Jam tujuh pagi jadwalku menyiram rumput dan bunga di halaman rumah. Hanya untuk informasi, kalau pagi ini aku sudah mandi. Bukan untuk cari perhatian sama Rayan, jaga-jaga kalau dia ke luar rumah dan melihatku, bukan. Aku hanya ingin menghargai diri sendiri saja dengan nggak bikin ilfeel Rayan, kalau nanti kami nggak sengaja bertemu.
Aku sedang melamun sambil mengarahkan air ke pot bunga di sisi taman, namun kegiatanku segera terhenti karena ponsel yang kusimpan di teras depan berbunyi. Pagi-pagi gini nggak mungkin telepon dari Anggia, karena dia pasti lagi sibuk siap-siap berangkat kerja. Ini pasti Mama. Aku segera menutup kran air dan menuju teras.
“Tuh kan, Mama,” gumamku ketika melihat caller-id Mama menyala di layar ponsel. “Halo, Ma?” Aku sudah berjanji sama diriku sendiri, kalau telepon Mama mengarah tentang perjodohan—yang disamarkan dengan kalimat perkenalan—dengan anak temannya, aku akan mematikan sambungan telepon detik itu juga.
“La.” Mama terdengar panik.
“Ada apa, Ma?” Aku juga ikut panik, kemudian bergerak menuju kursi kayu di teras dan duduk di sana jaga-jaga kalau Mama ngasih tahu berita buruk.
“Ganti foto profil Whatsapp gimana sih, La?” Mama kedengaran makin panik.
Ya Tuhanku. Ada apa, sih dengan keluargaku? Pagi-pagi Mama sudah ribut ngurusin foto profil. “Ma!” Aku menghentakkan suaraku. “Nggak penting banget, sih!”
“Ih, nggak penting gimana, sih?” Mama kedengaran nggak terima. “Kemarin Mama habis kumpul-kumpul sama tim Tupperware, terus foto-foto. Yang lain fotonya udah pada ganti pakai foto kemarin, tinggal Mama yang belum. Terus ibu-ibu yang lain nge-Whatssapp Mama, pada bilang, Bu, ganti dong fotonya pakai foto yang kemarin,” keluhnya panjang-lebar. “Mama nggak mungkin kan bilang kalau Mama nggak tahu caranya ganti foto profil? Malu tahu, La!”
“Ma, astaga.” Aku bergumam sambil mengusap wajahku. Aku nggak tahu lagi mau ngomong apa. “Ade ada, kan? Kenapa nggak sama dia aja?” Ade itu panggilan Aldeo kalau di rumah. Ade bukan artinya adik, melainkan karena waktu kecil Aldeo nggak bisa bilang Alde, bilangnya Ade, jadi sampai gede dia dipanggil Ade kalau di rumah, untung Mama nggak kebobolan punya anak lagi. Jadi nggak ada Ade-Ade yang lain.
“Males, ah. Kamu kan tahu dia itu jail.” Aku bisa bayangkan wajah cemberut Mama sekarang. Dulu, saat aku nggak ada di rumah, Mama pernah minta tolong Aldeo untuk ganti foto profil Whatssapp-nya. Aldeo menggantinya, dengan foto yang Mama minta. Tapi fotonya di-zoom berkali-kali sampai yang kelihatan cuma tahi lalat di pipi kanan Mama. Jadi lah, foto profil Mama hanya berbentuk lingkaran hitam yang besar. Dia memang kualat banget sama orangtua.
“Ya udah kalau gitu tunggu Hila pulang aja,” jawabku sambil beranjak dari kursi.
“Ih, Hila! Mama kan butuhnya sekarang!”
Ya ampun. Yang emak siapa yang anak siapa sih ini? “Cari aja di Google, Ma. Cara ganti foto profil Whatssap. Gitu!”
“Oh, gitu?” tanyanya ragu.
“Iya. Ada lagi?” Ini pertanyaan basa-basi, sih sebenarnya.
“Ada.”
“Apa?” Suaraku terdengar malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monokrom [Sudah Terbit]
ChickLit[Sudah terbit di Google Play] Patah hati memang selamanya akan membawa luka. Bukan melulu masalah cinta, tetapi juga karena harapan yang terhenti. Aku melihatmu pertama kali, dalam keadaan hati yang berantakan. Kamu menyapaku saat aku menginginkan...