Chapter 8

699 112 21
                                    

Chap ini semuanya diubah. Jadi yang udah baca-baca lagi oke.

.
.
.
.
.

Inez-menepuk bahu Dinda dengan keras. Sedari tadi ia sibuk berbicara tapi apa sahabatnya itu malah sibuk terbengong. Entah memikirkan hal apa-ucapannya terasa tak didengarkan sama sekali. "Dinda kamu kenapa sih suka bengong terus. Nggak suka deh ngeliatnya. Aku tuh suka kamu yang cerewet nggak kayak gini ngelamun terus. Aku dari tadi bicara sama kamu, tapi pikiran kamu malah melayang kemana. Sebenarnya apa yang kamu pikirin sih?!" Inez berdecak sebal.

Dinda tersenyum, senyum itu terasa dipaksakan. "Aku nggak nggak mikirin apa-apa kok." Jelas Dinda berkilah, yah ia masih bingung dengan ucapan Rizky kemarin.

"Nggak mikirin apa-apa kok bengong. Kamu makin kesini sering banget ngelamun. Nggak kayak dulu selalu ceria tapi sekarang kamu lemes banget kayak nggak semangat. Bingung deh.." Ujar Inez yang mencoba menerka-nerka apa yang dipikirkan sahabatnya itu.

Inez menatap Dinda. "Jangan-jangan kamu lagi mikirin lelaki itu lagi yah." Tebak Inez dan yah tebakan Inez itu seratus persen-benar. Tapi ia tak mungkin berkata jujur, padahal dulu ia tak pernah menyembunyikan hal apapun tapi sekarang rasanya berat untuk berkata jujur tentang apa yang sekarang ia alami dan rasakan.

Dinda hanya terdiam tak berniat menjawab seolah membenarkan apa yang dikatannya. Inez menghela nafas kasar sepertinya sahabatnya itu tengah menyukai seseorang dan orang itu adalah Rizky. Inez tak akan melarang sahabatnya ini untuk berpacaran dengan siapapun tapi untuk bersama dengan Rizky-ia sangat menolaknya, karena bagaimana pun lelaki itu sudah memiliki kekasih. Dan kekasihnya pun termasuk orang yang benar-benar jahat dan licik. Ah, mikirkan hal ini membuatnya benar-benar pusing.

"Inez..." Panggil Dinda sambil menatap kearahnya dengan pandangan sendu.

"Kenapa aku harus punya perasaan suka sama dia?" Ucapnya dengan lirih, kedua matanya terasa perih. Ia ingin menangis mempertanyakan kenapa perasaannya bisa tumbuh secepat itu untuk bisa mencintai seseorang.

"Padahal aku nggak pernah dekat sebelumnya sama dia. Cuma waktu itu aku pernah dibawa dia kesuatu tempat dan disana aku merasa nyaman berada didekatnya. Aku berusaha mengotrol perasaanku agar tak tumbuh tapi nyatanya aku nggak bisa, aku suka Nez sama dia-lebih tepatnya cinta sama dia. Tapi aku sadar aku harus menjauh darinya, tak boleh mendekat apa lagi memiliki. Aku sudah tegaskan hal itu dalam diriku, tapi aku nggak bisa menjauh rasanya sangat berat Nez.." Ucap Dinda berterus terang pada sahabat terdekatnya.

Inez terpaku mendengarnya. Benar-perasaan lain bisa saja datang kapan dan dengan siapa kita akan jatuh cinta karena kita tidak akan bisa memilih siapa orangnya dan apa latar belakangnya karena bukan kita yang memilih tapi hati yang menuntun kita kemana perasaan ini akan berlabuh nantinya.

'Cinta itu benar-benar rumit..' Batin Inez sambil mengacak-acak rambutnya.

Inez memeluk tubuh Dinda mencoba memberi ketenangan. "Maaf Din kalo aku terlalu memaksa buat kamu menjauh sama dia tapi jujur aku mau yang terbaik buat kamu. Aku nggak mau kamu terluka."

Dinda tersenyum tipis. "Nggak papa Nez. Aku mengerti kalau kamu mau yang terbaik buat aku. Terimasih Nez, kamu selalu ada buat aku, aku beruntung banget punya sahabat kayak kamu." Ucap Dinda membuat Inez tersenyum lebar.

***

Dinda ingin masuk kedalam toilet namun tangannya terlebih dahulu ditarik seseorang perempuan dan matanya membulat melihat Michelle yang menarik tangannya. Ia berusaha memberontak tapi Michelle terus saja menarik tangannya dengan kasar.

"Michelle. Ke-kenapa kamu malah narik tangan aku?" Tanya Dinda dengan takut-takut. Kilasan Michelle saat Sarah dijambak, ditampar terbayang dibenaknya membuat ia bergidik ngeri. Sekarang ia benar-benar ketakutan. "Michelle.." Ucap Dinda.

"DIAM!" Teriak Michelle yang terus saja menarik tangan Dinda kearah gudang yang tak terpakai.

"Chel.. please jangan bawa aku kesana aku takut.." Dinda mencoba meronta dan melepaskan tangan Michelle yang mencengkram pergelangan tangannya hingga menimbulkan bekas kemerahan.

"GUE BILANG DIAM!" Tangan Dinda dihempaskan kedalam hingga ia terjatuh kedalam gudang yang sangat kotor.

"Chel.."

Michelle menjambak rambut Dinda dan menghempaskan kebawah, hingga kening Dinda terbentur lantai akibat benturan keras. "Jangan pernah deketin pacar gue atau gue bakal singkiran lo selama-lamanya." Ancam Michelle.

Darah bercucuran dikening Dinda. Tubuhnya gementar, sumpah.. ia benar-benar ketakutan sekarang apalagi melihat Michelle yang tampak sangat marah.

"Aku nggak pernah deketin pacar kamu Chel.." Dinda mencoba berdiri menahan sakit dikepala dan juga keningnya akibat perbuatan Michelle.

"Alah bohong lo." Sekali lagi Michelle kembali mendorong tubuh Dinda hingga ia terpelenting kebawah. Badannya terasa remuk, ia memegang kedua sikunya yang terlihat memar.

"Chel aku nggak pernah deketin pacar kamu."

"Terus untuk apa Rizky kerumah lo, hah." Michelle menyolot dengan kedua mata yang berkabut penuh amarah.

"Gue peringatin lo sekali lagi. Awas jangan deketin pacar gue, atau gue bakal bakal lakuin hal yang lebih parah dari pada ini." Michelle menunjuk kerah Dinda dengan nada penuh ancaman.

"Ingat itu, kalo lo masih pengen idup!"

Setelah mengatakan hal itu Michelle berlalu dari hadapan Dinda.

Dinda menunduk dengan tubuh gemetar. Ia menangis sambil memeluk kedua lututnya. "Hiks.... Maa, tolongin Dinda.." Ucap Dinda disela-sela tangisnya sambil menyentuh keningnya yang benar-benar perih ini. Sungguh, perilaku Michelle benar-benar gila.

Apa ini yang dirasakan Sarah waktu dulu?

Kokonya mulai hari ini, ia tidak mau lagi berurusan lagi dengan kegilaan Michelle. Yah ia harus menjauh dari Rizky. Ia tak mau lagi diperlakukan seperti ini.

***

Rizky membulatkan matanya melihat Dinda yang tengah berjalan sambil terseok-seok. Keningnya berdarah, memar ada dikedua siku dan juga pergelangan tangan Dinda.

Ia berjalan menghampiri dan membantu Dinda agar tak terjatuh, tapi Dinda menepis tangan Rizky yang ingin menolongnya.

"Kamu kenapa?" Tanya Rizky sambil mencoba membantu Dinda berjalan walaupun hasilnya tetap sama gadis itu menepis tangannya dan menolak bantuan, Dinda terus berjalan mengabaikan dirinya yang ingin membatu, walaupun jalannya terlihat sangat kesulitan tapi ia tetap berjalan tanpa bantuan siapa pun.

Rizky menahan tubuh Dinda yang terhuyung kesamping. Dia menepis tangannya.

"Aku bisa berjalan sendiri."

Inez yang berada jauh terbelalak melihat sahabatnya yang berjalan dengan kesulitan, ia berjalan kesana dan membantu Dinda. Matanya beralih menatap tajam Rizky yang berada disana. "Pergi dari sini." Ucap Inez berteriak.

"Tap-"

"PERGI!" Bukan suara Inez yang menginstrupsi melainkan suara Dinda.

"Kam-"

"PERGI!" Rizky merasakan sesak melihat penolakan dari Dinda. Ia menjauh dari sana dengan perasaan yang benar-benar sesak.

'Kamu kenapa?' Batin Rizky. Ia sangat khawatir dengan keadaan Dinda yang sangat memprihatinkan. Ia ingin membantu tapi Dinda malah menolak semua bantuannya.

***

TBC!

Sabtu, 3 Agustus 2019

..

Satu pesan dariku; sampai bertemu dipart berikutny........

LOVE YOU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang