Epilog

3.4K 356 29
                                    


Jaemin tersentak saat tubuhnya tiba-tiba mendapat kontak fisik tak dikenal. Tangan kanannya merayap perlahan ke arah saku celana. Dengan sikap siaga berbalik ke arah belakang, tepat ke arah pundak kirinya yang mendapat tepukan oleh seseorang. Helaan napas lega meluncur mulus dari mulut mungilnya, saat netranya menatap wajah seseorang yang ia kenal. Canggung, ia terkekeh sambil mengeluarkan tangan kanannya dari saku -melepaskan genggaman pada pisau lipat yang siap menghunus ulu hati sang lawan.

Seluruh gerakan Jaemin barusan tak luput dari pria di hadapannya. Wajah pria itu mengernyit tak suka.

"Aku tidak menyangka akan bertemu hyung di tempat ini." ujar Jaemin, berbasa-basi guna menghilangkan kecanggungan yang tercipta.

"Hmmm..." balas orang itu singkat. "aku mengagetkanmu?"

Jaemin meneguk ludah sedikit kasar. Ia meringis mendengar pertanyaan yang seperti pernyataan dengan nada datar menusuk dari pria asing itu.

"Hehehe... tentu aku kaget hyung. Aku kan selama ini tidak punya banyak teman yang bisa kutemui dengan tidak sengaja seperti sekarang."

Jaemin memutuskan untuk berkata jujur saja. Lebih aman seperti ini, pikirnya.

"Aku tidak tahu kau menyukai bunga."

Diam-diam Jaemin mendesah lega lantaran pria itu tak mempermasalahkan sikapnya tadi. Dengan senyum mengembang sempurna, dirinya kembali berkutat pada beraneka jenis bunga di hadapannya.

"Aku tidak membelinya untukku sendiri, hyung. Kau tau." ucapnya sedikit sendu, entah atas sebab apa.

Pria asing itu ikut terdiam, seperti paham akan perubahan mood lawan bicaranya. Selama beberapa saat, keheningan pekat menggantung di antara kedua lelaki itu. Jaemin sendiri masih enggan menatap wajah lelaki yang lebih tua darinya itu. Ia memilih untuk menyortir bunga yang tepat untuk bucket-nya nanti.

"Hyung apa kabar? Sudah tiga tahun sejak-" Jaemin melirik lelaki itu, "sejak peristiwa itu."

"Aku baik."

"Apa yang kau lakukan setelah keluar dari kepolisian? Ckck, padahal kau akan dipromosikan setelah keberhasilanmu waktu itu. Sayang sekali hyung."

Pria asing itu terkekeh kecil, tawanya mencairkan suasana di antara menjadi sedikit hangat. "Aku membuka toko bakery di sekitar Insadong. Kapan-kapan kau harus mampir."

Perubahan suasana itu tak luput dari pengamatan Jaemin. Lelaki manis itu tersenyum simpul. Mereka berdua ini terikat takdir, memang tak seharusnya mereka bersikap selayaknya orang asing.

"Wah, aku baru tahu kalau gaji pensiun polisi sebanyak itu. Kudengar sewa gedung di sana cukup mahal." ucap Jaemin sambil mengernyitkan dahi. Saat ia menangkap tatapan heran dari si lawan bicaranya, barulah ia menyadari sesuatu. "Ah, benar. Kau kan mewarisi harta Jaehyun hyung."

"Kau sendiri? Apa yang kau lakukan selama ini?"

"Menghamburkan uang-uangku tentu saja." jawab Jaemin sekenanya. Gelak tawanya tak lagi bisa ia kendalikan saat matanya menangkap tatapan menghakimi Doyoung.

"Aku hanya pergi berjalan-jalan ke luar negeri. Rasanya sungguh mengasyikkan bisa berjalan-jalan sebebas ini tanpa khawatir tertangkap di imigrasi." ucap Jaemin sambil menghadap Doyoung dan menatap lelaki itu lekat. "Semua ini berkatmu hyung. Terima kasih."

Doyoung hanya terdiam, dia tak merasa pantas mendapat ucapan terima kasih itu. Bukankah sebenarnya malah dia yang harusnya berucap demikian? Bagaimanapun Jaeminlah yang sudah membantunya menghentikan kejahatan Mark dan kelompoknya. Yang terpenting, Jaemin membantunya untuk menepati janji terakhirnya kepada Jaehyun, sang kekasih yang telah lebih dulu meninggalkan dunia ini.

R.O.D - Ride or Die ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang