Satu jam.. Dua jam.. Prang! Suara benda jatuh di dalam sana.
Furie dan anak kecil itu melompat ke sumber bunyi. Seekor kucing berdiri di atas meja, mengeong manja. Sawako duduk sambil membereskan alat-alatnya.
“Dia tersedak air yang terlalu banyak. Nah, dia sudah boleh pulang, siapa namanya?” tanya Sawako sembari memberikan kucing kepadanya. Bukannya mengambil, anak kecil itu malah memeluk Sawako erat.
“Arigatou, Onee-san. Furie-nee-san mo! Arigatou.. Yokatta, ne.. Mineko!” ujarnya sambil menggendong Mineko.
“Ah, Mineko kah? Sudah saatnya pulang, adik manis. Ini sudah larut malam..” Sawako tersenyum.
“Baiklah. Sekali lagi terima kasih, Onee-san!” ia lagi-lagi memeluk mereka.
“Furie-san, tolong antar dia ke pintu, aku ingin istirahat sebentar.” sejak tadi Furie menyadari bahwa wajah Sawako memucat, tetapi Sawako terus tersenyum padanya.
“Baik, aku mengantar anak ini dulu.”
“Nee-san, ia baik sekali.” Furie hanya tersenyum mendengarnya.
“Itu baru Sawa-nee-san.”
“Saat besar nanti aku ingin jadi seperti kalian! Agar aku bisa terus bersama Mineko! Sampai jumpa, Furie-nee-san!” ia memeluk kucingnya dan berlari.
Bruk! Bunyi keras menghantam lantai. Furie berlari dan mendapati Sawako sudah tersengal-sengal di lantai.
“Sawako!” ia hanya tersenyum tanpa membuka matanya. Ia menunjuk handphone-nya. Furie langsung mengambil. Lalu menelepon kontak tak terjawab terakhir, Aobara Mikoto. Setelah tersambung, ia langsung berbicara cepat.
“Halo, kau kah sahabat Sawako yang ada di rumah sakit? Ia sekarat sekarang.. Ia. Ia.. Ia pingsan lagi! Halo?” Furie menyadari tak ada respons dari seberang sana.
“Maaf, aku bukan Shimaki.”
“Ah, maaf salah sambung!” meski begitu Aobara tetap terdiam. Sawako masuk rumah sakit lagi, ia langsung mengambil sebuket bunga di toko bunga miliknya lalu melaju ke rumah sakit.
Setelah mencari nama Shimaki, ia langsung mencari kontak. Sawako sudah kejang-kejang di balik selimut yang dibawanya. Cepat jawab!
“Ada apa, Sawa-”
“Shimaki-san. Ini teman Sawako, ia sekarat sekarang. Maaf. Ini salahku.”
Di seberang sana, ia membeku total, niatnya untuk pulang kini membuatnya berlari dari parkiran menuju ruang UGD.
“Sawako-san kini sedang kejang-kejang. Ia tadi menyelamatkan kucing yang tenggelam, tanpa masker. Harusnya ia pulang saja dari tadi. Harusnya-”
“Furie-san. Tak apa, jangan khawatir. Aku akan kesana.” ia berusaha menenangkan Furie, namun suaranya bergetar.
“Aku akan sampai sebentar lagi.” tenanglah hatiku! Sawaki tidak akan kenapa-kenapa! Shimaki membatin. Perasaannya begitu sakit. Kenapa ini?
-o0o-
Beberapa menit kemudian mereka telah membawa Sawako ke rumah sakit, Furie dan Shimaki memiliki wajah khawatir yang sama, tetapi wajah Shimaki terlihat sngat pucat kali ini, ia takut tak berhasil.
“Aku akan menelepon orang tuanya dulu.”
-o0o-
Bersambung
-------------------
Onee-san = kakak perempuanMendekati ending dayo~
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Dokter Hewan
Short Story"Sawako, perempuan aneh. Dia dokter hewan yang alergi anjing. Padahal pasien di kliniknya sebagian besar adalah anjing. Setiap ditanya, mengapa ia--dengan bodohnya--tetap menjadi dokter hewan, dia selalu menjawab, 'karena aku suka hewan, hewan itu i...