Rissa berusaha berlari secepat mungkin, beberapa kali ia hampir menabrak orang-orang yang berlalu lalang di sekitar kampus. Sampai akhirnya ia bisa menghembuskan napas lega saat sudah berapa di depan kelasnya yang terdengar ribut, pertanda dosen di jam pertama belum datang.
"Astagfirullah," gumam Rissa berusaha mengatur napasnya yang terputus-putus karena berlari.
Dengan gerakan pelan Rissa masuk ke dalam kelas, ia tersenyum membalas sapaan beberapa temannya yang ia lewati untuk sampai di bangkunya.
"Kenapa lo?" Rissa mendengus mendengar pertanyaan sahabatnya.
"Ibu belom dateng?" Bukannya menjawab, Rissa malah balik bertanya.
"Belom. Ada yang bilang tu dosen gak dateng."
Mulut Rissa terbuka, rasa dongkol tiba-tiba menguasai hatinya. Susah payah ia berjuang agar bisa dengan cepat sampai di kelas tapi apa yang ia dapat saat sudah sampai? Dosen itu malah tidak ada. Betapa tersiksanya hati Rissa sekarang.
Rissa tiba-tiba terisak, ia menutup wajahnya yang sudah dibanjiri air mata. Sahabat Rissa yang awalnya sibuk sendiri berubah panik saat melihat Rissa menangis dengan suara yang bisa dikatakan sangat tersiksa. Suara tangisnya seolah tengah berusaha membuat orang lain merasakan sakit yang ia rasakan.
"Ra, lo kenapa?" seru Melody cemas, ia mengguncang tubuh Rissa yang bergetar.
Namun nihil, Rissa sama sekali tidak menjawab. Beberapa orang yang duduk di dekat mereka mulai menoleh penasaran. Merasa akan menjadi sorotan, Melody memilih membawa Rissa berlalu pergi.
"Kita ngobrol di kantin," ujarnya meraih bahu Rissa dan membawanya pergi.
Rissa menurut, ia memang perlu tempat untuk melepas rasa sesak di dadanya yang terasa sangat menyiksa.
Begitu sampai di kantin, Melody memilih tempat paling pojok. Ia memilih berdiam diri, membiarkan Rissa melepaskan tangisnya lebih dulu, baru setelah itu ia akan bertanya alasan sahabatnya seperti itu.
Cukup lama Melody menunggu sampai akhirnya Rissa mendongakkan kepalanya, menatap sahabatnya dengan sendu, banyak sekali kegundahan yang terpancar dari kedua bola matanya.
"Ra?" panggil Melody pelan, ia meraih tangan Rissa dan menggenggamnya erat seolah mengatakan ada dia yang akan selalu bersama Rissa.
"Gue mau nikah," bisik Rissa sangat pelan.
Melody tiba-tiba tertawa lepas, bahkan ia memukul tangan Rissa yang sedari tadi di genggamnya. "Hahahahaa.....Lo nangis dan gue panik terus sekarang lo malah becanda," gemas Melody masih dengan tawanya. Tangannya yang tadi menggenggam tangan Rissa kini berpindah memukul bahu Rissa gemas.
"Gue serius," jawab Rissa dengan nada pelan tapi penuh keyakinan. Wajahnya pun sama sekali tidak menunjukan bahwa gadis itu tengah main-main dengan perkataannya.
Tawa lepas Melody berubah sumbang. Ia menatap lekat wajah Rissa yang terlihat kacau, sejurus kemudian ia kembali menarik tangan Rissa dan menggenggamnya erat.
"Siapa yang ngehamilin lo?" tanya Melody dengan mata berkaca-kaca, ia sudah bersiap menangis, bahkan suaranya sudah bergetar. Ikut prihatin dengan apa yang terjadi pada sahabatnya.
Wajah Rissa yang tadi murung dan sudah bersiap kembali menangis berubah datar, matanya menatap Melody tajam. Di pikirannya saat ini hanya satu, bagaimana caranya membunuh Melody di detik itu juga.
"MELODYYYY!!!!!!" teriak Rissa frustrasi. Detik selanjutnya ia kembali menangis sejadi-jadinya.
Melody yang melihat itu dengan gerakan cepat beranjak dari duduknya, meraih tubuh Rissa dan memeluknya erat. Melihat Rissa menangis seperti ini Melody semakin merasa prihatin, ia yakin apa yang di ucapkannya tadi memang benar adanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jannah Bersamamu [Tersedia Di Dreame]
SpiritualBukan tentang sepasang suami istri yang saling mencintai. Tapi tentang perjuangan untuk saling memberi cinta abadi