi untuk ruangan ini.” Ibunya menepuk bahu Shimaki bangga. Sementara Shimaki sendiri kebingungan, ia ingin mengelak tapi sudah dipanggil oleh suster lain.
“Siapa sebenarnya yang membawa bunga itu?” Shimaki bergumam sendiri ditengah perjalanan.
“..Uzumiya-sensei!” panggil perawat yang sedang berbicara dengannya.
“A-apa?” Shimaki mendadak tersadar.
“Apa kau mendengarku? Ini laporan milik Ichishima-san.” ia menyerahkan map dan meninggalkan Shimaki yang masih kebingungan.
-o0o-
“Jadi begini, saya belum bisa menjamin seratus persen bahwa Sawako akan sembuh tahun depan. Tergantung pengobatannya yang rutin, juga terapi yang ia jalani ini sukses.”
“Haah.. Mau bagaimana lagi..” ujar Suzue sembari menghela napas berat.
“Tak apa, walaupun hasilnya tak baik, asal dia bisa bertahan lebih lama menikmati dunia ini, itu tak masalah.” kata Uetaro dengan tegar. Tak butuh waktu lama untuk Suzue-san dan Uetaro berbaikan, melihat itu Shimaki merasa lega. Sisa Hiroto-san yang hingga kini tak tahu dimana.
-o0o-
Ia melirik jam tangannya, gelapnya malam yang hanya dihias lampu temaram membuatnya terduduk di ujung ranjang kamar istirahat dokter. Pikirannya melayang ke peristiwa tadi siang, siapa yang membawakan Sawa bunga? Hal sepele memang, tapi siapa? Shimaki berdiri dari tempat istirahat dokter di rumah sakit. Ia berjalan menuju ruang CCTV sambil terus berpikir keras.
Kolega kerjanya di klinik hewan? Teman karyawan kantorannya? Teman kuliah? Teman SMA? Teman SMP? Tidak. Pasti tidak! Ia harus cepat memastikannya!
Di dalam ruang CCTV, ia mengulang apa yang terjadi tadi siang. Mula-mula, ia cari dahulu koridor lantai lima, lalu memandangi rekaman dengan seksama. Kejadiannya sekitar.. Mungkin siang hari..
“Yang memasuki ruang VVIP 508..” gumamnya sambil terus fokus.
“INI!” pekiknya nyaring, seseorang berjalan menggunakan topi putih membawakan buket bunga yang kini berada di kamar Sawako. Dari posturnya, ia tak menoleh ke arah CCTV. Sepertinya seumuran dengannya, dan sepertinya lagi ia tahu siapa... Aobara Mikoto.
“Sial! Orang itu!” makinya kesal. Bisa-bisa Sawako terus terluka jika bertemu dengannya.
“Hah!” dengan cepat ia menekan handphone-nya lalu menelepon orang itu.
“Hmm?” suara kantuknya sangat terdengar di ujung sana.
“Aobara Mikoto di sini.”
“Hei, kau! Jangan pernah menjenguk Sawako lagi! Orang sepertimu..” tidak, pengecut sepertiku. “..tak pantas bersamamu!” ujar Shimaki memperingatkan. Yang diseberang sana akhinya sadar sepenuhnya.
“Heh? Kau over protective rupanya?” Shimaki tersadar.
“Apa kau cemburu?” Shimaki hanya terdiam.
“Bukan masalah, kan? Sawako pun tak melarang siapapun yang menjenguknya..”
“Aku hanya-” klik! Sambungan dimatikan, ia tak tahan mendengarnya. Over protective? Cemburu? Ia hanya mengamankan Sawako dari jangkauan Aobara.
-o0o-
Bersambung.. /hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Dokter Hewan
Short Story"Sawako, perempuan aneh. Dia dokter hewan yang alergi anjing. Padahal pasien di kliniknya sebagian besar adalah anjing. Setiap ditanya, mengapa ia--dengan bodohnya--tetap menjadi dokter hewan, dia selalu menjawab, 'karena aku suka hewan, hewan itu i...