(5) Anak Baru

16 2 1
                                    

Kabar bahwa ada anak baru sudah memuncak, bahkan ibu-ibu kantin saja tahu kalau hari ini akan ada anak pindahan dari sekolah sebelah.

"Jev, lo udah tau kalo ada anak baru?, katanya sih dia ganteng tapi tetep aja lebih gantengan gue kan?" cetus Ananta tiba-tiba.

Jevelly yang tidak tahu akan berita itu, berusaha bersikap tidak peduli dan bodoamat. "Nggak tau tuh, lagi juga gue gak peduli mau ada anak baru atau gak, gue juga gak peduli mau gantengan lo apa dia." jawab Jevelly singkat tapi penuh makna.

"Ah jutek banget sih jawabannya, inget jadi cewe tuh jangan jutek-jutek, nanti cowonya kabur semua, emang lo mau?" ucap Ananta dengan nada meledeknya.

Jevelly yang mendengar ucapan Ananta hanya menggelengkan kepalanya, jujur saja ia sudah terbiasa dengan sikap Ananta yang aneh ini.

"Aduh! kalau jalan tuh hati-hati dong!" rengek Jevelly ketika merasa bahunya tertabrak oleh seseorang.

"Eh sori gue lagi buru-buru."

Jevelly yang merasa tidak asing dengan suara tersebut segera menarik tangan orang yang menabraknya sebelum ia meninggalkan dirinya.

"Eh sebentar, gue kayak kenal sama suara lo." ucap Jevelly dengan menarik tangan seseorang yang baru saja menabrak bahunya beberapa detik yang lalu.

Sontak langkah pria itu langsung terhenti begitu merasakan tangannya di tarik oleh seorang perempuan. Tak mau berfikir lama, pria itu segera menolehkan kepalanya ke arah Jevelly, lalu mengangkat salah satu alis tebalnya itu, menandakan ia bertanya ada apa Jevelly memanggil dirinya.

"Lo..." Jevelly berusaha mengatur nafasnya ketika melihat muka orang yang baru saja menabraknya. "Lo yang nabrak bahu gue juga waktu itu kan?" jelas Jevelly dengan menunjuk-nunjuk seseorang di hadapannya.

Pria itu berhasil dibuat bingung setengah mati oleh Jevelly, ia berusaha mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu, sebelum akhirnya ia menyadari ada sesuatu hal yang mengganjal di hatinya. "Oh iya, sori buat kejadian waktu itu ya."

"Tumben udah nggak manggil gue pake mbak lagi." cibir Jevelly dengan nada meledeknya itu. Pria itu yang mendengar ucapan dari Jevelly, hanya mengukir seulas senyuman manis dibibirnya itu.

Ananta hanya melongo tidak percaya ketika menyaksikan totonan gratis dihadapannya ini. "Jadi lo berdua saling kenal?" tanya Ananta mulai membuka mulutnya setelah ia memendam rasa penasarannya.

Jevelly hanya mengernyitkan dahinya pertanda ia bingung apa yang dimaksud oleh Ananta. "Lo kenal sama dia?" tanya Jevelly kembali kepada Ananta dengan menunjuk pria yang sudah menabraknya tadi.

Ananta mengangguk menandakan ia kenal pria yang sudah menabrak Jevelly itu. "Dia temen gue, Alfi namanya." ucap Ananta tersenyum. "Fi kenalin, dia temen gue juga Jevelly namanya."

oh Jevelly namanya, Batin Alfi setelah ia mengetahui nama cewek yang membuat hatinya gugup selama ini.

Alfi hanya mengangguk ketika Ananta berusaha memperkenalkan Jevelly dengannya supaya menjadi akrab. "Maaf ya gue harus buru-buru ke kelas, duluan ya." ucap Alfi dengan melambaikan tangannya lalu pergi meninggalkan Jevelly dan Ananta.

Masih seperti biasa, Jevelly tidak memperdulikan kepergian Alfi, bahkan ketika Ananta memperkenalkan Alfi kepadanya, ia pun tidak menghiraukan Ananta, ia hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja.

"Yuk kita juga ke kelas Jev." ajak Ananta yang langsung menggandeng tangan Jevelly. Jevelly yang saat itu tidak ingin memberontak akan perlakuan Ananta terhadapnya, ia hanya menuruti gandengan tangan hangat milik Ananta.

Diam. Entah apa yang membuat Jevelly hari ini menutup dirinya untuk diam, tidak seperti biasanya. Selama perjalanan menuju kelas tidak ada topik pembicaraan sedikitpun antara Jevelly maupun Ananta.

Tiba-tiba saja fikiran tentang Alfi terngiang di lubus otak terdalam Jevelly. Rasanya ada yang menjanggal dengan sosok Alfi bagi dirinya, sepertinya Alfi tidak asing di mata Jevelly.

Sebenarnya dari awal pertemuan dirinya dengan Alfi, Alfi mampu membuat dirinya mati penasaran, entah mengapa Jevelly tidak ingin mengakuinya kalau sebenarnya ia ingin mengetahui Alfi lebih dalam lagi.

"Jev jangan diem mulu dong, lo kenapa sih? nggak kayak biasanya deh, ada masalah?" Ananta menolehkan kepalanya ke-arah muka Jevelly.

"Eh? nggak kok ngga papa, gue cuma kurang tidur aja, jadi lemes gini gak bersemangat." Jawab Jevelly dengan muka meyakinkan. Ia tidak ingin Ananta mengetahui tentang dirinya dengan Alfi.

"Yakin nggak papa? Apa mau gue anter balik aja?, keliatannya muka lo capek banget loh." Kekeh Ananta.

"Nggak Ta udah gue nggak papa kok, gue ke toilet dulu ya, lo ke kelas duluan aja." pinta Jevelly yang langsung meninggalkan Ananta.

Ananta yang merasa aneh dengan sikap Jevelly, tentu saja tidak membiarkan 'calonnya' itu melangkah sendirian pergi ke toilet, dengan sikap yang cepat Ananta membuntuti Jevelly diam-diam.

Selama di perjalanan menuju toilet fikiran Jevelly hanya dipenuhi oleh Alfi, ia tidak menyangka ternyata selama ini orang yang selalu membuat hatinya gugup adalah orang yang tidak asing lagi bagi dirinya.

Mungkin kenangan dirinya dengan Alfi memang tidak bisa dilupakan, bahkan Alfi bisa dibilang pernah menyelamatkan separuh dari kehidupan Jevelly.

Sontak langkah Jevelly terhenti ketika matanya menangkap banyangan seorang cowok yang sangat dikenalinya. "Itu Arvin?, sejak kapan dia sekolah disini?"

Jevelly yang tidak ingin berfikir lama lagi segera lari menuju toilet agar Arvin tidak melihat dirinya, namun sayang, Jevelly salah mengambil tindakan Arvin lebih dulu memperhatikan Jevelly ketika ia berjalan menuju toilet. "Dasar bodoh dipikir gue gak ngeliat dia kali ya, kalau gue tau lo udah sekolah disini, gue gak bakal sekolah disini juga, dasar brengsek!" desis Arvin yang langsung pergi menuju kelas barunya.

*

Jakarta, 19 Desember 2018

Surat Kaleng Untuk 'Mama'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang