Flashback

62 19 11
                                    

***

Jevelly melangkahkan kakinya keluar ruangan apartmentnya, kakinya berjalan menuju balkon, tangannya berusaha meraih kursi yang terletak di pojokan balkon hingga kursi itu berada tepat di hadapannya, Jevelly mulai menekuk kedua kakinya, kepalanya di letakkan diatas kedua lututnya sembari memikirkan masa lalu yang kelam, yang pernah terjadi di dalam hidupnya. Sebegitu bodohkah seorang cewe cantik manis seperti Jevelly, hatinya yang indah di permainkan oleh pria brengsek.

Jevelly menarik nafasnya perlahan dan menghembuskannya secara halus. Fikirannya yang masih negatif tentang mantannya itu, membuat Jevelly semakin di guna-guna kebenciannya. Hatinya terus berkata bagaimana cara ia untuk membalas dendam rasa sakit hatinya kepada mantannya itu.

Namun fikiran negatifnya itu buyar ketika dering telfon dari handpone milik Jevelly bersuara dan mulai bergetar. Terlihat layar kaca handponenya memancarkan sinar dan bertuliskan "Mommy". Dengan wajah malas dan kusut tangan Jevelly meraih handpone tersebut dan jemarinya menggeserkan layar ke arah kanan, lalu menempelkan handponenya di telinga kanan milik Jevelly.

Jevelly mulai membuka suaranya terlebih dahulu di banding orang yang sedang menelfonnya itu. "Hallo?"

"Hey love, i miss you." Jevelly mampu mendengar suara itu walaupun tidak terlalu jelas, ia dengan cepat langsung mematikan sambungan telfonnya itu. Ia sudah muak dengan semua ini, ia sungguh capek menjalankan hidup yang sangat sia-sia bagi dirinya, dan hal yang paling terpenting ialah, Jevelly sangat membenci ibu kandungnya sendiri.

Jevelly bukan lah anak yang beruntung seperti teman-temannya, ia tidak mempunyai keluarga yang utuh, ia juga tidak pernah merasakan sekalipun kasih sayang kedua orangtuanya, ia hanya lah anak broken home yang di tinggal mati almarhum ayahnya karena kecelakaan tragis, dan ibunya yang sangat sibuk dengan carriernya sedangkan kakaknya sibuk untuk mengurusi urusan pernikahannya.

Sungguh nasib yang malang bagi Jevelly, ia tidak pernah membayangkan akan hidup setragis ini. Ia fikir dunia ini asyik untuk bermain-main ria namun ia salah, dunia ini telah asyik mempermainkan dirinya di dalamnya.

***

Jakarta, 26 Desember 2017

Surat Kaleng Untuk 'Mama'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang